10.4. Perang Pecah

201 25 0
                                    

Udara sudah dipenuhi debu, seluruh kastil bergetar, kilatan mantra mewarnai gelapnya malam, erangan orang-orang yang sedang bertarung semakin terdegar jelas dan semakin dekat. Tanda-tanda itu menandakan kalau waktu sudah melebihi tengah malam. Voldemort mulai menyerang karena tidak mendapatkan Harry di waktu yang ia tawarkan. Suara ledakan pertempuran menandakan mantra perlindungan yang mengelilingi Hogwarts sudah berhasil dibobol.

Death Eaters berhasil menjarah kastil, bahkan membuat bagian dalamnya kacau balau. Jantungku serasa copot saat melihat orang-orang bertopeng dan bertudung datang menyerbu. Ada Fred, Percy, dan Hagrid yang sedang melawan mereka. Lalu langit kastil meledak, runtuhannya menghujani koridor tanpa ampun.

"Reducto!" Aku melontarkan mantra untuk menghancurkan reruntuhan besar yang akan jatuh untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan.

Seketika senyap, semua berlangsung sangat cepat seperti kedipan mata. Dunia gelap, aku merasakan sesuatu yang panas mengalir di lenganku- ada reruntuhan yang berhasil merobek kulit dan darah keluar dari sana. Aku mendengar Hermione batuk-batuk karena debu kasar yang berterbangan. Selain itu aku juga mendengar seseorang terisak di antara reruntuhan itu.

Ada sedikit cahaya dari ujung tongkat yang menyinari pemandangan yang membuat jiwaku melorot. Percy adalah seseorang yang terisak itu, tongkatnya menyinari wajah Fred yang sudah terlelap. Sebagian tubuh adik Percy itu tertimpa runtuhan yang sepertinya memiliki berat berton-ton. Aku menolak bukti yang aku tangkap dari segala inderaku, tapi air mata sudah mengalir deras dengan sendirinya. Kami semua terisak mengelilingi tubuh Fred. Hagrid mulai berjalan dengan terhuyung-huyung lalu mengangkat reruntuhan besar yang menimpa Fred yang sudah kehilangan nyawa.

Aku mengusap darah yang mengalir dari dahinya- darah yang seperti membentuk lukisan di antara debu yang menempel di keseluruhan wajahnya. Aku meningat momen singkat kami sebelumnya, Fred dengan ramah dia memeluk untuk menyapaku. Harusnya aku memeluknya lebih erat jika tahu dia akan pergi malam ini. Tidak- harusnya aku tidak melepas pelukannya, aku tidak mau kehilangan dia, kami semua tidak mau kehilangan Fred Weasley. Hati kami hancur, tidak ada yang berbicara untuk saling menghibur.

Aku terperanjat ketika kilasan mengerikan muncul di benakku. Empat Death Eater yang tadi menyerang kami tergeletak dengan posisi aneh. Aku segera mengambil langkah dan membuka topeng dari keempatnya. Aku mohon itu bukan Draco... jangan Draco... Tuhan jaga Draco.... untunglah mereka semua bukan Draco. Aku terpeosok. Di tengah rasa berduka yang dalam aku masih sangat mencemaskannya.

Debu dan aroma darah sudah memenuhi udara malam ini. Suara pertempuran di luar sana terdengar semakin keji bagi telingaku- kenapa mereka tidak memberi kesempatan untuk kami berduka?.  Dinding yang membatasi kastil dari lingkungan luar tiba-tiba meledak.

"Tiarap!!!!" Harry berteriak.

Dinding yang ada di sebelah kananku itu sudah berlubang besar. Dari lubang itu aku bisa melihat tangan yang begitu besar mengayun dan menghantam dinding kastil yang lain. Voldemort tidak hanya mengerahkan Death Eaters untuk mengirim neraka pada kami- tapi juga para raksasa yang memihaknya. Karena usaha dalam menghindari reruntuhan dinding itu, membuatku terpisah dari teman-teman.

Di tengah kekacauan itu, ada derap kaki yang datang mendekat. Aku melihat jubah hitam berlambai di ujung persimpangan lorong. Kami semua terperanjat saat macam-macam mantra kembali menghujani. Hagrid segera maju dan menjadikan badannya sebagai tameng untuk kami. Aku membantunya, Harry dan Hermione juga turun tangan, namun Ron dan Percy masih terisak di samping tubuh saudaranya.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN?!" Bentakku dengan menahan tangisan. Hermione, Harry, Ron, dan Percy memandangku. Tubuh kami terpisah oleh reruntuhan dinding lumayan jauh.

"PERCY! RON! KALIAN TIDAK MAU MENYEMBUNYIKAN JENAZAH FRED?!" Percy segera menghapus air mata- kembali ke akal sadarnya, dan mulai menarik tubuh Fred yang terkulai. Hatiku terkoyak saat melihatnya. "LALU KALIAN! CEPAT PERGI DAN AMBIL DIADEM!" Perintahku tegas. Harry tersentak, tersadar oleh tujuan utamanya.

"Impedimenta!" aku menghentikan gerakan salah satu Death Eater yang hampir menyerang.

"BAGAIMANA DENGANMU?!" Tanya Hermione yang juga masih mengacungkan tongkat untuk menangkis mantra yang masih menyerang kami.

"Aku tidak bisa meninggalkan Hagrid. Kami akan menahan mereka untuk kalian!" Seruku tanpa mengalihkan pandangan dan sesekali berlindung di balik reruntuhan. "Tinggalkan aku, hanya kalian yang bisa menghentikan semua ini. Kalian ingat di mana letaknya kan?!"

"Lemari besar yang sudah melepuh" gumam Hermione yang bisa aku dengar.

Ada tangan yang menarikku begitu kuat. Tangan itu membawaku bersembunyi di balik tembok untuk menghindari tembakan mantra. Harry- menatapku dengan berbagai perasaan di dalamnya, tangannya menekan bahuku, tubuhku terhimpit di antara tubuhnya dan tembok yang ada di belakangku. Harry mengecup bibirku dalam yang membuatku terkejut setengah mati. Aku mendorong dadanya agar menjauh.

"Apa yang kau....!" Aku membentak dengan terengah-engah "Kau tidak bisa melakukan ini..." lanjutku dengan pedih memikirkan bagaimana perasaan Draco "Harry, kita sedang berperang.."

"Sekarang atau tidak sama sekali" bisiknya dengan perih yang bisa aku rasakan karena penolakanku "Berjanjilah untuk tetap hidup Bela" pinta Harry dengan tatapan malang yang penuh harapan.

Harry berlari memunggungiku bersama Ron dan Hermione, menuju ke ruang kebutuhan untuk mencari dan menghancurkan diadem. Tidak ada waktu untuk memikirkan kecupan dari Harry. Aku kembali ke masuk ke pertarungan, bertarung bersama Hagrid.

**

Kami berhasil menangani empat Death Eaters itu. Dari perawakan mereka, aku tahu mereka bukan Draco, jadi tidak ada alasan untuk menghajar mereka dengan ragu. Kondisi Hagrid sudah sangat kelelahan, bahkan wajahnya dipenuhi oleh lebam dan darah.

"Kita bahkan belum sempat menyapa Abela" celetuk Hagrid, aku tersenyum hambar. Hagrid memelukku hingga rasanya tulang rusukku bisa patah jika dia meningkatkan sedikit saja kekuatannya.

"JANGAN LUKAI DIA!" Hagrid tiba-tiba meraung. Dia melepaskan pelukannya lalu berlari dengan tergopoh-gopoh. Di bawah sana aku melihat Grawp yang hampir kalah bertarung secara brutal dengan raksasa yang tadi menghancurkan dinding kastil.

"Hagrid!! Kita tidak bisa membantu Grawp!" Aku berteriak padanya yang tidak dihiraukan sama sekali. "Kita akan terinjak oleh mereka bahkan sebelum berhasil melerainya..." aku mendengus, antara kesal dan tidak tega. Tapi aku tidak memiliki pilihan lain selain mengejar Hagrid untuk menghentikannya.

"Petrificus Totalus!" Seseorang memantraiku dari titik buta dengan mantra ikatan tubuh sempurna.

Tubuhku kaku dan roboh dengan suara benturan keras. Aku tidak bisa bergerak ataupun berbicara. Tapi aku bisa melihat siapa yang memantraiku.

"Kau harus lebih pandai dalam memilih kata Oxley. Siapa yang kau panggil jalang tadi hah?!. Ini adalah bayaranmu atas mulutmu yang kurang ajar." Kata Parkinson dengan dendam yang membara. Bukankah tadi dia sedang ditahan? Bagaimana dia bisa lolos?. "PROFESOR! AKU MENEMUKANNYA!" serunya kemudian.

"Bagus Parkinson kecil." Ucap Amycus Carrow yang baru saja datang mendekat.. "Stupefy!" dan aku pingsan sebelum sempat untuk memikirkan jawaban- bukankah Profesor McGonagall bilang sudah mengatasinya?

ANYONEWhere stories live. Discover now