4.2. Lukisan di Perkamen

390 47 5
                                    

Ibu membawaku ber-apparate saat waktu pertandingan hampir tiba. Stadion Quidditch dipenuhi oleh ribuan penyihir dari berbagai belahan dunia. Mereka bersorak dan membuat stadion penuh dengan kegaduhan. Banyak juga yang membawa bendera ataupun suvenir yang berhubungan dengan tim dukungan mereka. Bagaimana aku bisa mencari ketiga sahabatku di tengah kesesakkan seperti ini?. Mataku terasa capek jelalatan untuk mencari boks yang ditempati mereka.

Aku mengikuti ibu dan memberi salam pada orang penting di sana sesuai arahannya. Tempat untuk tamu udangan sangat nyaman. Dengan *omniocular yang kubawa dari rumah, aku bisa menonton dengan duduk santai dari sudut pandang terbaik dari stadion. Tapi aku merasa tidak tenang karena belum menemukan Harry, Ron, dan Hermione.

Ibu sibuk mengobrol dengan Cornelius Fudge- seorang menteri sihir. Aku memutuskan untuk mencari nomor boks yang disebutkan dalam surat Hermione begitu pertandingan dimulai. Setidaknya, saat itu kupikir semua orang tidak akan mondar-mandir karena terpaku pada pertandingan. Aku segera minta ijin pada ibu untuk mencari mereka bertiga. Ketika aku menoleh untuk melihat keadan, ada wajah yang begitu dekat dengan wajahku. Aku terlonjak kaget sampai hampir terjatuh dari kursi.

"Draco! Kau mau membuatku jatuh dari kursi!???" bentakku.

"Kenapa terkejut sekali?. Saking tampannya aku ya?" ledeknya dengan percaya diri luar biasa.

Draco memakai setelan serba hitam. Tubuhnya lebih besar dan tinggi dibanding tahun lalu. Jas hitam sangat cocok untuknya. Di balik jas itu, dia mengenakan kaos hitam dengan kerah turtleneck. Kerah kaosnya tidak bisa menutupi lehernya yang panjang- lehernya yang sepucat kulit wajahnya. Aku tidak mengelak kalau dia memang sangat tampan malam ini.

"Kalau kau memiliki wajah seperti **Troll, aku akan lebih terkejut." Kilahku yang membuat seringai di wajahnya.

Wajahnya sudah dijauhkan dariku. Aku baru menyadari kalau Draco duduk di kursi tepat di belakangku. Dia memang sengaja mencondongkan tubuhnya untuk membuatku kaget.

"Sedang mencari siapa?" tanyanya.

Mungkin dia sudah memperhatikan aku sedari tadi. Siapapun yang memperhatikan akan tahu kalau aku sedang mencari sesuatu.

"Teman-temanku" jawabku singkat.

"Kalau yang kau maksud Potter dan orang dungu yang bersamanya, tadi aku lihat" ucapnya tidak lepas dari hinaan. Aku tidak bisa kesal karena kalimatnya sekarang. Siapa tau dia memang benar melihat teman-temanku dan aku bisa meminta informasi itu darinya.

"Benarkah?. Lihat dimana?. Mereka berjalan ke arah stadion bagian mana?" tanyaku berturut-turut.

"Aku tidak mau memberi tahu" balasnya menjengkelkan. Aku hanya mendesah kesal.

"Tapi aku mau mengantarmu ke tempat mereka" katanya kemudian. Aku menatap semangat padanya.

"Antarkan aku sekarang kalau begitu" pintaku tulus.

"Mana kata tolongnya?" ledeknya dengan wajah jahil.

"Tolong Draco" ucapku dengan senyum yang kupaksakan. Draco beranjak dari kursinya.

"Ikuti aku" perintahnya tanpa menoleh sedikitpun, aku langsung mengikutinya.

Begitu keluar dari boks tamu undangan, kami perlu berdesakkan dengan penonton yang bersorak keras. Pandanganku hanya fokus pada punggung Draco. Aku bukan gadis yang memiliki tubuh tinggi, berada di tengah kerumunan tentu membuatku hilang arah. Yang bisa kulihat hanyalah tubuh orang yang saling berdesakkan. Setelah berhasil melewati kerumunan, aku sadar jika Draco mengarahkanku menjauhi tempat penonton.

"Kau yakin ini arah yang benar?. Kita bahkan semakin menjauh dari tempat untuk penonton" tanyaku memastikan.

"Orang yang kau cari ada di tempat paling atas. Tangga untuk ke sana ada di dekat pintu keluar stadion" jawab Draco setelah menghentikan langkahnya. Dia membalikkan tubuhnya untuk menghadapku, lalu menjulurkan telapak tangannya padaku.

ANYONENơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ