9.4. Bintang

283 33 0
                                    

Draco selalu menemaniku berkunjung ke makam kakek beberapa kali dalam seminggu dengan bunga tulip putih yang entah didapatkan dari mana. Dia juga banyak mengenang setiap kali kami ada di beranda lantai dua sambil menatap langit malam. Draco seperti membawaku kembali ke hari-hari baik di Hogwarts dulu. Andaikan waktu bisa diputar lagi.

"Belle, apa kau ingat..." kalimat pembukanya yang membuat bahasan kami menjadi panjang dan bertukar pendapat. Obrolan ringan membuat kami terbahak-bahak ataupun berkelahi ringan karena saling ejek. Tidak jarang juga ada dialog random kami yang sama sekali tidak penting.

"Bintang- mereka indah, tapi sombong. Kadang mereka tidak menampakkan diri di gelapnya langit malam saat aku ingin melihatnya. Jadi, aku tidak sesuka itu pada mereka" celetukku pada Draco yang sedang mendongak ke langit.

"Sesuatu yang indah tidak menampakkan diri setiap saat- Belle. Tapi mereka selalu ada di angkasa yang luar biasa luas itu walaupun kita tidak melihatnya. Mengetahui kalau sesuatu itu selalu ada, bukankah lebih dari cukup?" ucapnya.

Aku hanya tersenyum meskipun tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Draco tentang kalimatnya. Mungkin inilah alasan dia sering mengajakku ke menara astronomi dulu. Draco memiliki dunia dan pemikirannya sendiri tentang langit malam dan segala isinya.

Aku memperhatikan wajahnya dari samping lamat-lamat. Hidungnya yang tinggi dengan porsi yang pas membuatnya semakin terlihat lebih tampan jika dilihat dari samping. Aku berpikir tentang- apa yang membuat wajahnya terkesan sangat angkuh terlepas dari fakta bahwa dia adalah anak bangsawan?. Apakah karena dagunya yang runcing itu? Atau karena kulit pucat dan bersihnya yang seolah tidak pernah tersentuh oleh sembarang orang?.

Aku tidak tahu jawabannya. Yang jelas adalah Draco Malfoy dengan segala warna yang ia punya- mata abu, rambut pirang platina, serta kulit pucatnya sangat sempurna saat dipadukan dengan warna malam hari yang bercahayakan bintang. Dan orang ini duduk di sampingku, menggenggam tanganku, dan bersama, kami menikmati malam indah yang lain.

"Draco. Dibandingkan dengan bintang, aku lebih penasaran akan sesuatu. Pertanyaan ini sudah ada sejak aku berumur sebelas tahun.." celotehku

"Apa itu?" Tanyanya kali ini menoleh dan menatap wajahku.

"Bagaimana rasanya memiliki rambut pirang terang?" Kataku polos. Draco memandangku dengan raut wajah kosong lalu terbahak-bahak. "Konyol ya?. Aku ingin menanyakan ini padamu dari tahun pertama tapi kita adalah musuh sengit saat itu."

"Jawabannya sama saat aku bertanya padamu, bagaimana rasanya memiliki bulu mata yang lentik?" Katanya dan aku membulatkan mulutku seraya mengangguk tanda mengerti.

"Apa yang kau dapatkan?" Tanyanya sambil nyengir.

"Eh.. terkadang aku terlalu fokus dengan apa yang tidak kumiliki. Padahal apa yang kumiliki belum tentu dimiliki orang lain. Tidak ada perasaan khusus karena aku sudah memilikinya dari lahir. Yang harus aku lakukan adalah mensyukurinya" jawabku panjang lebar, Draco kembali tertawa.

"Kenapa kau mengartikannya sampai sedalam itu?. Padahal pertanyaanku tidak ada jawabannya. Ucapnya sambil mengacak rambutku, dan aku meringis malu. "Ah- kenapa aku begitu menyukai gadis aneh sepertimu"

Kami hanya bersikap seperti remaja berumur tujuh belas tahun yang saling menyukai. Kami berbincang penting, bercanda, berdebat, berkelahi, atau sekedar berdialog malas. Kami melewati hari-hari biasa yang bisa lenyap kapan saja di dalam vila.

Terkadang kengerian tiba-tiba kurasakan saat mengingat Harry, Ron, dan Hermione- berjuang melawan dunia yang semakin kelam. Dunia di mana pembunuhan pada muggle dan penyihir yang melawan semakin marak; manusia serigala semakin bebas melakukan teror mengontaminasi manusia untuk menambah populasinya; belum lagi penyerangan dementor semakin membabi buta. Bukan menjadi rahasia bahwa di rezim yang baru ini, manusia serigala dan dementor memihak pada Voldemort yang membuat mereka lebih leluasa dalam berburu dengan brutal. Di tengah kekacauan itu, sahabatku ada di luar sana dan masih menjadi buronan para Death Eater.

ANYONEWhere stories live. Discover now