6.5. Berbagi Cerita

261 42 0
                                    

Keesokan harinya, pertandingan Quidditch diadakan antara Gryffindor melawan Slytherin. Draco tidak bermain. Desas-desus yang kudengar dia sakit sehingga posisi seeker Slytherin digantikan oleh Harper. Draco, aku khawatir padamu.

Gryffindor memenangkan pertandingan, tentu saja waktu yang tepat untuk berpesta. Aku dan Seamus bertugas untuk mengendap ke Hogsmeade- membeli semua keperluan termasuk membeli Butterbeer.

"Bagaimana kau bisa tahu lorong rahasia seperti ini Abel?" tanya Seamus saat kami mengendap. Kunjungan ke Hogsmeade tidak boleh dilakukan sewaktu-waktu oleh para murid, dengan kata lain harus sesuai jadwal.

"Kau lupa aku berkawan dengan Fred dan Geroge si tukang memberontak itu?" timpalku- Seamus tersenyum puas.

Aku membeli whisky api dengan kadar alkohol tinggi secara pribadi- sebelumnya aku belum pernah mabuk dan memang tidak diperbolehkan. Aku rasa minum adalah pelarian terbaik untuk membuatku berhenti berspekulasi tentang ketidakhadiran Draco di pertandingan tadi. Aku ingin tidur- sudah lelah sekali, dan aku harap alkohol bisa membantu. Selanjutnya mungkin aku akan membuat ramuan tidur dosis rendah jika insomniaku tidak kunjung membaik.

Bahkan di tengah pesta dengan segala hiruk pikuknya, aku masih sempat merindukan Draco. Aku merasa sendirian di tengah keramaian ini. Lalu ada adegan dramatis Lavender yang mencium Ron secara tiba-tiba yang membuyarkan lamunanku. Segera aku menoleh ke Hermione- mengkhawatirkannya. Sudah lama aku tahu dalam diam jika Hermione menyukai Ron. Benar saja, Hermione lari sekuat tenaga keluar dari ruang rekreasi yang penuh dengan sorakan gembira itu. Harry mengikuti Hermione dan aku menyambar whisky api yang sudah kubeli tadi lalu menyusul mereka.

Di ruang kelas yang kosong itu, Hermione menangis di pundak Harry. Aku tersenyum masam pada Harry lalu membelai rambut Hermione. Kurasa, selain aku tidak ada yang lebih memahami Hermione bagaimana rasanya melihat pria yang dicintainya bercumbu dengan wanita lain. Yang membuatku sedikit geli di antara rasa prihatin adalah Harry yang selalu ada di sana saat kedua sahabat wanitanya menangis karena hal yang sama. Di suasana yang hening itu, Ron masuk bersama Lavender dan mengubah keheningan menjadi kecanggungan luar biasa.

"Ups" kata Lavender dengan nada menyebalkan- entah kenapa dia mengingatkanku pada Umbridge yang juga sangat amat menyebalkan.

"Oppugno" Hermione memantrai burung yang terbang di atas kepalanya untuk menyerang Ron dan Lavender. Mereka lari keluar ruangan, lalu Hermione kembali terisak.

"Hey! Ayo kita minum whisky saja. Sangat tepat bukan waktunya?" Kataku sambil membuka tutup botol dengan gumaman mantra dan ayunan tongkat.

"Tidak boleh Abela. Kau belum tujuh belas tahun!" sempat-sempatnya Hermione mengomel saat sedang menangis.

"Tidak akan sering aku janji" kataku lalu meneguk cairan itu.

Tenggorokanku seperi terbakar dan mungkin mukaku menampilkan ekspresi yang sangat jelek- karena Harry dan Hermione tertawa. Aku terus-terusan minum sampai mabuk dan tidak ingat apa yang terjadi setelahnya.

**

Aku meregangkan tubuh begitu cahaya matahari memasuki kornea. Kepalaku berdenyut pusing, rasanya sudah sangat lama aku tidak cukup tidur.

"Bangun" kata suara galak di sampingku. Aku terperanjat sehingga memaksa tubuhku untuk duduk.

"Kau yang membawaku ke ranjang?" Tanyaku- Hermione mengangguk.

"Mufliato" Hermione mengucapkan mantra seraya mengayunkan tongkat ke arah Parvati dan Levender di kasur tetangga.

"Mantra apa itu?" Tanyaku lagi.

"Untuk memastikan mereka tidak mendengar percakapan kita, di telinga mereka hanya ada bunyi dengung sekarang," jawabnya "Bukan ini yang penting sekarang- jadi, kau putus dengan Malfoy?"

ANYONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang