16. Pembenaran

1.7K 269 22
                                    

Jadilah senja Rey selama Raka langitnya

-----

Aku, Raka, Aida, dan Aidan duduk melingkar lesehan tanpa alas di atas tanah. Di tengah kami sedang membara api yang kami gunakan untuk membakar jagung kami masing-masing. Jagung ini hasil kebun Om Harto, Aidan memetik dari pohonnya langsung sehingga masih segar.

Sebenarnya kurang menyatu suasana antara api unggun dan sore hari. Maksudku api unggun selalu identik dengan malam tapi sekarang masih sore. Tetapi masa bodo dengan ketidakselarasan itu kami masih tetap menikmatinya. Bukan kapan api itu di nyalakan sebagai penentu suasana tapi bersama siapa suasana itu ingin kita bangun yang menjadi penentu.

"Lo tau ngak Da makna hidup dari jagung?" Tanya Aidan ke adiknya.

Aida menggeleng cuek bahkan gadis itu tidak berusaha sedikit saja untuk mencari jawaban. Keacuan Aida membuat Aidan berdecak sebal.

"Jauh-jauh kuliah ke Jakarta gitu aja ngak tau" ejeknya sama sekali tidak membuat Aida merasa.

"Kalau lo Rey tau ngak?"

Aku langsung tertawa kecil sambil menggaruk kepala. "Kalau aku jawab ngak tau pasti bakalan kamu ejekin juga jauh-jauh kuliah ke Singapura tapi ngak tau. Iya kan, Dan?"

Tawa Aidan pecah. Ini orang emang humoris.

"To the poin banget, Rey" katanya. "Yaudah nih gue jawab sendiri. Jagung ini multifungsi semua bidang. Kulitnya bisa jadi makanan ternak, bijinya bisa jadi cemilan bahkan makanan pokok pengganti nasi, tongkol jagung bisa di olah kembali jadi kerajinan bernilai tinggi. Maknanya manusia itu sekiranya hidup seperti ini. Bisa bermanfaat untuk sesama manusia tanpa melihat manusia itu siapa, gelarnya apa, anaknya siapa, pekerjaannya apa, dan berbagai pembeda kasta sosial yang ada selama ini" bijaknya membuat aku terkesima.

"Tongkol jagung bisa jadi kerajinan?" Tanyaku.

Aidan berekspresi datar "Salah satu hal mencolok dari Cidadap industri kerajinan tau Rey. Lo jalan deh sekitar jalan Dr. Setiabudi, kenalin Bandung lebih jauh sekalian beli oleh-oleh bantu perekonomian rakyat Cidadap"

"Bijak banget kamu, Dan" pujiku membuat ia berlagak terkesima sambil membenahi rambut ke belakang.

"Tapi kenapa harus jagung?" Tanya Aida.

"Yah karena gue anak pertanian lah, Da. Masa gue nyari makna hidup lewat sapi" jawabnya enteng.

Naresh Aidan Hartono, sepupu iparku kuliah pertanian Bogor semester tujuh. Jika dulu jalur hidupku tidak berbelok dari arah yang sudah aku rencanakan aku akan menghabiskan tiga tahun pendidikanku dengan Aidan sebagai junior. Aku pasti bakalan bangga mengagung-agungkan nama Aidan sebagai sepupuku yang cerdas.

"Tanaman lain, Dan"

"Tunggu, Rey" ia terlihat berpikir.

"Tau pohon kelor ngak?"

"Biasa jadi sayur kan yah?"

Aidan mengangguk. "Kelor itu mudah tumbuh kalau kita potong pucuknya daunnya bakalan semakin lebat. Hidup kan penuh masalah dan rintangan. Maknanya kalau kita lagi di uji, jalan kita lagi tersendak, jangan mudah putus asa. Hadapi saja terus, setelah berhasil kita bakalan jadi manusia yang baru tapi tetap sama. Gimana yah, maksudnya di garis keberhasilan kita bakalan punya perasaan lega dan ngak nyangka wah gue juga bisa sekuat ini. Manusia tuh setelah di uji lebih indah tau, lebih paham wah hidup tuh ternyata gini" panjangnya mempresentasikan makna hidup.

Aku mengangguk-angguk. Lalu jagung masih panas Raka sodorkan di hadapanku. Aku mengambilnya tanpa melirik Raka sedikit pun. Aku lagi fokus ke Aidan.

BAB II - Assalamualaikum Ketua RohisWhere stories live. Discover now