15. Makan Malam

1.6K 291 25
                                    

Cinta pertama seorang anak itu Ayahnya dan cinta terbesar seorang pria itu anaknya

-----

Kami melanjutkan perjalan dari Cicendo ke Cidadap, rumah Aidan. Tidak perlu waktu lama untuk beralih tempat yang hanya berbeda kecamatan saja. Sekitar jam dua siang kami sampai di rumah Aidan. Cukup lama menghabiskan waktu di rumah Andi. Atau tepatnya suamiku Raka begitu menikmati saat-saat ia berkumpul dengan beberapa kawan seperjuangannya selama SMA. Beberapa memang hadir, ada yang merantau dari Jakarta ke Bandung untuk mencari kehidupan dan ada pula yang menikah dengan orang Bandung hingga memilih menetap di tempat ini dengan julukan Paris Van Java.

Sekarang Azar sudah berlalu beberapa menit. Aku yang mengenakan mukenah keluar dari kamar Aidan menghampiri Adia, putri bungsu Mbak Astrid yang sudah berumur tiga tahun. Di situ juga ada Aida, sepupuku yang sempatku anggap salah satu dari sekian Zulaikah di luar sana dulu. Ah malu, kenapa bisa cemburu ke Aida, kenapa perasaan di masa remaja itu terlalu membuat otak beku berpikir.

Sungguh wanita mampu menyembunyikan cinta selama 40 tahun, namun tak sanggup menyembunyikan cemburu meski sesaat.

(Ali bin Abi Thalib)

"Kamu libur, kok bisa ke Bandung?" Tanyaku ke Aida.

Ia tersenyum manis, lesung pipit kiri kanan gadis itu muncul bagai pemanis candu.

"Masih libur semester loh Rey aku masuknya minggu pertama bulan depan" jawab Aida membuat aku mengangguk.

"Udah mulai KKN dong kamu?"

"Iya nih" jawabnya tapi di ikuti senyuman singkat.

"Ada masalah, Da?" Tanyaku pelan.

Aida melihat aku, cuman memandang dan cukup lama berdiam diri.

"Ngak ada sih, cuman belum nemu tempat buat KKN"

"Tempat KKN bukan di sediain dari kampus?"

Aida menggeleng, itu berarti ia harus mencari tempat sendiri. Mungkin kebijakan kegiatan ini berbeda-beda setiap universitas.

"Kamu sudah bisa milih tempat? Bukannya ngajuin surat ke fakultas dulu?" Tanyaku bingung.

"Belum sih, aku rencana mau nyari tempatnya dari sekarang Rey biar masuk kampus bisa cepat ngajuin surat ke bagian tata usaha. Kan ribet kalau udah mau ngajuin surat tapi tempat masih mikir"

Aku mengangguk-anggukan kepala paham sekarang. Aida sudah berpikir jauh ke depan. Selain punya tingkat kepercayaan diri tinggi, kelebihan lain keluarga Raka itu selalu berpikir matang dan jauh untuk semua hal. Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya.

"Mau daerah Bandung?" Tanyaku lagi. Kalau Aida mau aku bisa rekomendasikan sekolah Andi.

Aida menggeleng. "Aku pengennya daerah Jakarta ngak jauh dari kampus biar pas punya urusan di kampus ngak bingung bolak baliknya"

"Jangan bingung nanti aku bantu cari sekolahnya, Da" kataku membuatnya tersenyum lagi.

Itu janji bukan? Kata Raka amanah itu tanggung jawab yang penting. Apa yang tadi aku katakan? Mau membantu? Punya kenalan saja kayanya tidak ada. Sahabatku tidak ada seperti Andi yang bergelut di dunia pendidikan. Tenang Rey, kamu punya Raka yang bisa bantu kamu pusing.

Kami lalu main dengan Adia melupakan keluh kesah Aida tadi. Masuk kampus itu sulit tapi keluar dari kampus itu lebih lebih lebih sulit. Teori yang ku paham semenjak menginjak dunia kampus. Realita kehidupan dalam universitas berbeda sangat dengan dunia FTV. Sungguh.

BAB II - Assalamualaikum Ketua RohisWhere stories live. Discover now