Chapter 36. Menghilang

47 1 0
                                    

Selepas acara hajatan doa yang di gelar seminggu lalu, Zhia mengurung dirinya di dalam kamar dan tidak lagi keluar. Setiap waktu makan, Laura selalu mengantarkan makanan ke dalam kamarnya Zhia, dia telaten menyuapi di saat menantunya tidak mau makan. Ketika pagi dan sore hari, Zhia keluar lewat jendela kamar lalu menjulurkan tambang ke lantai bawahnya untuk numpang naik lift. Dia menemui anggota gengnya diam-diam tanpa di ketahui orang selantai, saat pagi pulangnya jam tujuh pas anggota lainnya berangkat sekolah. Kalau sore pulangnya menjelang magrib ketika Jac pulang kerja, karena Zhia menganggap bahwa ibunya dan mertua hanya tau bahwa dia ada di dalam kamar.

Pagi ini, Angel menyapu lantai markas yang sudah kelihatan berdebu sambil menanti Zhia. Biasanya dia datang lebih pagi dari Angel namun hingga pukul enam lebih belum datang juga, tak bergulir lama Krish dan Aldi datang menyalami Angel lalu menghampiri Dhika yang sedang menikmati kopi di dalam markas. Angel selalu menjamu Zhia dengan sesuatu hal menurutnya seru agar Zhia bisa melupakan kesedihan yang di alami namun selama ini istri almarhum Jefri kelihatan ceria seperti biasanya, bahkan orang lain tidak tau kalau dia sedang berduka. Zhia memang belum resmi menggantikan Jefri tapi setelah kepergiannya, Zhia lah yang mengatur Geng Kadja dengan baik dan tetap aman-aman saja sampai sekarang meski tanpa leader. Baru di ingat, Angel pernah meminta nomor ponsel Laura saat pemakaman Jefri dahulu untuk selalu mewaspadai Zhia, mana kala dia stress dan butuh tempat curhat. Angel akan segera bergerak.

Ponsel Zhia tidak aktif saat di hubungi, Angel mencoba menunggu telfonnya tersambung supaya kegundahannya hilang karena sebentar lagi dia dan yang lain juga akan berangkat sekolah. Zhia mengambil cuti dua minggu dengan alasan berobat dan kepala sekolah percaya begitu saja, beberapa saat menunggu. Akhirnya telfonnya tersambung dengan Laura yang mungkin sedang sibuk jadi baru di angkat sekarang.

"Halo tante, ini Angel temannya Zhia yang biasa datang setiap sore kelantai. Maaf ngeganggu, cuma mau nanya Zhia gimana keadaanya sekarang ya tan? Aku harap makin membaik," tanya Angel memulai percakapan.

"Halo, oh iya nak Angel gak ganggu kok. Sekarang ini Zhia makin mengkhawatir kan, kalo hari-hari biasanya masih mau makan minum sendiri tapi genap dua hari ini. Dia tidak mau makan sama sekali bahkan untuk meminum susu sedikit saja tetap gak mau, sudah berulang kali saya dan ibunya mencoba menyuapi si Zhia namun gak ada yang berhasil. Ayahnya Jefri ikut andil menyuapi Zhia namun tetap tidak berhasil, kalau tidak sibuk mungkin nak Angel bisa bantu kami supaya Zhia mau makan. Kami benar-benar khawatir dengan keadaan Zhia nak," jawab Laura dari dalam ponsel Angel.

"Iya tante, saya akan segera ke sana," timpal Angel lalu mematikan ponselnya.

Pantas saja kemaren, Zhia terlihat pucat dan lemas. Suaranya saja hampir tidak bisa di dengar ternyata dia sedang tidak enak badan. Di teras markas, Angel sudah di tunggu tiga lelaki untuk berangkat bersama tapi dia menolak. Surat izin yang di buat dadakan, Angel titipkan pada Dhika supaya di serahkan untuk wali kelas.
Hari ini, dia tidak bisa masuk sekolah karena harus bergegas ke rumah Zhia. Ketiga teman lainnya bisa memaklumi keadaannya Zhia, di tinggal pergi untuk selama-lamanya itu bukanlah hal yang mudah apalagi bagi seorang perempuan. Mereka tetap bermotor bersama namun Angel belok ke kanan menuju apartemen Zhia sedangkan yang lainnya lurus menuju sekolah. Walau sedang buru-buru, Angel tetap bisa menyelingi bermotornya dengan gaya yang berbeda-beda hingga dia tidak sadar kalau sudah sampai di teras apartemen Zhia. Yang ada di pikiran gadis sembilan belas tahun itu hanyalah perempuan muda yang sudah di anggap seperti adiknya sendiri, dia pasti sedang menunggunya datang untuk menenangkan keadaan hatinya yang sedih di landa nestapa.

Tiba di lantai milik Zhia, Laura menyambut Angel dengan hangat. Dia mengajak Angel duduk di sofa dahulu sambil menunggu dirinya membuatkan teh namun satu gelengan dari Angel sudah cukup menggantikan kata tidak, dia pamit menghampiri Zhia yang masih mengurung diri di dalam kamar. Laura menjawab dengan anggukan karena dia sendiri juga tidak bisa membujuk menantunya, dua pintu kamar yang tertutup rapat nampak tidak terkunci. Tanpa pemisi, Angel langsung membuka salah satunya dan melihat Zhia yang sedang menangis di pojokan ranjang. Dengan foto wedding di cengkeram kuat   kini baru kelihatan Zhia yanh asli dia bukanlah cepat ceria, namun terlalu larut dalam duka. Langkah sigap di rasa semakin mendekat ke arahnya, Zhia tidak segera menghapus air matanya karena dia tak sanggup lagi menyembunyikan kesedihan yang menghujam hatinya. Tangan lentik Angel memegang kedua bahu Zhia, Angel duduk di sampingnya dengan senyum hangat yang terulur.

Tuturan-tuturan hangat terdengar di telinga Zhia, cewe berumur sembilan belas tahun di sampingnya bilang kalau menjadi seorang perempuan harus kuat. Jangan sampai dia terlena dalam nestapa  yang menenggelamkannya, harus segera bangkit dan menjalankan semua seperti biasa karena takdir manusia hanya ada di tangan Sang Maha Kuasa. Jadi perempuan gak boleh lemah, biar kita tidak bisa di sepelekan siapapun. Jaga harga dirimu dan gengmu seperti almarhum suamimu, begitulah tuturan Angel yang amat bijak. Umurnya memang masih sangat belia namun pemikirannya sudah dewasa, benar-benar matang seperti penuturan ibunya. Zhia hanya terdiam mendapatkan penuturan semacam itu, dia masih meresapi sisa-sisa  kesedihan sambil mencerna perkataan Angel barusan. Ada benarnya juga, Jefri meninggal meninggalkan geng besar dan tidak baik bagi geng besar kayak KADJA mengalami kekosongan leader terlalu lama. Paling nggak harus ada ganti secepatnya, sebagai istri yang baim dia harus siap menjadi ganti suaminya.

Namun Zhia benar-benar belum siap untuk menjadi pemimpin, ngendaliin emosi saja masih gak bisa apalagi harus memimpin senior-seniornya.

"Kak, apa aku bisa menggantikan bang Jefri untuk memimpin Geng Kadja? Setelah di pikir-pikir, omongan kakak ada benarnya. Aku gak boleh larut dalam kesedihan  apalagi almarhum bang Jefri ninggalin geng,"  tanya Zhia mengubah posisi duduk menghadap Angel.

"Bisa, pasti bisa! Ya baguslah kalau kamu bisa mencerna perkataanku. Jadi seorang pemimpin memang tidaklah mudah namun seiring berjalannya waktu kamu pasti juga akan mengerti tentang kepemimpinan, gantikanlah posisi Jefri. Aku siap membantumu," jawab Angel menenggelamkan Zhia dalam pelukannya.

Karena dapat dukungan dari Angel bahkan Angel mau membantunya, Zhia akan menyiapkan diri untuk mengganti posisi almarhum suaminya. Mungkin dia tidak akan lagi mengurung diri dan sisa cutinya akan di maanfaatkan untuk melatih diri supaya bisa menjadi pemimpin yang bijak, tegas. Dengan satu tarikan napas, sambil memejamkan mata Zhia memantapkan hati.

                      Bersambung

KADJA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang