Di luar dugaan, brownis yang Aura buat rasanya bahkan jauh lebih enak dari yang laki-laki itu beli. Sejak kejadian itu, mereka berteman sampai akhirnya menjalin kasih. Bahkan mamanya Dhimas seringkali meminta Aura membuatkan brownis untuknya.
"Kamu masih mau di sini?" Tanya Dhimas pada Dinda.
"Enggak, aku mau langsung pulang. Ada virtual photoshoot di rumah, udah hampir malam juga."
"Aku nggak bisa antar kamu pulang. Masih ada meeting jam tujuh malam nanti."
"Nggak pa-pa Dhim, aku bawa mobil kok. Kalau gitu aku pulang dulu ya,"
"Hati-hati sayang! Makasih browinsnya."
"Semangat meetingnya, jangan lupa makan malam."
"Iya,"
Dhimas beranjak dari kursi saat Dinda keluar ruangan, laki-laki itu meraih kunci mobil serta ponselnya untuk menuju suatu tempat. Tidak ingin banyak berfikir, dia hanya mau hari ini kegalauannya terobati.
***
Dan di sinilah Dhimas sekarang, di depan ruko berukuran sedang. Matanya menatap sendu pada plakat nama, serta tulisan 'open' yang tergantung di pintu kaca toko kue tersebut.
Matanya berbinar, diiringi langkah pelan memasuki toko. Kala membuka pintu, pemandangan pertama yang laki-laki itu lihat adalah wajah manis milik Aura.
"Selamat dat-" Ucapan perempuan itu terhenti, ketika menyadari yang masuk tokonya adalah Dhimas.
"Ra,"
"Dhi-Dhimas." Bohong jika Aura tidak rindu pada laki-laki itu. Namun tekadnya untuk pergi dari bayangan masa lalu, menjadi tembok pembatas yang dia kuatkan agar tidak runtuh.
"Selamat datang, mau cari kue?" Sahutnya kemudian, perempuan itu berusaha seprofesional mungkin menyambut Dhimas yang saat ini menjadi pembeli di tokonya.
"Aku cari kamu Ra," Ujar Dhimas cepat membuat Aura memalingkan wajah.
Jangan sampai upaya move-on ini berantakan hanya karna melihat dia lagi. Batin Aura.
"Ekhm, duduk Dhim! Mau aku buatin minum?"
"Nggak perlu, aku cuma mau ngobrol bentar sama kamu." Aura mengangguk sembari mengambil kursi dan duduk di hadapan Dhimas.
"Oke, mau bicara apa?"
"Beberapa bulan ini aku cari kamu, kenapa kamu pindah dari apartemen?" Tanya Dhimas membuat Aura tersenyum simpul.
"Nggak pa-pa Dhim, sudah lama aku berniat buka usaha. Kebetulan ada Ruko yang disewakan dengan harga murah. Jadi aku langsung ambil malam itu."
"Kamu kenapa cari aku, ada perlu ya?" Laki-laki itu diam beberapa saat.
"Aku mau minta maaf soal malam itu Ra, aku kekanakan banget balas dendam dengan cara yang tidak masuk akal." Aura kembali tersenyum.
"Kamu pasti marah sama aku, sampai nggak bisa dihubungi bahkan kamu keluar dari kantor." Aura tersenyum kecil.
"Udahlah Dhim, aku keluar dari kantor nggak ada hubungannya sama masalah kita kok. Lagian, aku nggak merasa kamu jahat. Seperti yang aku katakan malam itu, ini adil buat kita berdua. Kamu nggak perlu merasa bersalah."
"Ra, aku sungguh-sungguh minta maaf." Sesalnya.
"Dhim, nggak usah kamu pikirin. Lebih baik kamu memikirkan hal yang lebih penting, seperti rencana pernikahan kamu atau urusan kantor." Ujar Aura sembari menatap cincin yang melingkar di jari laki-laki itu.
Dhimas menyadari, lalu menghela nafas pelan.
"Namanya Dinda, perempuan yang menemani aku setelah kita putus beberapa tahun lalu. Dukungan dia mampu membuatku bangkit hingga sekarang, Tapi rasa cinta yang aku punya untuk dia, nyatanya tidak sebesar cinta yang aku punya untuk kamu Ra." Aura membeku, ucapan Dhimas sungguh jebakan yang harus ia hindari.
"Saya senang Dhimas menemukan perempuan secantik dan sepintar kamu. Tapi soal yang satu ini, saya tidak bisa menerima kamu di keluarga kami. Jadi tolong mengerti."
"Dhimas harus mendapat perempuan sempurna yang bisa menemani dia dalam hal apapun." Aura terperanjat kemudian beranjak cepat dari kursi.
"Dhim, sudah jam delapan. Waktunya toko tutup, sebaiknya kamu pulang."
"Ra, apa nggak bisa kita lanjut ngobrol dulu." Pintanya.
"Maaf Dhim, aku ada perlu sama seseorang. Tuh mobilnya udah di depan." Aura menunjuk mobil yang baru saja berhenti di seberang jalan.
Dhimas menyipitkan mata, lalu mengamati Aura yang buru-buru membereskan barang.
"Kamu sebaiknya pulang Dhim, aku pergi dulu." Aura menggiring Dhimas keluar, lalu mengunci pintu rukonya.
Dhimas mematung menatap kepergian Aura. Mau ke mana dia? Pergi sama siapa malam-malam begini?
YOU ARE READING
Save The Date!
ChickLit"Kamu udah nikah?" "Hehe, belum." "Kenapa belum?" "Karna memang belum ketemu jodohnya. Kamu sendiri, udah nikah?" "Aku juga belum," "Kenapa? Belum ketemu jodohnya juga?" "Kan baru ketemu kamu hari ini." Setelah itu keduanya terdiam, membiarkan kehen...
