4.11. Pesta Dansa Bodoh

Start from the beginning
                                    

Dia mulai membuka mulutnya "Apa kau sadar betapa bodohnya kau sekarang? Berlari di tengah hujan salju dengan telanjang kaki." Nadanya terdengar sangat khawatir. Namun terasa mengesalkan mendengarnya. Seolah menyadarkan aku tentang betapa bodoh dan kekanakannya sikapku.

"Iya, aku bodoh. Terima kasih sudah menyadarkanku. Kembalilah, Parkinson sedang menunggumu." Ujarku sambil berbalik berusaha menjauhinya. Lagi-lagi dia mencengkram lenganku.

"Sakit Draco!" ujarku kesal sambil berusaha melonggarkan tangannya.

"Maaf Belle, kau harus melihatku bersama Pansy. Padahal aku sudah bilang tidak akan berdansa dengan siapa-siapa jika tidak deganmu." Draco meminta maaf dengan sangat tulus, "Kau sudah bilang tidak akan datang dan itu terjadi begitu saja. Dia yang memaksaku berdansa."

''Tidak perlu minta maaf Draco. Sebenarnya kau berhak untuk berdansa dengan siapa saja. Tapi kenapa harus Parkinson? Bahkan kau sudah berjanji untuk melindungiku darinya, kau tahu sebenci apa aku padanya. Aku bahkan tidak mengerti kenapa harus sekesal ini, kesal kenapa aku harus sebodoh ini. Sekarang biarkan aku kembali ke asrama" kataku terburu-buru dan memalingkan wajah. Air mataku semakin mendesak untuk keluar.

"Tidak akan kubiarkan kau pergi sampai semua ini menjadi jelas!" Tegasnya.

"Okay, akan aku perjelas.-" aku mengatakannya dengan nafas yang tersenggal-senggal "Berhenti membuatku salah paham Draco. Bersikap hangat padaku, peduli padaku, bahkan sampai memberikan aku gaun. Aku mohon, jangan buat aku semakin bodoh sampai berpikiran untuk memberimu kejutan dengan datang mengenakan gaun ini." Gawat, air mataku mulai jatuh ke pipi. Aku segera menghapusnya dengan telapak tanganku. "Hentikan semua ini. Kembalilah ke sikap dinginmu seperti pertama kali kita bertemu, kembalilah untuk saling memanggil nama belakang masing-masing."

"Tidak mau!. Aku bahkan hampir berhasil kenapa aku harus berhenti?!" Draco sedikit membentak.

"Hampir ber- berhasil? Berhasil dalam apa?" 

"Untuk membuatmu menjadi milikkku". Pernyataan sangat seriusnya membuat jantungku berdegup hebat. Aku khawatir dia dapat mendengar suara degupnya. Dadaku terasa sesak, hanya bisa terpaku, bahkan mengatur nafaspun susah. Seakan tidak percaya, dan terus berharap jika ini bukan mimpi.

Draco tersenyum tipis, agak tersipu.

"Wajahmu sangat lucu, Belle" ledeknya dengan berbisik di telingaku.

Aku kembali menyadarkan diri dan mecoba melepas cengkraman Draco di lenganku- berhasil- namun hanya sebentar. Dia melepas genggamannya di lengaku untuk berpindah ke pinggangku. Menarik tubuhku agar lebih dekat dengannya. Aku tidak bisa mengontrol bagaimana ekspresiku ataupun semerah apa warna pipiku. Kulihat dia menyeringai dan menggigit bibirnya sendiri. Menempelkan dahinya di dahiku, lalu berkata.

"Kau sangat cantik. Gaunnya sangat cocok seperti memang dibuat untukmu. Aku sangat suka tatanan rambutmu. Dan ia wangi seperti biasanya. Terima kasih kejutannya" ya Tuhan, dia sangat menggoda.

"Dra- Draco, kurasa kita terlalu dekat." Kataku gugup sambil meletakan kedua tanganku di dadanya, berusaha mendorong menjauh.

"Mana bisa aku menjauh. Waktu yang tepat untuk menciummu kan.." ucapnya, yang langsung diikuti dengan tindakannya.

Dunia terasa berputar. Entah sihir apa yang dia gunakan, aku tidak bisa menolak bibirnya yang terus menempel. Kupegang jubah pesta yang menyentuh dadanya dengan kencang. Tangan kanannya masih memeluk pinggangku erat, tangan kirinya menyentuh leher belakangku untuk mengarahkan posisi. Aku terus memejamkan mata, mengikuti gerakan bibirnya. Jika bisa dilihat, mungkin di dalam tubuhku sedang ada pesta kembang api.

Draco Malfoy membuat malam itu menjadi tidak dingin lagi. Aku menyerah, dan mulai sejatuh cinta itu dengan pria yang memiliki nafas harum dan bibir lembut ini. Bibirnya mulai menjauh, lalu dia memelukku. Telingaku menepel di dadanya- bahkan detakan jantungnya terdengar sangat merdu. Aku mendongak, membuatnya berhenti membelai rambutku. Draco menunduk untuk melihatku,

"Kau berniat memelukku sampai aku membeku di sini?" tanyaku yang memang berniat untuk bercanda. Draco tertawa dengan lepas, aku bisa melihat giginya yang sangat putih.

"Haha, maafkan aku. Aku hanya tidak mau kau pergi. Ayo masuk ke dalam" ajaknya sambil menggandeng tanganku.

"Kemana? Aku tidak mau ke pesta dansa bodoh itu lagi" 

"Tidak ke sana Belle. Ikuti aku" jawabnya sambil berjalan, masih mengaitkan jarinya di telapak tanganku.

"Kau sangat cocok dengan jubah pesta mahalmu." Pujiku yang mengundang tawa kecilnya.

"Thanks. Tapi aku tidak akan meminjamkan jubahku untuk menyelimuti punggungmu." Ternyata dia menangkap kode dariku.

"Aku tidak tahu ternyata kau sangat peka ya". Aku agak menyindir, Draco menghentikan langkahnya.

"Tapi aku akan memelukmu sebagai gantinya." Draco melepaskan gandengan tangan kami lalu memasukan tubuhku ke dalam jubahnya. Jubahnya memiliki kerah tinggi, berwarna hitam elegan yang sangat kontras dengan warna rambut dan juga kulit pucatnya.

Kami melanjutkan langkah menuju menara Astonomi. Memandang langit malam penuh bintang yang menangis dalam bentuk butiran es. Faktanya, pemandangan malam itu kalah indah dengan sosok yang duduk disampingku. Kami bercanda seolah tidak terjadi apa-apa setengah jam yang lalu. Malam menjadi semakin dingin dan kami menyerah untuk terus bersama. Draco mengantarku sampai pintu ruang rekreasi Gryffindor.

Sebelum masuk, aku berbalik untuk berbicara terakhir kali padanya malam ini "Kau tahu-"

"Ya?" tanggapannya.

"Kau harus mengatakan perasaanmu terlebih dulu sebelum mencium seorang gadis" lanjutku yang membuat dia tertawa.

"Kau benar. Kalau begitu aku akan mengatakannya sekarang" pipi Draco semerah tomat "Aku mencintaimu Belle. Mungkin ini urutan yang salah, tapi kau harus tau- kalau aku mencintaimu. Sangat."

Aku tersenyum lalu menjawabnya "Aku juga mencintaimu Draco," senyum indah kembali menghiasi wajahnya.

"Kau harus pergi dulu, aku tidak akan membiarkan kau mendengar aku mengucapkan password untuk masuk Gryffindor" kataku serius tapi malah membuatnya tertawa lagi- lalu dia berbalik, menuruni tangga dan hilang dari pandangan.

Aku masuk ke asrama setelah mengatakan password. Segera aku berganti pakaian dan menghangatkan badanku di bawah selimut. Memutar kembali memori yang lebih dari sekedar menakjubkan dan sesekali tersenyum malu.   

ANYONEWhere stories live. Discover now