24. Dari hati ke hati

1.2K 209 8
                                    

Kita perlu bicara, dari hati ke hati.

-Davin-

Davin berjalan gontai memasuki privat room di klub miliknya. Ketika pintu terbuka, bunyi terompet berpadu dengan suara teriakan heboh dan percikan kertas kerlap-kerlip menyambutnya.

"Surprise!!" seru kelima pria tampan yang tak lain sahabat-sahabatnya sejak SMA.

Namun, bukannya senang mendapat kejutan tak terduga dari para sahabatnya. Davin malah mendengkus pelan, wajahnya nampak kusut dan tak bersemangat. Langkahnya seperti zombi kelaparan, berjalan lesu menuju sofa tanpa menghiraukan satu pun para sahabatnya yang dibuat cengo oleh sikapnya.

"Lo kenapa?" tanya Reyvan ketika Davin mendaratkan bokongnya di sebelah.

Sean yang duduk di sebelah kiri Davin, spontan memegang kening pria itu untuk memastikan suhu badannya. "Pantes, panas kaya pantat ayam," celetuk Sean, dengan selera humornya yang aneh. Tapi ketiga pria lainnya; Devan, Arsen dan Samuel, ikut tertawa mendengar celetukan garing Sean.

Davin berdecak, menyingkirkan tangan Sean dari keningnya. Wajahnya masih datar, tak terpengaruh sedikitpun akan candaan Sean. Begitu juga Reyvan yang memperhatikan, seolah hanya pria itu yang peka dengan wajah suntuk Davin.

"Wuih, galak," seru Sean, masih bercanda. "Mentang-mentang mau lepas lajang jadi galak kaya kucing olen baru lepas karantina."

Davin tak menggubris celotehan Sean dan memilih menyambar botol di depannya, berniat menuang isinya ke gelas kosong yang tersedia di atas meja. Tapi, gerakan tangan Reyvan lebih gesit. Pria itu menahan pergelangan tangan Davin, menarik atensi sang empu dan sahabat-sahabatnya yang terlihat bingung.

"Lo ada masalah?" sergah Reyvan, matanya menatap serius Davin yang tengah bertatapan dengannya. "Kalau ada masalah cerita, bukan lari ke dia." Lalu ia mengedikkan dagunya ke botol laknat yang masih digenggam oleh Davin.

"Lo kenapa, Vin. Ada masalah?" Devan bersuara.

"Kenapa, kenapa, kenapa?" Sean ikut-ikutan, kepo. Sampai-sampai ia mencondongkan setengah tubuhnya ke Davin, tapi pria itu langsung menoyor kepalanya. "Aww, sakit woy!" pekik Sean, kesal.

Davin hanya mendengkus, lagi-lagi tak menggubris celotehan Sean maupun pertanyaan sahabat-sahabatnya. Namun, sepertinya Reyvan telah mencium gelagat mencurigakan pada pria itu.

"Lo berantem sama Rena?" Kali ini Reyvan langsung to the point. Pasalnya ia juga melihat keadaan yang serupa pada adiknya yang tiba-tiba uring-uringan tak jelas.

Davin tak menjawab, ia malah mengerang frustrasi seraya mengusap kasar wajahnya. Kemudian tertunduk lesu, memegangi kepala yang serasa mau pecah. Merasa buntu dan putus asa untuk menghadapi masalahnya dengan Rena.

"Lo berantem sama Rena?" Kali ini Sean yang bertanya, tak ada lagi gurauan yang terselip. Bahkan ekspresinya bisa menyesuaikan kondisi. "Biasa, godaan nikah emang begitu. Jangan terlalu dipikirin." Sean menepuk-nepuk bahu Davin, mencoba merilekskan keadaan sahabatnya yang nampak tegang.

Tapi yang terjadi, Davin malah menggerakkan bahunya, sengaja menyingkirkan tangan Sean dari sana. "Biasa lo bilang? Apa dulu Vina pernah balikin cincin sebelum hari pernikahan? Kalau iya, berarti gue bisa anggap itu biasa dan wajar!" sarkas Davin, entah kenapa ia jadi mudah tersulut emosi sejak siang tadi selepas pertengkarannya dengan Rena.

Marry Me (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang