9. Munafik

1.2K 236 16
                                    

Davin meringis, menahan sakit ketika Rena menekan lukanya dengan kapas yang sudah diberi cairan antiseptik. "Awww!"

Rena mencebikkan bibirnya. "Sakit 'kan? Emang enak, lagian suruh siapa berantem. Jadi bonyok gini 'kan muka lo!" omel Rena, miris melihat wajah tampan Davin berubah babak belur setelah baku hantam dengan Alan tadi.

"Aww, pelan-pelan Ren. Lo kayanya dendam banget," keluh Davin, memasang ekspresi seakan orang yang paling teraniaya.

"Bodo amat! Suruh siapa juga lo berantem, sok jadi pahlawan kesiangan." Rena mengolesi salep ke sudut bibir Davin yang terluka.

"Terus, lo pengennya gue diem aja gitu lihat lo diseret-seret kaya kambing sama si brekele itu." Davin mendengkus. "Mana bisa Ren, lihat lo dibentak aja hati gue sakit. Apalagi lihat lo diseret-seret begitu, naik pitamlah gue."

Bukannya tersentuh oleh ucapan Davin, Rena malah mencibirnya. "Hilih, lebay banget si lo. Udah ah, gue lagi males ngomongin cinta-cintaan bikin makan hati aja tahu." Saking kesalnya, ia melempar kapas ke Davin.

"Nih." Davin menyodorkan teh botol sosro ke Rena. Wanita itu mengerutkan keningnya, menatap heran botol yang disodorkan oleh Davin. "Apapun makannya, tetep teh botol sosro minumnya," ucap Davin menirukan iklan teh botol yang sering muncul di televisi.

Rena mendengkus geli, tak mampu menyembunyikan tawanya. Selera humornya bersama Davin begitu receh sekali. "Lama-lama lo bisa jadi brand ambassador-nya teh botol sosro."

"Nggak papa, asal jangan teh pucuk," jawab Davin sekenanya.

"Kenapa?" tanya Rena, memalingkan wajahnya ke jalan raya di depannya. Saat ini keduanya berada di pinggir jalan, tepatnya di samping penjual minum gerobakan.

"Ogah aja kalau misal nanti gue disuruh pakai kostum ulat hijau yang kepalanya segede helem."

Rena yang baru menenggak minumannya, seketika terbatuk-batuk, ia tersedak minumannya karena mendengar jawaban konyol Davin.

"Pelan-pelan Ren, lagian nggak bakal ada yang minta juga kali. Ngapain buru-buru minumnya." Davin mengelus punggung Rena.

"Vin, otak lo kegeser deh kayanya." Rena memegang kening Davin. "Apa pukulan si Alan sekenceng itu sampai bikin lo jadi gesrek?"

"Sial!" Davin menyingkirkan tangan Rena dari keningnya, sementara wanita itu malah cekikikan menertawakan ekspresi kesalnya. "Gue rela jadi gesrek, asal bisa balikin tawa lo lagi," celetuk Davin.

Tawa Rena berangsur mereda, ia menyeruput kembali teh botolnya, menghela napas panjang dan dalam. "Thank's Vin, gue seneng lo sepeduli itu sama gue. Tapi sepertinya lo nggak harus bertindak sejauh itu, gue nggak mau lo berubah demi gue, cukup jadi diri lo sendiri. Jangan pernah berubah hanya demi orang lain yang belum tentu bisa membalas perasaan lo."

Davin menolehkan kepalanya ke Rena, memandang sejenak wajah sendu wanita itu, sebelum memlemparkan pandangannya ke arah jalan raya. "Kesempatan nggak akan pernah datang dua kali, gue hanya mencoba memanfaatkan setiap momen beharga saat bersama lo. Meskipun gue harus berubah jadi mr.Bean agar bisa bikin lo ketawa, gue rela."

"Seriously?" Rena menatap Davin, bersamaan dengan pria itu yang kembali menoleh padanya, sembari menganggukkan kepala pelan. "Masa? Emang lo bisa kaya mr.Bean?"

"Kaya gini." Davin merubah ekspresinya jadi tersenyum konyol, menirukan senyuman mr.Bean yang lebar. Sontak hal itu berhasil membuat Rena tertawa terpingkal-pingkal. Gue rela Ren, bertingkah konyol demi bisa lihat lo tertawa selebar itu.

Rena menghentikan tawanya saat mendengar suara ponsel berdering nyaring, ia segera mengambil ponsel dari dalam tasnya. "Mama." Keningnya mengkerut ketika melihat nomor mamanya muncul di layar. "Bentar ya, gue angkat telepon dulu dari mama, takut penting."

Marry Me (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang