19. Rumor

1K 195 9
                                    

Manusia, pencipta rumor paling kejam, penikmat gibah, pecandu hoaks.

Mobil yang dikendarai Davin tiba di depan parkiran rumah sakit, sebenernya Davin ingin mengantar Rena sampai lobi. Namun wanita itu meminta diantarkan sampai parkiran saja, wanita itu tidak ingin orang-orang berspekulasi negatif jika melihat dirinya diantarkan oleh pria lain setelah rumor tak sedap tersebar luas atas gagalnya pernikahannya dengan Alan.

"Makasih, gue langsung masuk ya." Rena tersenyum manis, sembari melepas sabuk pengaman. Ia ingin bergegas keluar, takut kalau ada orang yang melihat. Bisa dibilang kalau saat ini Rena dan Davin memang Backstreet, ia belum siap untuk go publik. Bukan karena apa-apa, hanya saja ia tak tahan dengan mulut orang-orang di sekitarnya yang pasti akan terang-terangan menggunjingkan dirinya dengan berbagai gosip miring. Sedikit informasi kalau penghuni rumah sakit di tempatnya bekerja lebih didominasi oleh kaum lambe turah.

"Ren, tunggu." Davin dengan cepat menahan tangan Rena ketika wanita itu sudah akan beranjak keluar.

"Kenapa?" Rena mengurungkan niatnya, ia menoleh, mengerutkan keningnya saat melihat Davin mencondongkan tubuh ke depannya. "Eh!" Rena memekik, terkesiap saat sebuah kecupan mendarat di pipinya tanpa aba-aba. Matanya melotot nyaris keluar dari tempatnya. Bagai mendapat serangan jantung tiba-tiba, untuk persekian detik rasanya jantung Rena seperti berhenti berdetak. Belum lagi reaksi yang dirasakan oleh tubuhnya, memicu pipinya memanas.

"Hati-hati Sayang. Jaga diri, jaga hati, karena ada hati yang sedang menanti," ucap Davin seraya mengusap lembut pipi Rena yang baru saja dikecupnya.

Rena seperti patung, makin membeku mendapat perlakuan tak terduga dari Davin. Oke, Rena memang norak untuk hal yang dianggap sepele begini. Tapi jangan salahkan ia kalau reaksi tubuhnya begini, karena selama setahun ia bahkan belum pernah berciuman, untuk mencium pipi Rena saja Alan harus meminta izin berkali-kali agar diperbolehkan. Tapi Davin, pria itu baru beberapa jam menyandang gelar pacar, namun sudah berani mencium pipi Rena tanpa izin.

"Masuk gih, nanti telat." Tangan Davin berpindah mengusap kepala Rena, gemas.

Hal itu menyadarkan Rena, ia berdehem, menormalkan detak jantung dan napas yang terasa memburu. "Gue masuk dulu——" Rena yang sudah akan kabur, ditahan kembali oleh Davin. "Apa lagi?" Gugup, jantungnya makin ketar-ketir. Was-was kalau Davin akan melakukan hal lebih padanya. Mata Rena bergerak liar, memastikan tidak ada pasang mata satu pun yang melihat kejadian barusan. Bisa bahaya kalau sampai ada yang melihat, tak bisa ia bayangkan rumor seperti apa yang akan menerpa dirinya.

"Boleh nggak, kalau panggilannya diganti jadi sayang aja," pinta Davin, tapi melihat Rena terdiam lantas ia segera meralat kembali ucapannya. "Atau paling nggak aku-kamu kalau nggak nyaman dengan panggilan sayang."

"Oh, oke," jawab Rena. "Aku masuk ya, nggak enak sama pasien yang udah datang." Davin mengangguk, senang karena Rena langsung menuruti kemauannya.

Rena berjalan cepat, tampak tergesa-gesa. Ia ingin cepat sampai ke ruangannya, detak jantungnya makin tak terkendali, debaran aneh kian membuat dadanya merasa tak nyaman. Apalagi tatapan orang-orang yang berpapasan dengannya. Sungguh membuatnya tidak nyaman.

Apa mereka melihat kejadian di parkiran?

Rena jadi was-was.

"Pagi Sus," sapa Rena ketika melewati meja resepsionis di lobi utama, di mana beberapa pasien sudah mengantri di kursi tunggu.

"Pagi Dok," balas dua perawat wanita yang duduk di balik meja resepsionis, menyunggingkan senyum simpul.

Setelah Rena melangkah melewati meja resepsionis, salah satu perawat itu langsung berbicara ke temannya. "Kasihan ya Dokter Rena, gagal nikah gara-gara calon suaminya main serong."

Marry Me (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang