4.2. Lukisan di Perkamen

Start from the beginning
                                    

"Untuk apa?" tanyaku perihal tangannya yang terjulur.

"Untuk kau pegang" jawabnya dengan seringai.

"Aku tidak punya alasan untuk menyentuhnya" kataku sambil menyerngit.

"Ini tiketmu untuk ke atas" katanya dengan tatapan yang tajam. Aku hanya bisa mengandalkannya untuk menemukan teman-temanku di tengah kerumunan kacau seperti ini.

"Terserah lah" sahutku kemudian dan menyerahkan telapak tanganku untuk Draco genggam.

Seketika tubuhku tertarik kekuatan magis. Pada detik berikutnya aku ada di ruangan kosong yang berputar dengan cepat. Aku merasakan ini saat diajak ibu ber-apparate. Tidak mungkin kan Draco melakukan apparate? Usianya bahkan belum cukup untuk itu!. Ketika aku belum selesai untuk berpikir, kakiku sudah menapak di tempat yang berbeda. Di belakangku ada gerbang besi dengan liukan unik setinggi lima meter. Lalu diujung jalan tempat berdiriku sekarang ada manor megah berdiri. Manor berada di tengah-tengah tanah lapang. Aku tidak bisa melihat tembok yang biasanya menjadi pelindung dan pembatas manor dari lingkungan sekitar. Setelah tanah lapang itu, tidak ada hal lain selain pohon yang berkerumun.

"Pembohong licik" cemoohku pada Draco. Dia hanya tertawa melihat reaksiku.

"Aku memang berbohong padamu. Tapi tidak perlu menyebutku licik hanya karena ingin menghabiskan waktu denganmu Belle" katanya dengan senyum menggoda.

"Tentu saja kau licik. Bagaimana bisa penyihir 14 tahun melakukan apparate?. Bahkan hukum sihir tidak akan membiarkan ini terjadi" ucapku kesal.

"Yang harus kau punyai hanyalah kemampuan dan uang. Hukum bukanlah batasan jika kau memiliki dua hal itu" timpalnya dengan nada sombong.

Berbicara kemampuan, Draco memang memilikinya di atas rata-rata. Dia adalah salah satu murid peringkat atas di Hogwarts. Tapi dengan usianya sekarang yang bisa melakukan apparate, aku masih berusaha untuk tidak percaya. Aku menahan diri untuk bertanya berapa jumlah uang yang keluarganya keluarkan untuk menyogok kementrian sihir hingga bisa mendapat lisesnsi untuk melakukan apparate.

"Aku bahkan menuruti kemauan ibu sampai mengenakan pakaian seperti ini untuk menonton piala dunia, lalu kau mengacaukan agendaku begitu saja. Kau tau betapa kesalnya aku sekarang?" protesku.

"Justru karena kau memakai pakaian itu aku sampai berani membohongimu. Apa kau pikir aku akan membiarkan pria lain melihat kau memakai mini dress itu?. Hanya aku yang boleh melihatmu malam ini" Draco menggigit bibir bawahnya sendiri. Raut wajahnya membuatku ngeri.

"Sinting" cemoohku.

"Mau lihat-lihat ke dalam manor?" tawarnya dengan postur tubuh santai. Draco memasukkan telapak tangannya ke dalam kantong depan celanya.

"Tidak." Tolakku singkat.

"Lagi pula kau tidak bisa ke mana-mana sekarang. Masuklah sebentar. Aku akan membawamu kemanapun kau mau setelah itu. Ini bukan tawaran, tapi perintah dan janji dariku" katanya sambil melangkah menuju manor. Dia tidak memedulikan aku yang geram.

"Akan kutendang bokongmu jika kau mengingkari janjimu" ancamku seraya mengikuti langkahnya. Draco hanya tertawa tanpa menoleh ke arahku.

Draco pasti ber-apparate ke Malfoy Manor. Aku pernah mendengar tentang tempat ini karena keluarga Malfoy adalah bangsawan di kalangan penyihir. Begitu memasuki manor, ada foto besar yang menempel di tembok- foto Draco bersama kedua orang tuanya. Di foto itu, Draco duduk di sofa hitam sedangkan kedua orang tuanya berdiri di samping sofa. Tidak ada senyum di wajah mereka, tatapan mereka mengintimidasi, kesan elegan sangat terpampang dengan pakaian serba hitam yang mereka kenakan.

ANYONEWhere stories live. Discover now