Oh, tidak.

Hal terakhir yang kuinginkan saat ini adalah campur tangan Dewan Pengendali. Kami sudah nyaris meringkus Lucien. Dia sedang bertempur melawan Reo. Kekuatan mereka tidak bisa saling melawan – angin Reo justru membuat badai pasir Lucien semakin besar. Kilat putih yang membutakan meluncur dari langit dan menyambar tanah di dekat kaki Reo sehingga cowok itu terpental.

"Pengendali Utama!" Seorang petugas berdiri di atas tumpukan mobil yang terguling sambil memegang megafon. "Serahkan diri Anda! Kalau tidak pengendali pikiran kami akan—"

Kata-kata petugas itu terhenti. Dia meremas dada kirinya, lalu ambruk.

Bu Olena muncul bersama para guru, jarinya lurus terangkat seperti pedang. "Jangan ganggu murid-murid kami lagi!"

Para petugas itu menyerang.

Pertempuran kembali meletus. Bu Olena mencopot sepatu pantofelnya dan meraung, jari-jarinya menari seperti pemain piano. Para petugas yang mencoba menyerangnya tersungkur dengan ekspresi kesakitan. Bu Nanda menumbuhkan semak berduri, pohon-pohon kaktus dan tanaman-tanaman karnivora sekaligus, mengubah lapangan parkir menjadi semacam hutan tanaman eksotis. Pak Amir berusaha menutup kembali portal-portal itu, tetapi dia dihadang oleh enam pengendali dimensi dari Dewan. Pak Leon menciptakan tiga raksasa es setinggi lima meter untuk menghalangi portal-portal itu. Pak Yu-Tsin membetulkan kembali mobil-mobil yang ringsek itu, menyalakan mesinnya memakai kekuatannya sehingga mobil-mobil itu bergerak sendiri untuk mengejar para petugas Dewan.

Suasana kacau balau.

Di tengah kekacauan ini, aku melihat Lucien menyelinap kabur dari lapangan parkir. Carl juga melihatnya, dan dia membantuku berdiri. Namun ada yang menarik tanganku.

"Aku ikut," kata Toni. "Tolong jangan sakiti dia, Jen. Aku yakin Luc masih bisa diajak bicara baik-baik."

"Kalian pergi aja!" kata Tara. Dia dan Meredith sedang menggotong Reo, kedua tangannya terluka karena sambaran petir tadi dan torehan luka bakar melepuh di betis kanannya. Kondisinya gawat. "Gue akan di sini untuk memutar waktu dan memulihkan Reo."

"Meredith, kamu bantu Jen, Carl sama Toni," kata Reo sambil mendorong Meredith. "Aku akan baik-baik aja di sini. Ada Tara yang menemani aku."

"Tapi Reo, kamu terluka. Gimana kalau kamu...."

"Jangan cemas. Aku nggak akan mati," kata Reo. Dia tersenyum. "Kita belum resmi jadian, kan? Aku nggak mau mati sebagai jomblo."

Meredith mendesah, matanya berkaca-kaca. Dia menjatuhkan diri ke pelukan Reo, dan cowok itu menyambutnya. Mereka berdua berciuman dengan mesra. Tara merona, wajahnya merah sekali sehingga terlihat mirip lampion dalam kegelapan.

Kami lalu bergegas menuju lapangan festival. 

Aku menunggu kemunculan Pak Prasetyo. Sebagai pengendali jiwa, aku berharap kepala sekolah kami itu mau mengubah Lucien sehingga aku nggak perlu mencabut kekuatannya di depan Toni. Tapi kalau terpaksa, aku sama sekali nggak akan ragu-ragu untuk bertindak.

Arena festival masih dipenuhi manusia. Letaknya memang cukup jauh dengan tempat parkir. Ditambah suara musik yang menggelegar, wajar saja jika orang-orang di sini belum menyadari kehebohan apa yang sedang terjadi.

"Itu!" Toni menunjuk ke panggung. "Lucien ada di sana!"

Lucien ada di panggung. Dia duduk di pinggir bersama beberapa anak lain dari sekolah tamu. Rupanya babak penyisihan School Idol sedang berlangsung. Seorang peserta non-pengendali sedang bernyanyi, dan para pendukungnya berkumpul di bawah panggung sambil ikut menyanyi. 

THE NEW GIRL 2: ILLUSION [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang