22. Pemimpin Terpilih

537 242 30
                                    


Ketegangan anak-anak kelas sebelas yang tak lama lagi harus menghadapi Ujian Dewan Pengendali berkurang sedikit dengan adanya festival sekolah. Sesuai yang dijanjikan Pak Prasetyo di awal semester, acara itu sengaja diadakan untuk menggantikan Casa Poca yang dibatalkan. Ini pertama kalinya SMA Cahaya Bangsa mengadakan festival sekolah, dan semua anak bersemangat untuk berpartisipasi.

Kecuali Meredith.

"Gimana gue bisa ngurus festival sekolah sementara gue belum bisa juga menumbuhkan bunga terompet?" Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Meredith hari ini saat keluar dari mobilnya, bukannya "selamat pagi" seperti biasa. "Pak Leon jadi pembimbingnya dan beliau ambisius banget. Sebagai ketua panitia, gue stres berat! Mentang-mentang festival itu mau dijadikan pengganti Casa Poca, dia mau acaranya jadi mewah ala-ala Java Jazz. Yang benar aja! Padahal yang mengurus semua ini kan kita, anak-anak kelas sebelas! Senior kelas dua belas sama sekali nggak boleh diganggu karena mereka lagi fokus untuk ujian akhir, sementara anak-anak kelas sepuluh itu begonya minta ampun...."

Beberapa anak kelas sepuluh yang melintas di dekat kami dan mendengar keluh kesah Meredith melempar tatapan benci pada si pengendali tanaman.

"Gue masih belum tahu, memangnya festival sekolah itu kayak apa sih?" tanya Tara.

"Gue kebayangnya kayak bazaar gitu," sambungku. "Benar nggak?"

"Acaranya macam-macam," jawab Meredith yang mendadak jadi lembut ketika Reo lewat. "Ada pasar kuliner, pentas musik sama turnamen olahraga. Kita bakal ngundang anak-anak dari sekolah lain juga."

"Wooooh!" Tara heboh. "Maksud lo, anak-anak non-pengendali?"

"Iya." Meredith menarik setumpuk kertas dari dalam tasnya. Di bagian atasnya, tertulis 'Surat Undangan'. "Selama ini sekolah kita dianggap eksklusif karena nggak pernah berpartisipasi dalam acara-acara yang diadakan sekolah lain. Lo berdua tahu kan, kita memang eksklusif gara-gara kekuatan pengendalian. Nah, Pak Leon berencana untuk 'membuka diri'. Sekolah lain diundang untuk ikut lomba renang, karate, catur, voli, sepakbola, basket, sama paduan suara. Babak penyisihan udah dimulai besok."

Tara mulai melompat-lompat kegirangan. "Golf nggak ada, Dith?"

"Sekolah lain nggak ada yang punya lapangan golf kayak kita, Ra."

"Tapi di lomba-lomba itu kita nggak boleh pakai kekuatan, kan?" tanyaku memastikan. "Karena pasti anak-anak non-pengendali itu heboh kalau kolam renang tiba-tiba penuh pasir gara-gara Lucien Darmawangsa mau tebar pesona."

"Enggak, enggak, sama sekali nggak boleh pakai kekuatan. Kita akan berlomba sebagai non-pengendali," kata Meredith. Setangkai mawar berduri mencuat dari balik rambutnya dan dia cepat-cepat menumpasnya. "Kebayang nggak? Pasti bakal rusuh. Billy bilang si kembar yang jadi seksi acara udah berencana bikin duplikat diri sebanyak mungkin untuk membingungkan anak-anak non-pengendali itu."

Aku sebetulnya sama bersemangatnya dengan Tara soal ide "membuka diri" ini, tapi Meredith ada benarnya. Selama ini kami bebas memakai kekuatan kami di sekolah asal tidak saling menyakiti, dan dalam festival itu kami otomatis harus menahan diri.

"Lagian kenapa si kembar yang jadi seksi acaranya, sih?" tukas Tara heran.

"Karena yang lain nggak sanggup, Ra. Si kembar bisa bikin duplikat diri dan acaranya ada banyak banget, jadi cocoklah buat mereka. Si Wynona ngusulin tambahan acara mirip Indonesian Idol lagi. Namanya diganti jadi School Idol. Banyak pula yang setuju. Duh, nambah-nambahin kerjaan gue aja!"

THE NEW GIRL 2: ILLUSION [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang