3. Interogasi Dewan Pengendali

632 279 22
                                    


Alasan kenapa seorang Gino Sudrajat menjadi guru layak dijadikan salah satu misteri besar di alam semesta ini. 

Serius, bukannya aku lebay. Aku bukanlah satu-satunya murid (dan kemungkinan juga guru) di SMA Cahaya Bangsa yang bertanya-tanya kenapa Pak Gino, yang tujuan hidupnya tampaknya adalah memberi hukuman seberat-beratnya pada anak malang mana pun yang bisa dijadikan korban, memutuskan untuk menjadi guru. Dia lebih cocok jadi sipir penjara atau debt collector. Berbeda dengan Bu Olena atau Pak Yu-Tsin yang senang mengajar, Pak Gino sama sekali nggak pernah bersusah payah pura-pura suka mengajar. Sudah jadi semacam legenda di kalangan anak-anak bahwa si monster benci murid-muridnya sendiri.

Dari desas-desus yang santer beredar selama ini, alasan kebencian membabi buta ala sinetron itu karena Pak Gino bukan pengendali. Memang selama ini Pak Gino nggak pernah menunjukkan tanda-tanda dia punya kekuatan pengendalian. Desi Winoto, cewek cerewet kelas dua belas yang jadi host podcast sekolah, pernah terang-terangan menyebut Pak Gino adalah satu-satunya guru non-pengendali. Itu jelas tindakan bunuh diri, karena setelah itu Desi harus dua puluh sembilan kali ikut remedial Kimia – rekor remedial terbanyak sepanjang sejarah SMA Cahaya Bangsa dan mungkin dunia pendidikan Indonesia. Barulah setelah remedial ketiga puluh, akhirnya Desi bisa lulus Kimia kelas sebelas. Itu pun dengan pas-pasan. Sejak saat itu nggak ada lagi yang berani membahas soal kekuatan pengendalian Pak Gino.

Omong-omong soal mencari korban, sekarang akulah korban favorit si monster. Sebelumnya gelar itu diberikan pada Carl pacarku, tapi gara-gara suatu insiden yang menyebabkan komputer si monster rusak (yang nggak akan kuceritakan di sini karena bikin aku trauma), Pak Gino tampaknya bersumpah untuk menghukumku setiap kali dia punya kesempatan. Sebagai pembelaan, aku merusak komputer itu karena terpaksa.

Dan kutebak itulah alasannya memanggilku untuk hari ini. Si monster ingin merusak hari pertamaku di semester baru ini.

Dorothea Latuharhary, si petugas dari Dewan Pengandali, tidak mengatakan apa-apa saat Pak Gino membawaku ke kantornya. Aku semakin yakin ini salah satu upaya Pak Gino untuk menghukumku, karena kalau ini urusan yang serius, seharusnya aku dipanggil ke kantor Pak Prasetyo, kan?

Kantor Pak Gino masih sama bersihnya seperti terakhir kali aku mampir. Kurasa kuman sekalipun takut untuk macam-macam dengan si monster. Bersihnya sungguh sangat kelewatan, apalagi mengingat setiap hari banyak anak yang dihukum keluar masuk di sini.

Pak Gino menyilakan si wanita pendek gempal untuk memakai kursi kerjanya. Dorothea memintaku untuk duduk di kursi tamu.

"Nah, Jennifer..." Dorothea mengeluarkan buku catatan dan pulpen, kemudian tersenyum kaku. "Seperti yang tadi saya jelaskan, Dewan Pengendali ingin tahu lebih banyak soal insiden kecelakaan pesawat itu."

Aku mengangguk dan memutuskan tetap diam.

"Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan. Hanya untuk keperluan investigasi saja."

Oke, anggukku.

"Apa betul pesawat itu punya kamu?"

Ah. Aku teringat pesan Mom. Kalau sampai Dewan Pengendali ikut menyelidiki, masalah ini bakal jadi semakin runyam.

"Saya meminjamnya." Dari Mom. Tidak seratus persen benar, tapi bukan bohong juga, kan?

Alis Dorothea terangkat. "Meminjamnya?"

"Pesawat itu milik keluarga Darmawan," tukas Pak Gino tak sabar. Dia sedang menonton interogasi ini dari samping meja sambil mengetuk-ngetukkan jari dengan gemas, tak tahan ingin mencekikku.  "Laporan dari kepolisian sudah membuktikannya. Sebelum terbang ke Tokyo, pesawat itu diparkir di hanggar pribadi milik Helix di Bandara Halim Perdanakusuma."

THE NEW GIRL 2: ILLUSION [SELESAI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora