4. Kelas Sebelas Nikola Tesla

653 263 12
                                    


Pikiranku dipenuhi dengan obrolan para guru dan si wanita Dewan sehingga saat mau naik lift, aku kebingungan. Aku melewatkan sesi pembagian kelas di teater dan nggak tahu ditempatkan di kelas mana!

Koridor sudah sepi karena para murid pastilah sudah masuk ke ruang kelas masing-masing. Sambil menunggu, kuobok-obok tasku mencari ponsel. Aku harus bertanya pada Carl. Mengingat bangunan SMA Cahaya Bangsa terdiri dari dua puluh dua lantai, mustahil aku mengecek setiap ruangan satu demi satu untuk menemukan kelasku (sebetulnya bisa aja sih, karena nama murid dalam kelas ditempel di depan pintu. Sayangnya aku nggak seatletis itu).

Tiba-tiba ada seseorang yang berhenti di sebelahku. Kemunculannya begitu mendadak, sampai aku kaget, karena aku nggak berharap bertemu murid lain saat ini. Ponselku meluncur kembali ke dalam tas. Kulirik sosok asing itu dan kuperhatikan kakinya, sekedar memastikan dia tidak melayang.

Ternyata masih menapak.

"Kamu Jennifer Darmawan, kan?"

Suaranya dalam dan tenang, seperti penyanyi jazz. Aku mendongak. Sosok asing itu ternyata seorang cowok. Dia orang Indonesia, tetapi warna kulitnya putih sekali sehingga mirip orang Korea. Tubuhnya berisi, tapi bukan gemuk, bukan juga kelewat kekar seperti binaragawan. Dan dia tinggi, mungkin sedikit lebih tinggi dari Reo – cowok paling tinggi di kelas – sehingga kelihatan proporsional. Rambutnya agak bergelombang seperti ombak, dan dia punya rahang yang tegas bak tentara. Seragamnya masih baru. Tanpa seragam sekolah, cowok ini kelihatan seperti model.

"Halo," balasku. Semula kupikir anak-anak kelas sepuluh nggak bakal mengenaliku, tapi rupanya aku salah. Inilah risiko jadi cewek paling kaya se-Asia. Duh!

"Kamu masuk ke kelas sebelas Tesla," kata cowok itu.

"Sebelas Tesla?"

Dia mengangguk. "Diambil dari nama Nikola Tesla, salah satu penemu paling underrated dalam sejarah, karena kalah tenar dibandingkan Thomas Alva Edison. Dia menemukan arus listrik bolak-balik, radio, motor listrik, remote control, dan masih banyak penemuan penting lainnya."

Jarang sekali aku ketemu cowok cool yang cerdas. "Aku tahu siapa Nikola Tesla," kataku. "Kok kamu tahu aku kelas sebelas Tesla?"

Cowok itu mengedik dengan gaya udah-jelas-kan. "Aku ikut acara pembagian kelas."

Ah. Pastinya. "Terima kasih buat infonya."

"Sama-sama." Dia menyampirkan tas sekolahnya ke tangan kiri dengan macho, lalu menjulurkan tangan kanannya. "Lucien*. Kamu bisa panggil aku Luc."

"Jennifer Darmawan," kubalas uluran tangan itu. "Kamu kelas berapa, Lucien?"

Pintu lift terbuka. Ada yang memanggil Lucien dan dia berbalik sebelum sempat menjawab pertanyaanku. Seorang cewek berambut panjang bergelombang berlari-lari ke arah kami. Lucien mendatangi cewek itu, meninggalkanku. Akhirnya aku masuk ke dalam lift dan naik ke lantai sebelas, tempat ruang kelas sebelas Tesla.

Lucien.

Wah, berani juga cowok itu. Selama ini jarang ada yang berani terang-terangan mengajakku mengobrol. Di minggu pertama bersekolah di sini, semua orang terus-terusan berbisik menyebalkan ke mana pun aku pergi. Nggak ada seorang pun yang berani bicara langsung di hadapanku, kecuali teman-teman sekelas. The Queens yang sudah dikeluarkan termasuk pengecualian, karena aku terlibat masalah dengan mereka gara-gara mau menolong Carl.

Aku mengecek ponsel dan menemukan pesan dari Carl. Lucien benar, aku masuk ke kelas sebelas Tesla. Dan syukurlah aku naik lift ke lantai yang tepat. Tersasar di gedung sekolah sebesar ini adalah mimpi buruk.

THE NEW GIRL 2: ILLUSION [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang