bab 7 kesepakatan

Start from the beginning
                                    

"Setelah anda membayar administrasinya, operasi pun akan dilakukan," Dirza pun mengangguk mengerti. Kemudian ia pun menghampiri adik-adiknya yang sedang menjaga ibunya.

Dari kejauhan Dirza sudah melihat Firda dan Firza yang sedang menangis di ruang kursi tunggu.

"Ada apa?" tanya Dirza kepada keduanya.

"Hiks... ibu kak ...," Isak tangis Firda dan Firza bersamaan.

Dirza yang mendengar tangisan keduanya pun segera memeluk keduanya kedalam pelukannya. Hatinya sangat perih seperti teriris pisau bagaimana ia tidak bisa menolak kesepakatan itu. Dirza pun memejamkan matanya. Dalam hatinya ia berkata, "semoga ini adalah jalan yang terbaik." tekad dalam hati Dirza.

Tak lama kemudian dokter pun keluar dari ruangan Dirza.

"Bagaimana kondisi ibu saya dokter?" tanya Dirza mencoba tenang dan tidak terlihat panik.

"Kondisi ibu anda sudah sangat parah. Sebaiknya operasi harus segera dilakukan malam ini juga." Dirza yang mendengar itu tak kuasa menompang kedua kakinya. Dirza merasa bahwa kakinya seperti jelly yang tidak bisa berdiri dengan benar.

"Doker tolong selamatkan nyawa ibu saya," mohon Dirza tanpa bisa membendung lagi kesedihan yang diterimanya.

"Saya akan melakukan yang terbaik untuk ibu anda," ujar dokter Arga lalu meninggalkan Dirza beserta kedua adiknya.

"Kakak jangan biarkan ibu pergi .... Hiks hiks...," pinta Firza.

"Firza do'akn saja ya. Semoga ibu selamat," ujar Dirza. Ia tidak bisa menangis atau ikut bersedih. Dirza harus kuat dan menguatkan kedua adiknya. Karena kalau bukan dirinya siapa lagi. Dengan keputusan yang sudah bulat akhirnya Dirza pun menerima tawaran Kayana pada dirinya. Dirza sudah tidak punya jalan yang lain di saat seperti ini walaupun ia tidak tau kesepakatan apa yang akan ia buat.

"Firda kamu tunggu disini, kakak harus pergi, jaga Firza ya." Perintah Dirza. Kemudian ia pun segera berlari meninggalkan rumah sakit untuk bertemu Kayana nama yang ia baca di kartu namanya. Namun, saat dirinya sudah ada di luar Dirza pun berpikir kemana ia akan mencari Kayana sedangkan ia sendiri tak punya ponsel untuk menghubunginya. Setelah berpikir panjang Dirza pun mengecek kembali kartu yang diberikan Kayana kepadanya.

Kayana Zahrah Putri nama lengkapnya beserta alamat dan no telponnya tertera di sana dengan jelas. Setelah membacanya Dirza pun tahu kemana ia harus pergi.
Tapi Dirza kembali berpikir apa pantas datang ke rumah seseorang di tengah malam seperti ini Dirza pun menghembuskan nafasnya pelan.

"Sebaiknya aku pinjam telepon rumah sakit saja," gumam Dirza kemudian ia pun kembali masuk ke dalam rumah sakit dan meminjam telpon rumah sakit untuk menelpon Kayana.

"Permisi sus, boleh saya pinjam telponnya," suster yang melihat Dirza sudah hapal pun menggunakan kepalanya memberi izin.

Setelah mendapat izin Dirza pun segera menghubungi kayana.

"Ya selamat malam," jawab Kayana diseberang telpon dengan formal karena melihat jika yang menelponnya adalah telpon rumah sakit.

"Ini saya nona, Dirza." Dirza pun menyebutkan namanya.

"Oh ada apa? Sudah mengambil keputusan." ucap Kayana santai.

Dirza pun menggigit bibirnya, kemudian memejamkan matanya dan meyakinkan dalam dirinya bahwa ia yakin dengan semua keputusan yang diambilnya.

"Iya nona," jawab Dirza.

"Baiklah besok pagi saya akan pergi ke rumah sakit dan melunasi semua biaya operasi ibumu. Kau berikan kartu namaku kepada suster katakan padanya jika biaya semua rumah sakit atas nama saya." Dirza pun mengangguk seolah-olah Kayana melihatnya.

"Terimakasih,"

Setelah itu panggilan pun terputus. Dirza pun menghembuskan nafasnya pelan. Dalam hatinya ia berdo'a "semoga ini semua lancar dan jalan yang ia pilih adalah benar."

Di lain tempat, saat ini Kayana merasa senang karena rencananya telah berhasil. Kayana sudah memperkirakan ini bahwa Dirza akan meminta pertolongannya dan tak butuh waktu 24 jam, kayana sudah mendapatkan apa yang diinginkannya. Orang seperti Dirza pasti tidak akan berpikir panjang jika sudah mengalami masalah seperti ini. Kayana bukanlah hanya seorang sekretaris internasional yang handal tapi juga memiliki otak bisnis yang cerdas.

***

Keesokan harinya, sesuai dengan perkataan Kayana bahawa dirinya akan datang ke rumah sakit untuk membayar semua pengobatan ibu Dirza. Hingga pagi-pagi sekali Kayana pun sudah berada di rumah sakit.

"Hai selamat pagi," sapa Kayana dengan senyum hangat. Senyuman yang tidak biasanya ia perlihatkan kepada siapapun. Kecuali orang yang di sayanginya.

Dirza yang mendengar seseorang menyapanya dengan suara yang lembut pun mendongakkan kepalanya. Terlihat sekali jika Dirza begitu kelelahan karena bergadang menunggu ibunya dioperasi. Hingga kini Dirza terlihat begitu berantakan baju yang lusuh kantung mata yang terlihat jelas jika dirinya kurang istirahat.

"Pagi nona," balas Dirza. Kemudian merenggangkan tangannya yang kaku.

"Kenapa nona sudah ada di sini pagi-pagi begini?" tanya Dirza hati-hati.

"Saya tidak punya banyak waktu, lagipula saya hanya ingin memberikan ini untukmu," Kayana pun mengambil paper bag yang di jingjingnya.

Dirza pun menerimanya dan bertanya,
"Apa ini?"

"Ambilah," kata Kayana.

Dirza yang mendengar itu pun segera membuka isi paper bag itu dan ia melihat sebuah kotak persegi panjang. Dengan ragu Dirza pun membukanya. Dirza bukan tidak tau apa yang diberikan kayana padanya sebuah ponsel yang Dirza Krisan seharga puluhan juta itu ada di genggamnya.

"Nona apa maksudnya?" tanya Dirza.
"Sudah saya bilang ambilah. Saya tidak punya banyak waktu. Saya harus segera pergi ke kantor," kata kayana memperlihatkan jam yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi.

"Saya akan menghubungimu nanti. Untuk membicarakan kesepakatan kita," lanjut kayana kemudian meninggalkan Dirza saat ini yang di landa kebingungan.










Tbc.

Bab
Yang ini dikit dulu. Mentok paling kalau revisi di tambah lagi.

Not A Wedding Contrac (Selesai) Where stories live. Discover now