"Enak aja! Bukan nggak ada yang mau!"

"Terus?"

"Yang ngedeketin fuckboy semua, gue ogah dong."

"Makanya jangan cantik-cantik, jadinya dideketin para fuckboy."

Anta menganga mendengar kalimat Dion. Tadi bilang dia kurang cantik, sekarang bilang jangan cantik-cantik. "Katanya tadi gue kurang cantik, sekarang bilang jangan cantik-cantik," cibir Anta.

Dion berhenti melangkah dan menoleh ke arah Anta lagi. "Emang tadi gue bilang begitu?"

"IYA."

"Berarti gue khilaf."

"Khilaf? Yang mana?"

"Yang lo bilang tadi."

"Kurang cantik?"

"Bukan."

"Jangan cantik-cantik?"

"Iya," ucap Dion lalu berlari ke kelasnya, meninggalkan Anta yang marah-marah.

"Dion sialan! Awas lo anjir, liat aja nanti di kantin. Gue perkedel lo!"

Siswa-siswi yang berlalu lalang kompak melihat ke arah Anta. Seakan Anta adalah orang yang kabur dari rumah sakit jiwa. Sahabatnya-Gisel dan Kinan-yang lain pun melihatnya seperti itu dari kejauhan. Mereka berdua saling tatap.

"Kok kita bisa awet sahabatan sama dia, ya?" tanya Gisel.

Kinan mengedikkan bahunya sebagai jawaban. Dia juga tidak tahu. Gisel yang melihat jawaban Kinan lantas cemberut. Mereka kembali menatap Anta yang sudah memasuki kelas. Mereka sih tidak heran melihat Anta marah-marah gara-gara Dion. Tidak heran juga melihat Anta menempel terus ke Dion, atau sebaliknya. Yang mereka herankan adalah apa Dion tidak sedih atau panik ketika pacarnya marah terus minta putus.

"Sel, hari ini ada tugas," ujar Anta ketika melihat Gisel dan Kinan memasuki kelas.

"Tugas? Bukannya kosong?" tanya Gisel.

"Enggak. Minggu kemarin Pak Botak ngasih tugas, hari ini kan ada jadwalnya," jelas Kinan santai.

Gisel mengerjap beberapa kali. Tugas? Minggu kemarin? Pak Botak? Mampus. Dia belum ngerjain sama sekali. Mana dia ingat kalau hari ini ada tugas, tadi malam dia malah maraton Drakor. "Kinan, liat dong," pinta Gisel.

"Nggak, ini tadi malam gue ngerjain mati-matian dengan penuh peluh dan keringat, main contek aja," cecar Kinan.

"Dengan penuh peluh dan keringat, Kin? Sambil ngapain tuh," tanya Roni menggoda Kinan.

"Dih. Itu otak bawa ke laundry sana. Dasar omes!" semprot Kinan.

Seisi kelas tertawa mendengar jawaban Kinan. Kalau mau menggoda Kinan, pikir-pikir dulu deh. Nggak bakal mempan soalnya, bukannya mempan malah kena semprot.

"Anta cantik, semok, pinter, tinggi, liat tugasnya dong," pinta Gisel dengan melas.

Anta menaikkan satu alisnya. Halah! Nggak bakal mempan dipuji-puji begitu. "Liat punya Diki aja, nganggur tuh dia."

Diki yang merasa namanya disebut pun menoleh. "Apa?"

"Gisel pengen liat tugas lo, biasa, nyontek."

Gisel membelalakkan matanya. "Ta, lo gila, ya," bisiknya sambil melotot.

"Udah sana sambil PDKT," usir Anta.

Gisel menghela napas. Mau gimana lagi, udah kepalang tanggung si Anta bilang begitu. Hah kalau aja dia nggak maraton Drakor, pasti nggak perlu nyontek ke Diki. Duh, dia malu. Si Diki juga keliatan biasa aja, malah senyum gaje yang bikin dia tambah deg-degan.

"Ta, lo serius?" tanya Gisel takut-takut.

"Sel, jadi nggak? Katanya mau liat, nih gue udah selesai," ucap Diki dari belakang.

"Serius dong, itu si Diki udah manggil. Udah sana, nggak usah sok malu-malu gitu," usir Anta menyebalkan.

Mau tak mau Gisel berjalan menuju tempat duduk Diki. Dia duduk di kursi Didi yang notabenenya teman sebangku Diki. Gisel berusaha buat nggak gugup, kalau ketauankan dia yang malu. Saat Gisel menulis jawaban, Diki masih menatapnya. Astaga, Gisel malu banget.

Anta sialan, batin Gisel.

Anta melihat semua. Gisel yang gugup. Gisel yang malu-malu. Oh tentu saja dia juga tau kalau Gisel pasti mengumpatinya di dalam hati.

***

Kring kring kring

Bel istirahat berbunyi membuat para siswa siswi berhamburan keluar kelas. Ada yang pergi ke kantin, taman, perpustakaan, bahkan ke lapangan untuk bermain sepak bola atau basket.

Anta, Gisel, dan Kinan lebih memilih pergi ke kantin. Mereka hanya bertiga saja karena Dion sudah pasti pergi duluan. Kelas mereka itu berbeda. Anta, Gisel, dan Kinan berada di kelas XII IPA 3, sedangkan Dion berada di kelas XII IPA 2. Memang otak Dion lebih encer daripada Kinan dan Gisel. Kalau Anta sih jangan ditanya, Anta selalu mendapat peringkat 3 umum dan peringkat 1 di kelas. Kenapa Anta nggak masuk ke kelas XII IPA 1 aja? Awalnya dia memang masuk ke kelas itu, tapi entah kenapa tiba-tiba dia minta pindah kelas. Yah, nggak ada yang tahu alasan dia pindah kecuali dia sendiri dan Tuhan, serta Dion mungkin.

"Hai, Ta."

"Siang, Anta."

"Siang, Anta cantik."

Sapaan seperti itu udah jadi makanan sehari-hari Anta. Dia terkenal ramah, pintar, dan tentu saja cantik. Mereka yang menyapanya pasti akan dijawab, entah dengan senyuman, anggukan, ataupun suara. Banyak cowok yang suka sama dia, mendekatinya, nembak dia, tapi nggak ada yang diterima. Alasannya sih cuma satu. "Gue nggak mau pacaran sama fuckboy," seperti itulah kalimat Anta. Tapi walaupun begitu, nggak ada yang bully dia di sekolahan.

"Itu Dion, Ta," tunjuk Gisel ke meja yang berada di pojok kantin.

Anta dan Kinan langsung melihat ke objek yang ditunjuk Gisel.

"Iya, ke sana aja, kuy? Mejanya penuh semua," ucap Kinan.

"Tapi...."

"Kenapa, Sel?" tanya Anta, dia melihat ke meja tempat Dion berada. "Oh, ada Diki," sambungnya.

"Cuma Diki doang elah, grogi lo?" tanya Kinan.

Gisel melotot seraya menggeleng. "Nggak! Ngapain grogi," jawabnya.

Mengabaikan perdebatan mereka berdua, Anta pergi menuju meja Dion. Gisel dan Kinan yang sadar kalau Anta sudah pergi pun langsung berlari menyusulnya. Tanpa basa-basi Anta langsung duduk di samping Dion. Tujuannya yaitu ingin mengganggu Dion.

Anta memandangi Dion ketika sedang memakan nasi gorengnya. Awalnya Dion mengabaikannya, tapi lama-lama dia risih juga.

"Apa?" tanya Dion jengkel.

"Mau itu," tunjuk Anta ke nasi goreng milik Dion.

"Nggak."

"Ih pengen."

"Bodo."

"Dion," rengek Anta menampilkan puppy eyes.

Dion menghela napas. Susah memang menolak permintaan Anta, apalagi ditambah puppy eyesnya. Mau tak mau dia harus rela membagi nasi gorengnya.

"Suapin dong, gue cuma minta satu suapan doang, beneran deh," pinta Anta.

Setelah Anta ngomong, satu suapan nasi goreng benar-benar datang. Sahabat mereka yang melihat itu hanya menatap malas. Sudah biasa pemandangan seperti ini mereka lihat, bahkan sampai bosen. Tapi beda lagi dengan penghuni kantin yang lainnya, mereka heboh. Menjodoh-jodohkan mereka dengan alasan cocok. Yah, kalau dilihat-lihat memang mereka seperti sepasang kekasih bukan sahabat.

"Kalian saling suka?"

°°°
To be continued

Jangan lupa vote and coment guys!

Love you all!

See you!

So Love Triangle? (HIATUS)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora