10

10.2K 1.4K 99
                                    

"Soal pesan kamu di grup barusan..." Pak Keydan menatapku intens.

Napas ditarik paksa dari paru-paruku. Dan lidahku seketika kelu.

"Kamu nggak mau kerja sama si bangcat..." Pak Keydan menjalin jari-jarinya yang panjang di atas meja. "Apa merujuk pada seseorang yang saya kenal?"

Aku menggeleng kuat-kuat. Nyali seupilku mendorongku berbohong.

"Atau chat itu tentang saya?" tanyanya lagi.

"Ma-mana mungkin, Pak. Semua orang pasti rela kerja sama Bapak yang terkenal baiiiiiik kebangetan. Zee aja sampai rela disuruh semir sepatu punya saya buat bisa kerja bareng Bapak. Apa saya tukeran sama Zee ya? Lumayan tuh ada yang mau bersihin sepatu sepatu saya. Dia juga terkenal supel dan mudah ngobrol sama orang. Hasil review tahunannya excellent terus. Kadang saya jadi nggak pede kalau sebelahan Zee. Sudah cantik, pintar, jago banget lagi pegang training."

Gue ngebacot apaan sih?

Pak Keydan tersenyum lembut. Mulutku menganga karena pesonanya.

"Zee masih pegang tiga training bulan ini. Mana mungkin saya oper proyek baru ke dia. Kamu yang paling pas," ujar Pak Keydan pelan dan lembut mirip bapak-bapak yang sabar menjelaskan anaknya yang tolol.

Aku tersenyum kaku. Ucapannya nggak membuatku senang.

"Lain kali hati-hati saat kirim pesan di LAN. Habis ini, kamu pasti dikejar Pak Bahar."

Ah asem lah kalau menejer genit itu ikutan turun tangan karena satu chat salah sasaran.

"Saya mau bahas soal user baru kita." Pak Keydan mengambil sebuah berkas dari tumpukan berkas di atas mejanya. Aku terkesima melihat tumpukan berkasnya.

"Apa nggak sebaiknya kita ajak Bu Inggrid ikut bicara, Pak?" Aku menawarkan ada orang ketiga yang jelas-jelas manusia. Takutnya, yang ketiga di antara kami bukan manusia. Berabe dong kalau ending-nya bukan kerja malah yang bukan-bukan.

"Nggak perlu." Pak Keydan mengangsurkan berkas ke depanku. "Saya hanya mau kasih tahu kamu. Besok kita ke pabrik user. Lokasinya lumayan jauh, di Karawang. Saya mau kamu persiapkan diri mempelajari pekerjaan mereka."

"Ka-Karawang, Pak?" Aku membelalak. Karawang tuh jauh. Walau sebutannya di Jawa Barat yang tetanggaan DKI Jakarta.

"Ya. Di berkas itu ada data soal user baru kita. Pelajari."

Aku mengambil berkas setengah hati. Pikiranku tambah campur aduk.

"Kita akan jalan jam enam dari kantor untuk menghindari kemacetan. I needa be hurry since I'd have a morning meeting with their board." Pak Keydan nggak memberiku kesempatan menego waktu berangkat.

"Jam enam, noted, Sir," ucapku getir.

"Kamu bawa laptop dan buat presentasi kegiatan training kita selama ini. Saya conducted once soal training kita, but it's a brief. It'd be a good point to have our trainer presenting there."

"Baik, Pak."

Nambah alasan lembur deh. Aku mencibir dalam hati.

"Sebaiknya kamu pakai sepatu yang nyaman, bukan heels. Kondisi di sana akan beda dengan di kantor."

Aku mengangguk. Cepetan dong, pikirku nggak sabaran.

"Just in case, bring some spare clothes and uniform."

"Ha?" Aku tergagap. Apa aku mau diajak ngamar lagi? Mampus gue. Mampus.

"Bu-buat buat ap-p-pa?" Keringat dingin menyerangku.

"Just in case, Pre. Just. In. Case." Tatapan Pak Keydan nggak lagi sama, meskipun senyum masih melekat di bibirnya. "Karawang is far."

Aku mencoba tersenyum. "Karawang masih bisa dijangkau pulang pergi, Pak. Bandung yang lebih jauh aja masih bisa PP," kataku.

"You're correct. We don't know their conditions well, we must prepare instead." Pak Keydan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Biasanya kalau melihat orang duduk bersandar, aku sering menangkap kesan pemalas. Untuk kasus Pak Keydan, dia malah tampil elegan.

Tobat, Precy! aku mengingatkan jiwaku yang kelamaan gersang dari fenomena percintaan.

"Baik. Apa masih ada yang lain, Pak?"

Pak Keydan tersenyum sembari menggeleng kecil. "Kamu boleh kembali kerja. Yang penting jangan datang terlambat besok."

Aku mengangguk takzim, lalu angkat bokong dari ruangannya segera. Setibanya di kubikelku, anggota tim kami komplit. Bersaman mereka memberondongku pertanyaan.

"Apa yang Pak Keydan katakan?" Bu Inggrid tampak cemas.

"Dipanggil karena chat bego?"

Aku nggak tahu dari mana Dirgantara tahu soal chat, tapi aku mengangkat bahu karena malas mengingatnya.

"Lo diamuk Pak Keydan?"

"Dapat surat peringatan?"

Aku melotot ke Zee. Sudah aku bilang isi tim kerjaku setan. Ini contoh setan yang terang-terangan ingin mendorongku ke neraka.

"Pak Keydan suruh saya hati-hati saat kirim pesan. Terus dia ajak saya ke pabrik user besok." Aku mendelik ke Zee. "Nggak ada surat peringatan."

Zee menunjuk berkas di tanganku. "Gue pikir yang itu bentuk terbaru surat peringatan dari kantor."

Belum sempat aku mencabik mulut kurang ajar Zee, Bu Inggrid menginterupsi dengan kabar paling nyebelin di seantero departemen operasional. "Pak Bahar suruh kamu ke tempatnya, Precy."

Sudah apes, masih ketemu naas.

Apa salah Tzuyu sih?

# # #

14/02/2021

Ada yang nungguin aku?
( /// 'ิϖ'ิ/// )

Just in case, bring your lingerie🙈 Auuuw, Pak Keydan, pre mo diajak kerja ato apa ni?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Just in case, bring your lingerie
🙈 Auuuw, Pak Keydan, pre mo diajak kerja ato apa ni?

PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang