bab 1. Permintaan

Start from the beginning
                                    

"Tunggu, Rose! Kita belum selesai!" teriak Fitri. Akan tetapi, ucapannya tidak didengar oleh putrinya itu.

Brak!

Suara pintu dibanting dengan kencang.

Fitri yang melihat itu menghela napas.

"Lalu bagaimana jika sudah seperti ini. Apa kamu masih memegang prinsipmu, untuk menikahkan Kayana terlebih dahulu sebelum Rose?" Fitri menatap suaminya dengan lekat. Setelah semuanya telah terjadi. Apa mungkin mereka masih mengharapkan Kayana menikah lebih dulu sebelum Rose?

"Akan aku pastikan. Kayana akan menikah sebelum Rose. Bagaimanapun Kayana adalah seorang wanita, dia putri pertama dari keluarga ini." Rendra tetap pada pendiriannya, meskipun semuanya sudah terjadi. Namun, Kayana putri pertamanya harus menikah terlebih dahulu sebelum adiknya. Bagaimanapun caranya.

Lalu tiba-tiba saja Rendra memegang dadanya yang terasa sakit. Fitri yang melihat itu segera menghampiri suaminya.

"Mas, kamu kenapa?" tanya Fitri panik.

"Panggil Kayana!" titah Rendra.

Fitri mengangguk. Ia segera menghubungi putri sulungnya. Namun, sebelum Fitri menelepon, Kayana ternyata sudah pulang.

"Ada apa ini?" tanya Kayana setelah melihat ayahnya memegangi dada menahan rasa sakit.

"Kayana," panggil Rendra dengan suara lirih.

Kayana tidak menjawab dan memutuskan menghubungi dokter.

"Kayana ...."

"Tunggu sebentar, Ayah. Aku akan panggil dokter untuk datang ke mari."

Rendra menggelengkan, melarang Kanaya menghubungi dokter. "Kayana, bisakah kamu mengabulkan keinginan ayah. Kali ini aja."

Kayana menatap Rendra dengan sedih.

"Apa?"

"Menikahlah."

Permintaan Rendra sukses membuat jantung Kayana berdetak keras.

"Apa tidak ada hal yang lain, Ayah?"

"Jika kau ingin melihat ayah bahagia dan baik-baik saja. Hanya itu permintaan ayah," kata Rendra masih dengan menahan rasa sakit di dadanya.

"Ayah, sebaiknya jangan pikirkan itu. Ayah harus cepat diperiksa oleh dokter." Kayana mencoba mengalihkan permintaan sang ayah dengan menyibukkan diri memanggil dokter agar segera datang ke rumah dan memeriksa Rendra.

Tidak lama kemudian, dokter pun datang dan langsung saja memeriksa Rendra.

"Ibu, kenapa Ayah bisa kambuh jantungnya? Apa ada berita yang tidak mengenakkan sampai ke telinga Ayah?" tanya Kayana.

Fitri diam, hanya menatap putri sulungnya dengan perasaan bersalah.

"Jawab, Bu. Kenapa diam saja?"

"Lalu, ada yang bisa menjelaskan ini punya siapa? Aku melihat tadi."

Kayana pun menunjukkan sebuah alat tes kehamilan kepada ibunya.

"Apa ini penyebab Ayah sakit?"

"Itu punya Rose."

Mendengar nama adiknya disebut, seketika emosi Kayana pun memuncak. Tanpa banyak kata Kayana langsung saja menggedor kasar pintu kamar Rose.

"Rose, buka pintunya!"

Di dalam kamar. Saat ini Rose sedang menangis. Ia masih tidak terima ketika ibunya membandingkannya dengan Kayana.

"Apa!" Rose membukakan pintu dan menatap Kayana penuh benci.

Kayana menampar pipi mulus Rose.

"Apa ini, Rose?" Kayana melempar tes kehamilan ke wajah Rose.

"Apa?" tanya Rose dengan perasaan tidak bersalah.

"Ayah sakit gara-gara ini, kan?" Tatapan Katana begitu menakutkan dipenuhi kemarahan dan semakin bertambah ketika mendeteksi sang adik juga melakukan hal yang sama.

"Ayah sakit bukan karena aku, tapi semua itu karena dirimu." Rose malah balik menyalahkan Kayana.

"Kau menyalahkanku?"

"Ya."

"Berani sekali kamu, Rose."

"Kalau aku berani kamu mau apa? Jangan sok suci. Padahal kamu juga sama."

"Aku tidak pernah melakukan hal itu."

"Wanita munafik."

"Cukup, Rose!" Kayana mengangkat tangannya.

"Harusnya kamu sadar apa yang kamu lakukan salah.  Harusnya kamu memperbaikinya dan menyesalinya. Bukan menyalahkan orang lain! Lihat, apa yang terjadi dengan Ayah. Harusnya kau sadar itu."

"Ayah sakit bukan karena aku, tapi karenamu. Andaikan saja kamu mau menikah, pasti pikiran Ayah akan tenang dan tidak berpikir ke mana-mana.Lihat, apa yang terjadi dengan diriku itu adalah hasil keras kepalamu yang terus saja memikirkan karirmu!"

"Cukup, Rose!"bentak Kayana tidak terima jika dirinya disalahkan. Ia menatap Rose dengan tajam.

"Kamu."

Not A Wedding Contrac (Selesai) Where stories live. Discover now