12. Latihan

13 6 21
                                    

Hari ini adalah akhir dari puasa tiga hari yang ia jalani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini adalah akhir dari puasa tiga hari yang ia jalani. Entah mengapa menurut Adira puasa yang ia lakukan teramat berat. Apalagi hanya memakan nasi putih dan meminum air putih sebagai isian perut. Ia juga kebingungan saat ditanya oleh sang bunda mengapa melalakukan hal demikian.

Tiga hari pula ia merasakan tubuhnya berbeda. Seperti lebih ringan dan suasana hatinya pun riang. Karena fokusnya ada pada puasa yang ia jalani. Adira tak menyadari bahwa sang ayah sedang tidak baik-baik saja. Memang ayahnya sudah pulang. Namun, bila diperhatikan dengan saksama, wajahnya sedikit pucat juga tampak lemas. Meski tak ada luka yang mampu dilihat oleh mata Adira, tetap saja bila diperhatikan Gunawan berbeda dari sebelum pergi bekerja.

Waktu berbuka menjadi waktu terbahagia bagi Adira saat ini. Lihat saja, kini ia tengah menikmati sepiring nasi putih dan air putih. Entah mengapa kali ini ia sangat lahap menyantapnya. Mungkin karena hari ini terakhir ia makan seperti itu atau ada hal lain ia tak menyadarinya.

Di kamar, Gunawan dan Lilis sedang berbincang tentang kegiatan Adira tiga hari kebelakang. Meski belum pulih benar, Gunawan mulai merasa baikan. Untung saja ia sudah menyiapkan penawar di toko mebelnya saat serangan awal mendatanginya. Yaitu kapur sirih.
Kapur sirih sendiri dapat dibuat dengan merendam batu kapur atau gamping di dalam air selama minimal satu minggu.

Gunawan tahu musuhnya tak akan tinggal diam dan menyaksikan kehidupannya yang bahagia. Meski ia tak ingin kembali berselisih ia juga tak bisa bila hanya diam saja dan menerima. Ia sudah kehilangan hal yang berharga sebelumnya. Maka dalam pertempuran kali ini ia berambisi untuk mengalahkannya. Ia tahu semakin lama sebuah dendam dipupuk akan semakin besar, maka dari itu ia menyiapkan perlindungan agar ia tak kembali kalah.

Sebenarnya ada apa? Siapa musuhnya? Dan mengapa ada dendam? Pasti ada pertanyaan seperti itu bukan? Sebenarnya tak ada apa-apa. Hanya saja, manusia itu mudah tergiur dengan sesuatu yang tidak kekal. Sehingga ia menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Seorang musuh bisa datang dari mana saja dan tak memandang ada ikatan darah atau tidak. Pun dengan hadirnya sebuah dendam. Hadirnya tak disadari, tetapi amat membahayakan ketika dipupuk dengan kebencian.

Setelah selesai berbuka dan menunaikan kewajibannya. Adira segera memanggil Candrapati. Namun, ia tak datang. Entah mengapa, hal itu membuat Adira mendesah kecewa. Ia mencoba melihat buku yang diberikan Candrapati. Apakah benar akan ada tulisan di sana.

Lagi-lagi Adira mendesah kecewa saat mendapati tak ada satu kata pun yang muncul pada buku itu. Ia mengembalikan buku itu ke laci dan memilih turun untuk menonton TV. "Huh, apa benar dia membohongiku. Awas saja jika dia berbohong," gumam Adira saat menuruni tangga.

Dengan mulut yang masih menggerutu ia mengambil cemilan yang ada di dekat TV--di sebuah bufet. Dengan asal ia memencet-pencet remot. Membuat saluran yang ia tonton bergonta-ganti. Tiba-tiba sebuah suara ketukan dari arah jendela di dekat pintu samping menganggu telinganya. Ia menyibak sedikit gorden. Seperkian detik kemudian ia teriak sekencang-kencangnya membuat seluruh penghuni rumah kaget dengan suaranya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Balik Mata BatinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang