10. Serangan Awal.

38 13 77
                                    

"Ini apa?" Seorang gadis yang sedang mengenakan piama berwarna merah muda membolak-balikkan buku di tangannya dengan tatapan bingung

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

"Ini apa?" Seorang gadis yang sedang mengenakan piama berwarna merah muda membolak-balikkan buku di tangannya dengan tatapan bingung.

"Kamu harus mempelajari yang ada di dalamnya?"

"Hah. Mempelajari yang ada di dalamnya? Tapi buku ini kosong." Adira kebingungan. Sebab buku yang ia pegang memanglah kosong. Buku itu bukan buku dengan kertas yang dapat dengan mudah dijumpai sekarang. Kertasnya lebih tebal. Jika dilihat-lihat sepertinya bukan kertas, Adira tak tahu itu lebih tepatnya menggunakan apa. Yang jelas warnanya kecokelatan dan terlihat tua.

"Puasalah tiga hari dengan hanya memakan nasi putih dan meminum air putih. Tak ada lauk atau semacamnya. Hanya itu. Setelahnya, kamu akan dapat membacanya."

Mendengar perkataan Candrapati, sontak Adira membelalakkan mata. Yang benar saja, masa iya untuk membaca sebuah buku harus berpuasa. Apa ia sedang dibodohi?

"Aku serius, Dira. Kamu harus segera mempelajarinya, atau …." Candrapati menggantungkan ucapannya. Ia ragu untuk memberitahu yang sebenarnya.

"Atau apa? Jangan bikin penasaran, deh," decaknya kesal.

"Bukan apa-apa."

Adira menatap Candrapati tajam. Pasti ada apa-apa yang disembunyikannya. Adira memilih diam dan menurut untuk sekarang. Bagaimanapun ia harus tahu, karena ada yang tak enak dipikirannya. Semoga yang ia rasakan bukan pertanda buruk.

"Baiklah sekarang aku harus pergi."

"Ke mana? Tumben banget, biasanya nempel mulu deket aku." Adira baru menyadari, Candrapati yang ada di hadapannya sedikit berbeda dari biasanya. Yang ia tahu Candrapati bersikap tenang, tetapi kali ini sangat terlihat bahwa ia sedang gelisah.

"Ada hal penting yang harus aku lakukan," ucapnya lalu menghilang.

"Yah. Udah pergi aja. Sendirian lagi, deh."

Adira beranjak meletakkan buku ke laci meja belajarnya. Malam kian larut, tetapi matanya belum mau terpejam. Entah mengapa malam ini ia merasakan rumahnya amat sunyi. Bundanya juga bersikap aneh. Ia bertanya-tanya, apa gerangan yang sedang terjadi.

Saat sedang melamun, tiba-tiba Rena datang mengejutkannya. "Belum tidur, Dir?" tanya Rena sambil melirik jam yang ada di dinding kamar.

"Yang kamu lihat gimana? Mataku masih kebuka 'kan?" ketus Adira.

"Kamu kenapa, sih? Kok gitu, biasanya enggak gitu." Rena mendekat ke tempat tidur di mana Adira sedang mengubah posisinya yang awalnya tiduran menjadi duduk dengan bantal yang ia taruh di atas paha dan menaruh tangan di atasnya.

"Maaf. Aku lagi enggak tahu. Maksudnya enggak tahu rasanya gimana. Kayak kesel, marah, sedih, tapi enggak tahu apa penyebabnya."

"Oh, iya." Rena menatap sekeliling, seperti mencari sesuatu. "Penjagamu di mana? Aku tidak melihatnya. Bahkan aromanya tidak ada."

Di Balik Mata BatinHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin