09. Boleh tinggal?

48 13 126
                                    

Setelah pengakuan mengejutkan dari Candrapati, Adira mencoba untuk biasa saja, ya, meski itu susah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Setelah pengakuan mengejutkan dari Candrapati, Adira mencoba untuk biasa saja, ya, meski itu susah. Di kejauhan, Candrapati menunggu Adira yang sedang belajar. Benar kata teman-temannya, bahwa KBM sudah dimulai, meski belum penuh sesuai jadwal, tetapi jam-jam pelajaran sudah diisi.

Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Adira memilih pergi ke perpustakaan daripada menerima ajakan teman barunya. Ia ingin berbicara dengan Rena yang sejak jam pelajaran pertama sudah menatapnya intens.

Diperjalanan menuju perpustakaan, sesekali ia mengajak Rena berbicara, bukannya mendapat jawaban dari Rena, ia justru ditatap aneh oleh siswa siswi yang berpapasan dengannya. Ia menoleh ke sisi kanannya, Adira bertanya pada Candrapati apa yang terjadi, tetapi Candrapati hanya diam, menatap tajam Rena yang ada di sisi kirinya.

"Ren, emang ada yang aneh, ya, dari aku hari ini?" tanya Adira saat sudah menemukan tempat sepi di pojok perpustakaan.

"Apa Nona tak menyadarinya?" Alih-alih menjawab Adira justru menatap tajam pengawalnya. Ia kesal karena tadi pertanyaannya tak dijawab.

"Bisa kita berbicara hanya berdua saja?"

Adira menoleh menatap Rena. Apa maksudnya hanya berdua? Bukankah mereka memang berdua saja? Atau ….

"Maksudnya? Kita, kan memang cuma berdua." Adira mengucapkannya dengan hati-hati. Ia takut bahwa dugaannya akan benar.

Rena menunjuk ke samping kanannya. "Dia, bisakah dia meninggalkan kita berdua saja?" ulang Rena.

"Ka-kamu bisa melihatnya?" Rena mengangguk mengiyakan.

"Kamu punya kelebihan sama sepertiku? " Adira antusias menanyakannya.

Rena menatap tajam dirinya. "Apa kamu tidak menyadarinya?"

"Hah, menyadari apa, si?"

"Kamu sangat polos. Kita bicarakan lain kali."

Adira ingin memprotes Rena, tetapi sebelum melayangkan protesnya, ia sudah dibuat bungkap terlebih dahulu. "Apa, dia menghilang!" pekiknya cukup kencang.

👻👻👻


"Kenapa kamu enggak ngasih tau, sih." Adira berucap dengan nada kesal kepada Candrapati sesampainya di rumah.

"Kalau aku tau dari awal enggak bakal aku bilang mau bantuin dia."Candrapati tak merespon kekesalan Adira. Ia memilih diam. Takut jika berbicara akan menambah kekesalan nonanya itu.

"Ini lagi. Kenapa diam si? Emang aku ngomong sama patung," cibirnya.

"Saya takut jika merespons akan membuat Nona semakin kesal."

Adira menatap nyalang. Rasanya ingin ia keluarkan segala amarahnya, tetapi mana bisa, hal itu tak akan berarti apa-apa. Ia memilih menghitung satu sampai sepuluh dengan mata terpejam dan menarik napas dalam.

Di Balik Mata BatinWhere stories live. Discover now