10. Smooth-Stubble

31K 2.7K 192
                                    

Teenage Fever - Drake

Sudah lebih dari seminggu, seharusnya Ray sudah bisa mengakhiri hubungan dengan gadis yang akhir-akhir ini terus berada di sekitarnya. Pacarnya? Sedari awal Ray tidak merasa demikian. Hubungan ini, adalah ketidaksengajaan, dan sudah sepantasnya Ray mengakhirinya segera. Bukannya membiarkan. Malah seperti air yang mengalir mengikuti arus.

Mengangkat pandangan dari alat uji lab kedokteran yang ia gunakan untuk penelitiannya di lab yang sudah tidak berpenghuni hari ini. Ada lab yang sering digunakan, ada juga yang jarang hampir tidak pernah, seperti lab ini. Jam menunjukkan hampir pukul enam sore. Sudah berapa lama dirinya di sini sejak dari kantin? Ray melirik ke arah Fiora yang duduk di sudut ruangan dengan ponsel gadis itu di genggaman. Rautnya tak secerah sebelumnya, bahkan kali ini gadis itu nampak tenang: duduk di bangku kecil, lesu dengan wajah ditundukkan.

Setelah tadi berpapasan dengan Veona, Ray sempat mengira gadis yang terus merecokinya akhir-akhir ini tidak akan berhenti melempar pertanyaan. Sadar atau tidak, Ray menarik tangan Fiora untuk cepat berlalu dari bersinggungan dengan sang mantan, walau Veona memanggil dan seolah ingin bicara.

Ray meletakkan pisau bedah yang ia gunakan. Menyimpan alat-alat ke tempat semula. Mencuci tangan di wastafel dengan air mengalir sebelum melepas jas lab-nya. Melirik ke arah Fiora berkali-kali, dirinya lakukan secara sadar. Begitu juga kala kakinya dilangkahkan mendekat pada gadis itu.

Saat itu, Ray bisa saja mengakhiri apapun yang membuat Fiora jadi terus berada di sekitarnya.

Mereka hanya berdua di sana.

Ray bisa kembali bebas tanpa ada gangguan.

Namun, alih-alih mengatakan 'Let's end it here' dengan ringan dan tidak berperasaan. Ray memilih menarik hati-hati tangan kanan Fiora yang tadi ia tarik untuk sampai ke sini—sebuah genggaman yang ia lakukan tadi berubah menjadi cengkraman.

Ray merasakan ketertegunan tubuh Fiora. Kepala gadis itu yang merunduk, diangkat, mata Fiora mengarah padanya. Tapi, Fiora tidak berkata apa-apa saat Ray mengelus pergelangan tangannya. Gadis itu tidak lagi bersuara sejak meminta pergi dari lab sendiri tetapi Ray hadiahi tatapan tajam.

Wajah gadis itu ditekuk. Sekarang, malaikat mengingatkan kembali Ray untuk menyudahi ini.

"Sakit?" tanya Ray. Tatapannya mengarah fokus pada pergelangan tangan Fiora, sebelum dinaikkan untuk bertemu mata gadis itu sebab tidak ada jawaban. "Kenapa diam aja?" Fiora langsung melengoskan wajah. Bibirnya mencebik usai mengeluarkan gerutuan-gerutuan kecil entah apa.

"Jangan lakuin itu." tegur Ray. Lingkaran tangannya di lengan Fiora sedikit menguat. Fiora kembali mengarahkan mata ke arah Ray, masih dengan wajah tertekuk. Ingin menarik tangannya, tetapi ditahan. "Lepasin." cicitnya judes. Namun bukannya mengendur, lingkaran tangan Ray menguat. Fiora yang terlihat tidak nyaman, mencoba memelintir pegangan Ray. Tidak bisa. "Lepasin tangan Fiora." tuntut Fiora lebih keras. Matanya menyipit galak.

Bukan menuruti, Ray malah mengulang. "Aku bilang jangan lakuin itu." Begitu saja Fiora bergumam julid, dengan berbisik pada diri sendiri. "Lakuin apa sih. Nggak jelas!" Wajahnya baru mau dipalingkan, tetapi didahului oleh Ray. "Jangan buang wajah."

Fiora memutar bola mata.

"Don't do that too."

BROKEN METEOR (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang