🐰12🐰

438 51 0
                                    

"Lalisa? " Detak jantung Rosè bertambah saat Wendy menyebutkan nama "Lalisa" . " Lalisa siapa yang kau maksud? " Wendy mengerut kan keningnya heran, dia tak salah mengenali orang dan dia tahu betul kalau orang yang berdiri di depan nya saat ini adalah Park Chaeyong, sahabatnya dan Lalisa.

"Hey Chaeyong aku tidak tahu apa yang sudah terjadi padamu, kamu boleh saja jika lupa dengan ku tapi bagaimana bisa kamu melupakan Lalisa? " Tidak seperti tadi gadis bernama Wendy yang berdiri di depan Rosé sekarang ini merubah pandangan nya, terlihat menahan amarah padahal Rosé sama sekali tidak tahu apapun.

"Aku sungguh minta maaf, tapi aku sungguh tidak mengenalmu ataupun gadis bernama Lalisa yang kau maksudkan. " Wendy mendekat kearah Rosé, memeluk badannya dan menyentuh belakang telinga Rosè sehingga membuatnya terhuyung kebelakang dan terduduk ketanah. "Apa yang kau lakukan! " Wendy tertawa melihat reaksi yang diberikan Rosé, wajah Rosé bahkan memerah.
"Hahahaha,, Lalisa pernah memberi tahuku bahwa kau tidak tahan saat seseorang menyentuh belakang telinga mu, ternyata itu benar. " Wendy masih tertawa tak memperhatikan Rosè yang sekarang tengah memejamkan matanya, kepala nya terasa berputar, tiba-tiba saja ingatan asing menghampiri dirinya.

"Heey!!! Chaeyong kau kenapa? " Wendy panik ketika Rosè pingsan didepannya, dia tidak melakukan sesuatu yang salah yang dapat menyebabkan Rosé pingsan. Dengan susah payah Wendy membopong tubuh Rosé masuk ke rumah kecilnya, meletakkan nya di sofa sedang diruang tengahnya. "Chaeyong, hey kau kenapa?" Wendy menepuk pelan wajah Rosé berharap gadis itu segera sadar. "Oh ya Tuhan Chaeyong apa yang sebenarnya terjadi padamu? ".

~~~~~

"Sayang, besok kamu akan bersekolah lagi jadi tidurlah sekarang. "

Lalisa memberikan senyuman nya pada Joo Mi, hatinya sangat ringan karena akhirnya dia dapat mempercayai Ibu nya itu sekarang walau mengalami kambuh berkali-kali. Joo Mi menutup pelan pintu kamar Lalisa membiarkannya agar anaknya bisa istirahat. Lalisa menerawang jauh, wajahnya yang tadi tersenyum berubah menjadi marah, entah kenapa tiba-tiba saja wajah 'Ayah' nya melintas begitu saja sesaat setelah Lalisa memejamkan matanya.

"Pria hina"

~~~~~

Rosé mengerjabkan matanya, memandang kesekitar memperhatikan ruangan dimana dia terbaring sekarang, kepalanya masih terasa pusing entah bagaimana dia bisa berakhir disini sekarang.

"Syukurlah kau sudah bangun Chaeyong, aku khawatir sekali karena kau tiba-tiba saja pingsan." Wendy duduk di samping ranjangnya menyodorkan segelas susu pada Rosè yang sekarang bersandar di kepala ranjang. "Apa yang terjadi? Kau seperti tidak mengingat apapun tentang ku ataupun Lalisa bahkan tempat ini. " Wendy memandang sendu Rosè yang hanya diam memandang gelas susu yang telah kosong ditangannya.

"Aku sungguh tak tahu, aku tak bisa mengingat apapun, tapi aku merasa tak asing dengan semua ini." Wendy kembali duduk di samping Rosé setelah mengambil sebuah album dari dalam lemarinya. Rosé menerima album tersebut perlahan memperhatikan penampilan luar dari album tersebut yang berwarna kuning cerah.

"Bukalah, aku akan ke dapur sebentar untuk membuatkan mu makanan setelah itu aku akan menceritakan tentang kisah kita dulu. " Wendy tersenyum bahagia melihat Rosè sudah lebih baik. Rosé menatap kembali album ditangannya setelah Wendy meninggalkan kamar tersebut, membuka perlahan album yang berisi  foto-foto tentang dirinya dan juga dua gadis kecil yang seumuran dengannya. Rosé tahu betul bahwa salah satu dari ketiga gadis itu adalah dirinya namun tentang dua gadis lainnya ia tak tahu.

"Mereka semua terlihat bahagia." Rosé mengusap foto tersebut dengan senyuman, tanpa terasa air matanya jatuh mengenai salah satu anak dalam foto tersebut. Dengan mengenakan pakaian olahraga, sepatu yang kotor akibat lumpur dan juga topi yang dimiringkan dengan senyum lebar yang menampakkan giginya yang rapi anak itu terlihat sangat bersinar hingga membuat kedua anak disamping kirinya ikut tersenyum bersama nya.

"Anak ini terlihat sangat bersinar "

"Lalisa"

Tanpa sadar kata tersebut keluar begitu saja dari mulutnya membuat Rosé terdiam, kepalanya kembali mengalami sakit luar biasa beberapa potongan kejadian seolah berputar di memori kepalanya.

"Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Astaga ini sakit sekali, sial! " Album photonya terjatuh bersamaan dengan badan Rosé yang ikut terjatuh dari ranjang, Rosé menarik kasar rambutnya.

"SIAAAL!. " Beberapa helai rambutnya jatuh ke lantai akibat tarikan tangan nya sendiri, Rosé terbaring dilantai tak kuasa lagi menahan sakitnya dia berteriak dengan keras, Wendy terdiam didepan pintu melihat Rosè yang kesakitan, ingatan nya tentang Lalisa tiba-tiba saja muncul dengan jelas, itu adalah saat dimana Lalisa menyalahkan dirinya atas semua hal yang terjadi pada masalalu mereka, menarik dan menampar wajahnya sendiri hingga memar dan saat itu jugalah Wendy tak bisa melakukan apapun untuk Lalisa.

"Chaeyong " Wendy tidak tahu harus seperti apa di situasi sekarang ini, dia hanya memeluk Rosé yang menangis keras setelah meletakkan makanan yang tadi di bawanya di atas meja kamar itu, menggenggam erat tangan Rosè berusaha menghentikan tarikan pada rambutnya sendiri.

"Bahkan sekarang pun aku tak bisa berbuat apa-apa, Lalisa. "Wendy menangis, pelukannya pada Rosè semakin erat seolah dirinya ingin memahami dan juga berbagi rasa sakit yang sama dengan Rosé. "Kumohon Chaeyong jangan seperti ini, aku sungguh tak bisa berbuat apapun untuk meringankan beban mu, tolong jangan menambah rasa penyesalan ku Chaeyong. "



Sebagai bentuk apresiasi untuk penulis, jangan lupa tinggalkan jejak dan vote nya, berkomentar dan tujukan bahwa kalian adalah pembaca yang bijak.
Love you ❤

Breath of Scandal (Luka masa lalu) [slow Up]  Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu