S E L E S A I
Aaron tidak suka berinteraksi, dia lebih suka mengamati. Renata tidak pandai menyapa, dia lupa bagaimana caranya berteman setelah terluka.
Mereka tidak cocok bersama karena kesamaan, oranglain bisa bersatu karena mereka melengkapi perb...
Manusia memang begitu, ketika ada sesuatu tak bisa ia capai maka hanya ada dua kemungkinan setelahnya. Membuat manusia lain ikut jatuh bersamanya atau menuntut manusia lain melanjutkan mimpinya...
Dan sayangnya tidak ada satupun yang baik dari dua hal itu.
Playlist, Human - Christina Perri
Happy reading!
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
........
"Assalamualaikum ma," Aaron memasuki pintu utama rumahnya dengan seragam sekolah yang sudah acak-acakan.
"Waalaikum salam, gimana sekolahnya?" Seorang wanita paruh baya menyambutnya dari dapur.
"Kayak biasa ma," Aaron tersenyum, mamanya selalu menanyakan hal yang sama setiap dia kembali dari sekolah.
"Yaudah makan dulu yuk," Ajak wanita itu lalu berlalu ke arah dapur lebih dulu.
Aaron mengangguk lalu mengikuti langkah mamanya.
.......
"Aaron," Panggil mamanya di sela-sela makan.
"Kenapa ma?"
"Papa kamu mau bicara nanti, dia di ruang kerja." Wanita itu berkata pelan agar anaknya mengerti.
Aaron terdiam sebentar, selain mulai berusaha menghindari tawuran lelaki itu juga selalu berusaha menghindari papanya.
Bukan karena keduanya memiliki masalah berat, hanya saja bagi Aaron menghadapi sosok ayah seperti Arkan menyulitkan baginya.
......
Aaron membuka pelan ruang kerja papanya yang terlihat gelap, kecuali satu penerangan di meja kerja dan siluet seseorang yang sedang berkutat dengan kertas-kertas.
"Ini Aaron pa," Ucapnya lalu masuk.
Lelaki paruh baya itu mendongak dan menatap anaknya cukup lama sebelum mengisyaratkan Aaron agar duduk di depannya.
"Kamu tau kenapa papa manggil kamu?" Tanyanya tegas.
Aaron menggeleng, tapi ia tau ini bukan hal baik.
Sebuah sodoran kertas di depan lelaki itu membuat Aaron segera mengerti, ia seharusnya sudah tau sejak awal.
"Jelaskan."
Lelaki remaja itu menunduk, "Aaron gatau pa,"
"Gatau gimana?" Kini ucapan sosok di depannya cukup tajam.
Hening.
"Papa sudah pernah bilang, ini nggak akan cukup buat kamu masuk kedokteran."
Tamparan itu membuat semua orang pasti sudah tau apa masalahnya. Ya, Aaron harus bisa mencapai segala hal yang menjadi harapan orangtuanya. Ralat, itu bukan harapan tapi tuntutan.
"Aaron nggak bisa masuk kedokteran pa." Lelaki itu kini mencoba menatap mata papanya.
Lelaki paruh baya itu tersenyum, "Kamu liat Andien, dia bisa."
"Aku bukan dia pa, udah cukup papa ngorbanin mimpi-mimpi kak Andien biar sesuai sama harapan papa. Jangan ngorbanin mimpi aku juga." Kini Aaron bahkan berdiri di hadapan meja papanya.
Papanya menggeram, "Kamu sudah berani Aaron?!"
Aaron tersenyum tipis, "Aku cuma bilang hal yang sebenernya pa,"
"Berhenti bermain sama orang-orang itu, berhenti buang waktu dengan bermusik dan main basket!" Papanya kini ikut bangkit dengan tangan terkepal.
Aaron berbalik untuk keluar dari ruangan papanya, tapi sebelum itu suara lelaki paruh baya itu kembali menginterupsinya.
"Perbaiki nilai kamu dan masuk kedokteran, maka papa akan bantu kamu menyelidiki kasus itu."
Penawaran yang bagus, pasti akan lebih mudah jika orang-orang papanya ikut andil dalam penyelidikan. Tapi apa itu pengorbanan yang setimpal?
........
Aaron menyandarkan kepalanya di sandaran sofa base camp, dengan earphone hitam yang menghiasi kedua telinganya membuat lelaki itu terlihat sangat tenang.
"Woy!" Seseorang menepuk bahunya membuat Aaron segera bangkit untuk berbalik dan menarik tangan si pemilik lalu memelintirnya cukup keras.
"Aduh sakit njir! Ini gue!"
Kini suara Raihan cukup keras jadi lelaki itu segera melepaskannya.
Ini sudah jam 10 malam, sedari tadi hanya ada Aaron dan Pandu yang baru saja pamit pulang lebih dulu jadi wajar saja jika Aaron terkejut dengan seseorang yang datang tiba-tiba.
Aaron terkekeh melihat sosok di hadapannya kini meringis sambil memegangi tangannya. "Maaf, gue pikir siapa."
"Gila lo, sakit nih." Jawab Raihan menunjukkan lengannya. Sedangkan si pelaku hanya mengangkat bahu acuh dan kembali duduk.
"Mana yang lain?" Tanyanya mengalihkan topik.
Raihan menggeleng tanda lelaki itu tidak tau lalu berlalu ke arah pendingin untuk mengambil minuman.
"Btw, gue cuma mau bilang kalo kemarin Aldi dicegat sama antek-antek Darren."
Aaron mengangguk sekilas, "Gue tau,"
"Lah tumben kita nggak ngebales mereka," Lelaki itu menaikkan alisnya mendengar jawaban Aaron.
"Kemaren gue ketemu Bang Alta,"
Raihan menghampiri Aaron dan ikut duduk di sofa, "Hah dimana?"
"Gue kerumahnya," Jawab Aaron singkat.
Lelaki di sebelahnya kembali menaikkan alis, "Terus?"
"Dia bilang buat kurangin tawuran, wajar aja kalo geng motor punya masalah sama anak lain tapi kita juga harus fokus sekolah jangan cuma mentingin soal kayak gini,"
Raihan mengangguk setuju, "Bener juga, kita udah kelas 12."
"Hm, dan soal Laskar." Aaron menyinggung topik sensitif yang selama ini selalu mereka hindari.
Raihan hanya diam sebelum akhirnya menghela nafas, "Kenapa?"
"Gue rasa bentar lagi kita nemuin sesuatu."
......
Terimakasih sudah membaca♡ Apakah sudah ada tanda-tanda kecurigaan akan alur cerita? Wkwk
Jangan lupa vote, comment, dan share ke teman-teman lain ya!