Wirasaksena -20-

10.1K 1.6K 101
                                    

Pulang. Nathan tidak pernah tau benar apa makna kata itu. Yang Nathan tau kata itu selalu ingin dia realisasikan.

Rumah. Nathan juga bingung sebenarnya dimana rumahnya.

Apakah bangunan sederhana dua lantai miliknya dan para sepupu ??

Atau malah rumah megah bak istana milik ayahnya. Dia tidak tau.

Yang Nathan tau setiap lelah dia ingin pulang. Entah ke rumahnya atau ke rumah ayahnya. Ke pelukan saudara sepupunya atau ke pelukan keluarganya sendiri.

Tapi Nathan rasa dia tau sesaat setelah pintu rumah ayahnya terbuka lebar. Dia paham. Begini rasanya pulang. Benar-benar pulang.

Hari ini weekend. Nathan sebenarnya tidak yakin apakah ayah dan ibunya ada disini. Tapi yang dia tau kakaknya pasti ada. Itu sudah lebih dari cukup untuk menyambutnya.

"Sayang ?? Kamu pulang ??"

Nathan tersenyum lebar ternyata ini lebih dari yang dia harapkan ayah dan ibunya ada di rumah. Sedang bersantai di ruang keluarganya yang luas.

"Mama~"

Memeluk ibunya erat. Menyembunyikan wajahnya di leher ibunya yang harum. Sumpah rasanya nyaman sekali. Nathan tidak berbohong.

"Kenapa baru pulang sekarang ?? Padahal rumahnya masih satu kota loh" katanya sebagai kata sambutan untuk putra bungsunya yang manja.

"Itu tuh aku dilarang-larang buat pulang. Kasian juga mereka gak ada yang bimbing"

"Alah paling kecil sok-sokan bimbing yang lebih tua"

Agung menyela membuat Nathan mendelik.

"Papa diam saja ya! Lagian kami seumuran papa. Aku bukan yang terkecil"

"Tetap saja wlee"

Menyebalkan. Nathan menimpuk kepala ayahnya dengan remot tv.

"Nathan!!"

"Nyebelin sih wleeekkk"

Agung geram menatap pada Yuna yang bahkan tidak bergeming. Mengeratkan pelukannya pada si bungsu yang kini sudah tiduran dipahanya.

"Ma anaknya tuh"

"Ma suaminya tuh"

"Nathan!!"

Sekarang Agung benar-benar geram. Dia bangun menarik paksa Nathan dari istrinya kemudian memangku putranya. Menggelitikinya sampai Nathan menangis.

Sungguh Agung itu adalah gambaran dari sosok ayah yang lebih sering bertengkar dengan putranya dari pada menasihati dengan bahasa yang kaku. Itu bukan Agung sekali.

"Papa lepas!! Ampun ampun haha"

Nathan walaupun sudah jadi mahasiswa jangan kira bisa melawan ayahnya. Tubuhnya saja jika bersebelahan dengan ayahnya masih sampai dagu. Ayahnya tinggi sekali. Seperti raksasa.

Cup

Diciumi pipi putranya gemas.

"Ma ini bayinya kok sekarang besar sekali ??"

"Apasih papa!! Bukan bayi udah mahasiswa ini!!"

"Tetap bayi kan ma ??"

Yuna hanya bisa mengiyakan saja. Terlalu lelah menegur mereka. Tidak akan mempan. Yuna beritahu saja.

Kemudian mereka tenang. Nathan diam saja saat ayahnya masih memeluknya. Di juga suka masalahnya.

"Kakak mana ma ??"

"Di atas. Kesana saja. Sekalian suruh kakakmu turun ya"

"okey dokey!" tangan Nathan membentuk tanda oke.

Wirasaksena ✓Where stories live. Discover now