Chapter 2 - Kating

4.4K 821 101
                                    


"Istilah hukum perdata di Negara Indonesia mulanya dari Bahasa Belanda Burgerlik Recht yang sumbernya pada Burgerlik Wetboek atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata biasa disingkat KUH Perdata," jelas Pak Untung.

Pak Untung adalah dosen Hukum Perdata yang terkenal di kalangan mahasiswa Universitas Pemuda Indonesia. Pak Untung dikenal dengan sebutan dosen kesayangan mahasiswa caper alias cari perhatian. Dosen dengan wajah tegas dan kacamata bulat itu sangat hobi memberi nilai baik kepada mahasiswa yang ia hapal saja. Hapal dalam artian mahasiswa yang aktif di kelas dan selalu memperhatikannya.

Tak heran banyak mahasiswa berlomba-lomba aktif di kelasnya. Sebenarnya mahasiswa aktif memang bagus, tetapi jika aktifnya tidak masuk akal lama-kelamaan jadi mengganggu. Seperti yang terjadi saat ini, beberapa mahasiswa yang duduk di bangku depan tampak sibuk mencatat apa saja yang Pak Untung ucapkan. Padahal, semua yang disampaikan sudah ada di buku cetak.

Seperti halnya kelas pada umumnya, mahasiswa yang duduk di depan adalah mahasiswa teladan dengan niat belajar yang tinggi. Sementara bangku belakang lebih banyak dihuni oleh mereka yang berprinsip; Paham ya syukur, enggak ya nasib.

Tetapi, teori itu tidak berlaku pada semua mahasiswa yang duduk di bangku belakang. Beberapa ada yang masih sibuk mencatat meski tidak paham, dan beberapa lainnya tampak khusyuk mengheningkan cipta dengan kepala menunduk fokus melihat buku—dengan ponsel di atasnya.

Nabilla Xaverina adalah salah satu mahasiswa yang sejak tadi khusyuk mengheningkan cipta. Gadis berambut hitam panjang itu tampak sibuk men-scrolling layar ponselnya dengan jari telunjuk. Membaca satu-persatu nama di tabel yang baru saja diposting oleh salah satu organisasi di kampusnya. Nabilla sudah dua kali mengecek tabel itu, takut namanya terlewat. Namun, tetap saja tidak ada namanya tertulis di sana.

"What the—"

Nabilla segera mengatupkan bibirnya saat tatapan Pak Untung tertuju padanya. Gadis itu cepat-cepat berlagak mencatat.

Fani yang duduk di samping Nabilla ikut panik. "Udah sinting, yah?"

Nabilla melirik sekilas teman sebangkunya itu. Namanya Fani Aurellia, satu-satunya sahabat yang dia miliki di kampus ini. Usia pertemanan mereka memang baru terjalin dua bulan, tetapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun. Mungkin karena mereka tinggal di kos-kosan yang sama.

Nabilla dan Fani sama-sama mahasiswa perantau, Nabilla dari Bali sedangkan Fani dari Magelang. Sebagai anak perantau, bisa langsung mendapatkan teman yang satu frekuensi adalah hal paling membahagiakan. Mungkin hal itu yang membuat Nabilla dan Fani seperti saling terikat satu sama lain. Keduanya saling melengkapi.

Jika Nabilla adalah mahasiswa yang ikut mengheningkan cipta, Fani adalah mahasiswa yang rajin mendengarkan dan mencatat meski tidak paham. Setidaknya catatan Fani selalu lengkap untuk disalin oleh Nabilla. Dan Fani tidak akan pernah jadi mahasiswa yang ketinggalan berita di kampus karena selalu mendapat gossip up to date dari Nabilla.

"Gue ditolak PERMABA!" bisik Nabilla geram.

"Hah, lo daftar PERMABA?" Fani membelalakkan mata kaget. "Jelas ditolak, lah, bego. Dari namanya aja udah kelihatan. PERMABA, Persatuan Mahasiswa Batak. Lo orang Bali, pe'a!"

Nabilla mengerutkan kening kesal. "Lah, apa gunanya toleransi di negeri ini?"

"Dih, segala bawa toleransi. Bilang aja lo pingin masuk PERMABA karena ada Kak Bagas," sindir Fani langsung membuat Nabilla tersipu malu.

"Kasep pisan euy."

"Masih kasepan Kak Jaeffry kali," bantah Fani.

Bukannya balas membantah, Nabilla justru mengangguk setuju. "Kak Jae juga cakep pisan. Kak Theo sama Kak Juan juga mantep. Pokoknya angkatan mereka bibit unggul semua, dah. Termasuk Kak Bagas."

StuckOnde as histórias ganham vida. Descobre agora