5. Temporary Winner

Zacznij od początku
                                    

Ya 'kan ujungnya Cia yang disalahkan, kalau Clarissa sama Sissy tahu apa?

"Wow!" Sissy bertepuk tangan, diikuti penonton hingga suasana semarak bak ada pertandingan bola. "Denger 'kan, Guys? Ini korbannya ngebelain si pelakor, loh! Gue heran deh kenapa kalian banyak yang nge-fans sama modelan dia!" ocehnya.

"Pelakor, pelakor, pelakor mulu lo, Tai Anjing! Ngerti Ceysa luar dalem gak? Bacot mulu lo dah kayak yang paling paham, Najis!"

Clarissa tertawa meledek. "Aduh, toxic banget. Mulut sama sampah gak ada bedanya, ya?"

"Daripada lo! Nuduh temen gue pelakor. Udah ngerasa paling bener sedunia akhirat? Fitnah hadiahnya neraka, Mbak Jago," balas Kalya, enggan mengalah. 

"Dan lo kira ngomong kasar bikin masuk surga?"

Ceysa memegang pundak Kalya, menepuk dua kali dengan gelengan pelan dan tegas di kepala. Tidak menjawab, tak mengindikasikan dirinya lemah. Siapa saja yang melihat, pancaran mata seorang Ceysa lebih ganas dari tajamnya ucapan Clarissa atau Sissy.

Sissy melirik Cia, memerhatikan mata yang ketara sekali bengkak akibat menangis semalaman. Of course, she knows what happened last night. "Liat kelakuan temen lo, Kalya. Jalan sama Alden padahal Cia lagi ada di titik terendah!"

"Sissy!" peringat Cia. Pasalnya, dia enggan jika masalah tersebut diungkit di hadapan banyak murid. Sungguh memalukan.

"Apa? Gue bener, 'kan?" balas Sissy, congkak. "Miris gue liat kisah cinta lo gak ada seneng-senengnya gitu. Capek gue denger lo cerita soal si Alden lebih prioritasin Ceysa, lah, lebih—"

Tepuk tangan dari Kalya mengatupkan bibir Sissy dalam satu kedipan. "Salah sendiri temen lo di luar ekspektasi Alden. Biar tambah panas, ayo, Cey, ceritain semalem lo ngapain aja sama si Alden!" perintah Kalya.

"Gue gak jalan sama dia semalem," dusta Ceysa, menjaga hati pacar sang sahabat yang wajahnya jelas menampakkan rasa kecewa.

Hening cukup lama. Kalya hanya memberikan pandangan tidak terima atas ujaran itu, sementara Sissy dan Clarissa dibuat kelimpungan melempar kode untuk melanjutkan hujatan. Kalau Ceysa, dengan senyuman sopannya meminta gerombolan membubarkan diri dan langsung dituruti.

Dikiranya perseteruan telah usai, tetapi tawa menyeramkan sarat akan ketidakpercayaan dan kemuakan terdengar. Mereka kembali membentuk kerumunan, mencaritahu si pelaku yang ternyata ialah Cia.

"Gak jalan sama Alden?" Cia bergerak maju, tak mampu membendung amarah. Persetan kali ini Alden datang atau tidak "So, how about … Ceysa de Luca, why you look so stunning tonight? I fucking can't take my eyes off of you. I hate it, I love your gaunt cheeks." Gadis itu menirukan ucapan serta logat khas Alden.

Senyuman Ceysa luntur. "Hey, I didn't mean to—"

"Udahlah." Tanpa sengaja, Cia menepis kasar tangan Ceysa yang hendak memegang pundaknya. "Yang lo perlu paham, seberusaha apa pun lo buat tampil classy, kalau ngerebut cowok orang ya jatuhnya tetep murah. Bangga lo jadi cadangan? Pakai pelet apa, sih, heran gu—"

"Adelicia Abraham."

Patah-patah Cia menolehkan kepala menuju sumber suara. Terlihat, di sana ada Alden menatapnya tajam penuh peringatan.

Ayolah, Alden Narendra, dia hanya ingin menyelamatkan hubungan percintaan. Cia masih tak sanggup merindu apabila ucap putus diseru.

Maju mendekati dua orang pemeran utama, Alden menatap Ceysa. "She's my friend," katanya, walau sedikit tak ikhlas kala menyebut status di antara mereka. Mengalihkan tatapan, dia memandang wajah ketakutan Cia. "Aku ngehargai teman-temanmu, kamu juga harus bisa ngehargai teman-temanku."

HOLLOW Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz