Bab 22

1.8K 300 20
                                    

Halooo makasih buat para pembaca Nggak Suka? Ya, Resign Aja. Semoga suka sama chapter ini ya. Jadwal tayang tetap hari Sabtu, tapi kalau aku lagi niat, biasanya aku suka update di hari lain juga wkwk. Stay tuned aja pokoknya. Selamat membaca.

.

.

Bu Dewa mengusap tangannya yang pegal-pegal karena menahan pintu ruangan seorang diri. Bisa-bisanya anak buahnya tadi sempat diam saja. Untung mereka akhirnya menolong. Kalau tidak, ia sudah bersiap akan menyuruh mereka menulis surat pernyataan sama seperti Akar kemarin. Sehabis bekerja nanti mungkin ia akan mendatangi rumah sakit untuk memeriksa apakah ada ototnya yang robek atau tulangnya yang patah. Meskipun habis kena musibah, ia masih ingat perintahnya pada Akar kemarin. "Akar, mana suratnya?"

Sesaat hening.

Lalu, Akar menyerahkan surat yang sudah disiapkannya kepada Bu Dewa.

Bu Dewa mengecek isi surat itu. Isinya tentang penyesalan Akar yang melawan pada bosnya. Sesuai dengan yang diinginkan, tapi ia tidak tahu bahwa Akar menulisnya tidak ikhlas. Ia pun menandatangani surat itu. "Kamu jangan mengulangi kesalahanmu ya, nanti kamu saya SP. Kasih ini ke HRD."

Akar mengambil surat itu dengan ekspresi masa bodoh, dan segera berlalu tanpa menanggapi ancaman Bu Dewa.

Solar menarik napas lega karena satu masalah sudah selesai. Ia melirik ke Jo yang ternyata tengah menatapnya juga seraya mengacungkan jempol. "Makasih, Jo," ungkapnya setengah berbisik. Dengan begini Akar tidak akan dikeluarkan dari kantor.

"Solar, pohon konfliknya sudah selesai?" tanya Bu Dewa tiba-tiba.

Solar terhenyak karena seingatnya keinginan Bu Dewa itu dipatahkan oleh Mbak Gema yang tidak setuju. "Bu, sinopsis kemarin kan belum fix."

"Ya, kamu fix-in dong. Kan katanya kamu yang nulis sinopsisnya."

Solar terang saja keheranan karena Bu Dewa seolah menyindirnya. Padahal yang memutuskan menggunakan sinopsisnya untuk diajukan ke pihak teve adalah Bu Dewa sendiri. Lalu, Bu Dewa juga mengakui sinopsisnya itu adalah hasil kerja kerasnya sendiri. Yang harusnya marah itu Solar, kan? Namun, Solar sadar ia hanyalah bawahan, jadi untuk sekarang ia tidak akan protes apa-apa. Belum tahu nanti. "Ya udah, Bu. Saya buat dulu pohon konfliknya. Tapi kalau nanti penerbitnya nggak izinin—"

"Pasti penerbitnya bakal mengizinkan. Serahkan aja sama saya. Saya ini penggemar berat novelnya," sahut Bu Dewa penuh percaya diri.

Kalau Bu Dewa sudah berkata seperti itu, Solar juga tidak bisa menentangnya. Ia lalu melihat Akar yang sudah kembali dari HRD. Jantungnya kembali berdegup kencang. Lelaki itu benar-benar membuat perasaannya campur-aduk. Ia masih mempertanyakan mengapa Akar tiba-tiba menciumnya. Apakah lelaki itu mencintainya? Lalu, hubungan Akar dan Ratu selama ini apa? Solar tidak berani membayangkan jika Ratu tahu insiden kemarin. "Gue pasti dikatain pelakor, terus dijadiin rujak cingur sama Ratu," bisiknya agak panik.

Jo yang mendengar Solar bergumam tidak jelas pun menyahut. "Hah? Lo ngomong apa Solar?"

Solar berjengit. Ia kemudian tersenyuk maksa. "Ah, gue lagi nyanyi kok."

Jo hanya nyengir, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

Terlalu banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban! Hari ini Akar memperlihatkan sisi yang tidak pernah diketahui Solar. Agak menggemaskan sih, tapi gara-gara itu ia juga tidak ada nyali untuk mendekatinya. Padahal mereka butuh bicara biar tidak seperti ini terus.

Solar kemudian menyadari ada pesan yang masuk di ponsel. Ternyata dari Mas Surya.

Solar, kabarin gue pas Bude ikut meeting. Gue mau nelepon lo.

Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]Where stories live. Discover now