Bab 18

1.7K 288 24
                                    

Halooo, makasih ya udah menyempatkan waktu baca ceritaku ini. Love you so much pokoknya. Selamat membaca bab baru ya. Semoga terhiburrr.

.

.

Sesuai jadwal yang sudah ditentukan, Solar, Bu Dewa, Akar dan Ratu ikut meeting preview episode 55 sinetron Cinta Sunny yang sedang diujung tanduk karena share hanya berada di angka enam. Lokasi meeting berada di Rania TV yang gedungnya bersebelahan dengan PH Cahaya Gemilang jadi mereka hanya berjalan kaki.

Kalau boleh jujur, tim yang dikirim untuk mengikuti meeting ini tidak terlalu Solar sukai. Akar sering menyebalkan, Ratu masih mendiamkannya entah karena apa, dan siapa juga yang beranggapan Bu Dewa adalah sosok yang menyenangkan?

Beruntung Mbak Gema menyusul diikuti Mas Mahmud yang penampilannya mencolok dengan cardigan yang hampir menyapu lantai. Kalau Mas Mahmud sebaik Mas Surya, mungkin Solar bisa menyukainya. Sayangnya mulut Mas Mahmud lebih berkerikil dibandingkan punya Bu Dewa.

Solar langsung pindah di sebelah Mbak Gema. "Mbak Gema, titipannya udah aku sampaikan ke Mas Surya," ia sengaja menyebutkannya dengan volume tinggi. Benar saja, Bu Dewa langsung melirik.

"Oke, makasih ya. Lo sendirian aja ke rumah Surya?"

"Nggak, Mbak. Ada yang ngintilin. Soalnya mereka kangen sama Mas Surya. Mbak juga kangen, kan?" Solar sengaja bermain api untuk mengusili Bu Dewa.

Mbak Gema yang tidak paham maksud tersembunyi Solar itu pun hanya tertawa. "Bisa aja kamu."

Mereka tiba di ruang meeting Rania TV sepuluh menit kemudian. Di ruangan itu sudah ada tim programming yang menunggu. Tidak lupa makanan yang melimpah tersedia di atas meja.

Tim creative menyalami tim programming satu per satu. Ketua tim programming, Bu Lia yang kemudian berbicara. "Kita langsung nonton aja ya. Nanti baru dilanjutin ke presentasi sinopsis program baru."

Solar saling lirik dengan Akar. Mereka sama-sama tidak tahu bakal ada jadwal kedua. Bu Dewa tidak ada memberi kabar apa-apa.

Masing-masing duduk di kursi yang sudah disediakan. Solar menonton sinetron itu dengan serius. Ia masih belum mengerti inti dari cerita Cinta Sunny. Terlalu kompleks karena masing-masing karakternya punya tujuan berbeda.

Acara nonton Cinta Sunny episode ke 55 berlangsung selama sejam. Lalu, Bu Lia memberikan komentar menurut sudut pandangnya. "Saya suka sih sama ceritanya, mudah-mudahan share-nya bisa naik ke angka minimal lima belas ya."

Mbak Gema tampak terkejut dengan target itu. "Nggak ketinggian targetnya, Bu?"

"Gema, kita udah kalah telak sama teve sebelah. Kalau share sinetron Cinta Sunny tetap di angka yang sama, kita terpaksa harus bungkus. Lagian kalian mau mengajukan cerita sinetron terbaru, kan?"

Mbak Gema mengeluarkan kemampuan negosiasinya. "Tapi mempertahankan program acara masih lebih mudah dibandingkan membuat yang baru, Bu."

Bu Lia merasa ia punya argumentasi yang tak terbantahkan. "Ya, bisa aja kami pertahankan Cinta Sunny kalau share-nya ada di angka lima belas."

Ada yang tidak Solar mengerti. Ia langsung berbisik pada Akar yang duduk di sebelahnya. "Kar, bungkus itu maksudnya apa? Emang sinetron bisa dibawa pulang?"

Mata Akar menyipit. Ia balik berbisik, "Itu artinya produksi sinetronnya dihentikan."

Solar manggut-manggut paham.

"Kalian jadi kan mau presentasi?"

Bu Dewa langsung berdiri. "Saya yang presentasi, Bu."

"Oke, silakan siapkan sinopsisnya."

Bu Dewa sibuk mengotak-atik laptopnya seorang diri, berbeda seperti tadi di kantor yang rusuh meminta tolong ini-itu pada Solar. Ia bahkan bisa menyambungkan kabel HDMI ke laptopnya.

Layar di depan menunjukkan sinopsis yang Bu Dewa maksudkan.

"Ah ya, Bu. Sinopsis ini saya yang susun sendiri berdasarkan novel yang kami beli hak ciptanya."

Solar menyikut Akar. "Kar, emangnya udah disetujuin sama penerbitnya?"

Akar juga keheranan. "Gue belum dapat kabar apa-apa dari Mbak Win."

Bu Dewa membacakan sinopsis novel yang ditayangkan dalam bentuk presentasi office.

Solar yang sudah membaca dua paragraf merasa ada yang aneh dari sinopsisnya. Ia buru-buru membuka sinopsis yang ia tulis. Benar saja. Itu kan sinopsis miliknya! Hanya namanya saja yang tidak disebutkan Bu Dewa.

Bu Lia menginterupsi karena ada yang mengganggunya. "Dewa, layarnya dibuat full aja."

Bu Dewa tampak tidak berkutik. "Dibuat full? Maksudnya?"

"Tekan F-lima," titah Bu Lia.

Bu Dewa memperhatikan F5 di layar laptopnya. "Wah, saya nggak ngerti F-lima apaan," ungkapnya seraya tertawa untuk menghilangkan kegugupannya sendiri.

Solar langsung menghampiri Bu Dewa. "Ini, Bu. Ada F-satu, F-dua, F-tiga, F-empat dan Flima." Ia menekan tombol F5 kuat-kuat.

Bu Dewa kembali membacakan sinopsisnya.

Sementara itu Solar kembali ke bangku. "Gila, dia bener-bener lebih gaptek dari nenek gue," bisiknya, tapi terdengar oleh Mas Mahmud yang langsung nyengir kayak kuda. Ia tidak memedulikan hal itu. Ia hanya bingung kenapa hasil kerja kerasnya begadang semalaman malah diambil Bu Dewa tanpa sepengetahuannya. Apakah cara kerja di Cahaya Gemilang seperti itu? Atau Bu Dewa memang tipe bos yang sering mengakui pekerjaan anak buah sebagai jerih payahnya?

Setelah Bu Dewa membacakan seluruh isi sinopsis, Bu Lia langsung memberikan komentar. "Ceritanya menurut saya terlalu drama Korea. Cuma soal rasa, adegan-adegan yang ngebuat penonton simpati sama tokohnya nggak ada."

Solar merasa ada yang salah dengan komentar Bu Lia. Ia kembali berbisik pada Akar. "Kar, drama Korea jauh lebih berkualitas dari sinetron Indonesia kali. Kok Bu Lia ngomongnya kayak drama Korea nggak ada apa-apanya?"

"Kalau lo punya karya sendiri, harusnya lo banggain karya lo walaupun orang bilang itu jelek," Akar menjelaskannya agak jengkel. Mudah-mudahan setelah ini Solar akan diam.

Solar masih belum memahaminya. Rasa bangga terhadap karya sendiri itu memang benar, tapi bukannya kita harus mengakui keunggulan orang lain apabila memang begitu kenyataannya? Ia juga masih keheranan dengan tingkah Bu Dewa. Ia ungkapkan saja pada Akar agar hatinya jadi lebih tenang. "Kar, Bu Dewa presentasiin sinopsis yang gue tulis sampai begadang semalaman."

Mata Akar sedikit membesar. "Masa?"

"Baca deh," Solar menyerahkan laptopnya pada Akar.

Belum sempat Akar membacanya, Bu Lia keburu bersuara, "Hei, kalian kenapa buat forum sendiri? Kalau ingin pacaran, tahan dulu dong sampai selesai kita meeting."

Seumur-umur mengikuti meeting di Rania TV, baru kali ini Akar kena omel Bu Lia.

"Maaf, Bu," Solar yang menyampaikannya lebih dulu.

Akar meminta maaf juga, tapi kemudian ia tetap membaca sinopsis yang Solar berikan. Ada gejolak amarah yang muncul perlahan di dalam hatinya. Bolak-balik ia memperhatikan sinopsis di layar dan di laptop. "Brengsek," umpatnya perlahan.

Namun, masih bisa didengar oleh Solar. Entah pada siapa Akar mengumpat. Baru kali ini ia melihat sorot mata Akar bak hewan yang sedang mengincar mangsanya.

Ekspresi Akar kalau lagi marah....

Ekspresi Akar kalau lagi marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang