Bab 15

1.9K 294 46
                                    

Happy weekend gaiss. Makasih buat yang udah baca dan voment. Jangan ragu ya buat ninggalin komentar hehe.

.

.

Akar menatap Ratu tanpa ekspresi. Ia tidak tahu kapan perempuan itu melihat isi novelnya. Yang ia tahu, Ratu sudah melanggar privasi. "Gue nggak pernah bilang ke lo kalau lo boleh ngacak-ngacak isi tas gue."

Ratu tertawa sinis yang sebenarnya sebagai kiasan untuk menutupi kegelisahannya. "Lo sebenarnya pengin banget bisa akrab sama Solar, kan?"

Akar mulai kesal. "Lo nggak tahu apa-apa, jadi jangan ngomong yang aneh-aneh."

Emosi Ratu pun tersulut. "Makanya jujur sama gue, sebenarnya lo punya hubungan apa sama Solar? Lo tahu kan gue paling nggak suka punya saingan!"

Akar mendelik tajam. "Lo jangan macam-macam sama Solar kalau mau hubungan kita baik-baik aja."

Ratu terdiam karena tidak menyangka Akar membela Solar. Volume suaranya meninggi. "Pergi!"

Akar beranjak cepat tanpa sudi melihat lagi ke belakang.

Kemudian Ratu menangis. Ia menutup wajah dengan kedua tangan. Padahal Akar sudah sukarela menemaninya tanpa ia minta. "Kenapa lo pergi, Bara? Gue maunya lo tetap di sini."

.

.

Solar sedang menyusun sinopsis dari novel I Lost You yang diperintahkan kemarin oleh Bu Dewa. Di tengah pekerjaan, ia mengingat hal yang ingin ditandaskannya di hari ini. "Ah iya." Ia menghentikan kegiatannya sebentar, lalu mengeluarkan piagam penghargaan pertama-nya dari tas.

Solar memperhatikan isi piagam itu sembari cekikikan. Isinya tidak penting dan penuh dengan guyonan, tapi ia menyukainya. Ia senang mendapatkan hadiah yang diberikan secara tulus oleh teman-temannya.

Lalu, Solar mengeluarkan selotip bergambar beruang. Ia menempelkan piagam itu pada sekat pembatas yang ada di depannya. Suara tawanya kembali terdengar.

Sampai menarik perhatian Jo yang jadi gagal fokus. Ia membelalak melihat rupa pembatas di depan Solar yang sudah berubah. "Ngapain ditaruh di sana?"

"Bagus kali ditaruh di sini. Piagam pertama gue," Solar terkekeh-kekeh. Ia merasa bangga bisa mendapatkan piagam itu.

"Kalau Bude tahu, dia bakal marah," Jo tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak paham dengan pikiran Solar.

"Kenapa harus marah? Ini kan punya gue," Solar membela diri.

"Ya, kenapa juga saya harus marah?"

Jo dan Solar bergidik. Mereka perlahan memperhatikan Bu Dewa yang entah sejak kapan ada di belakang.

Mata Bu Dewa terlihat kian seruncing kucing yang sedang mengantuk.

"Saya baru nyadar kalian manggil saya Bude. Kenapa kalian manggil saya kayak gitu?"

Tiba-tiba saja terdengar suara cegukan yang Nimas keluarkan.

Jo memperhatikan Nimas yang kalau panik selalu cegukan. Untungnya Nimas langsung berusaha minum sebanyak-banyaknya. Ini gawat tiga kuadrat. Mas Surya yang berani menantang Bu Dewa dan Mas Jamal yang pintar dengan peresan-nya tidak ada di sini. Apa yang harus ia lakukan untuk menghilangkan ketegangan ini?

"Itu buat singkatin nama Ibu. Soalnya namanya kepanjangan. Ya, kan, Jo?" Solar mencoba menetralkan suasana. Ia sebenarnya belum sepenuhnya tahu kenapa rekan-rekannya memanggil Bu Dewa dengan Bude.

Bu Dewa kemudian bergegas kembali ke mejanya tanpa mengatakan apa-apa. Ketika duduk, ia langsung menoleh pada Solar. "Solar, saya mau segera membaca sinopsis sinetron adaptasi kamu."

Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]Where stories live. Discover now