Bab 81 - Hate Love

1.5K 191 32
                                    

Bab 81 - Hate Love

Sepanjang sisa malam kemarin, setelah kedatangan Erlan, Lyra tak bisa tidur. Salahkan Erlan. Ya, Erlan dan pengakuan sialannya. Menunggu sepuluh tahun? Silakan! Lyra tidak akan pulang bahkan sampai seratus tahun lagi kalau begitu.

Lyra mendesah berat mendapati dirinya mulai berpikiran konyol, nyaris gila, karena Erlan. Lyra menyumpahi pria itu dalam hati.

Rasanya, setahun usaha Lyra menjauh dari Erlan demi menyembunyikan dan meredam perasaannya itu seketika menguap sia-sia. Meski Lyra tak bisa untuk tak menyalahkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia meneriakkan perasaannya seperti itu pada Erlan? Oh, ia pasti sudah gila. Jelas, itu karena Erlan.

Sepanjang malam kemarin, Lyra sudah tidak sabar untuk segera terbang ke Kanada. Namun, begitu ia duduk di dalam pesawat, menatap keluar jendela, entah kenapa hatinya mendadak terasa berat. Ia menolak sahabat-sahabatnya mengantarkannya. Ia benci perpisahan. Dan Dera pasti akan membuat heboh, membuat Lyra semakin berat untuk pergi.

Namun, meski tadi sahabat-sahabatnya itu tidak datang, saat ini tetap saja hati Lyra terasa berat untuk pergi. Lyra tidak akan mengelak. Erlan alasannya. Setelah semalam, ia belum lagi berbicara dengan Erlan, belum melihat Erlan. Namun, begini lebih baik. Ia toh pergi karena tak ingin melihat Erlan.

Ketika akhirnya pesawat lepas landas, Lyra mendesah berat. Ia benar-benar pergi. Entah kapan ia akan kembali. Yang jelas, akan lebih dari sepuluh tahun. Lebih tepatnya, sampai Erlan menyerah akan dirinya.

Sungguh, apa yang ada dalam pikiran pria itu? Dia sendiri yang berkata bahwa dia sudah begitu sering terluka, patah hati, karena Lyra, tapi dia tidak berhenti. Sayangnya, Lyra tidak sebodoh itu. Ia benci merasakan sakit yang menyesakkan di dadanya karena pria itu. Ia benci rasa sakit menyebalkan itu. Ia benci luka yang harus ia rasakan ketika pria itu terluka.

Hidupnya bahkan sudah cukup berat tanpa masalah cinta itu. Ia harus membuktikan pada orang-orang di perusahaannya jika ia berhak untuk duduk di kursi puncak perusahaan. Apalagi setelah Arman memutuskan untuk mengurus perusahaan keluarga Ryan. Dengan kepergian Lyra, saat ini Erlan adalah kandidat utama yang akan memegang perusahaannya. Namun, begitu Lyra kembali nanti, ia akan merebut itu dari Erlan.

Ia sudah bekerja keras selama setahun kemarin untuk memantapkan rencana proyek resort-nya di Kanada. Ia bahkan melakukan sendiri survei ke Kanada dan semua urusan yang menyangkut tentang rencana proyeknya. Ia tidak akan kembali sampai proyek ini selesai. Ia tidak akan kembali sampai memastikan proyek ini berjalan sesuai rencananya.

Lyra mendesah berat seraya mengalihkan tatap dari jendela, tapi ia tersentak mendapati penumpang di sebelahnya mencondongkan tubuh ke arahnya, dengan tatapan ke arah jendela. Lyra mendengus tak percaya. Mereka duduk di kursi tengah, dan jika memang penumpang di sebelahnya itu ingin melihat keluar jendela, dia bisa melihat ke jendela di sisi lain. Lyra mengutuk sekretarisnya karena memilihkan kursi di tengah seperti ini. Sialnya, sekretarisnya itu sudah berangkat lebih dulu kemarin untuk mempersiapkan semua yang diminta Lyra.

"Sori, tapi to ..." Kalimat Lyra terhenti tatkala penumpang di sebelahnya itu menoleh padanya dan melepas kaca mata hitamnya. "Lo?!" seru Lyra, mengundang tatapan dari penumpang lain.

Lyra berdehem, lalu menatap penumpang di sebelahnya yang sudah kembali duduk dengan posisi normal di kursinya.

"Lo ngapain di sini?" desis Lyra kesal.

Penumpang yang tak lain adalah Erlan itu, tersenyum. "Berangkat liburan," jawab pria itu santai.

Liburan? Apa dia sudah gila?

Just Be You (End)Where stories live. Discover now