Bab 4 - Awalnya

2.1K 243 13
                                    

Bab 4 - Awalnya

Dua bulan sebelumnya ...

Lyra tersentak kaget ketika seseorang menariknya ke belakang, sebelum di depannya, sebuah mobil melaju kencang, tepat di tempat ia berdiri tadi. Lyra menoleh dan dilihatnya ekspresi lega, –benar-benar lega, seolah dialah yang barusan nyaris celaka, dari gadis muda yang menyelamatkannya barusan.

"Kamu nggak pa-pa?" tanya gadis itu cemas.

Lyra mengangguk, tapi tak mengatakan apa pun, sementara gadis di sebelahnya itu menghela napas lega.

"Syukur deh, kalau gitu," ucapnya seraya tersenyum. "Hati-hati, ya. Di sini kalau pagi emang sepi, tapi kendaraan yang lewat sering ngebut, soalnya siangan dikit bakal ramai jalannya," ia berpesan.

Lyra tak menanggapi, matanya masih menatap gadis muda itu, mengamati.

"Saya duluan ya," gadis muda itu berkata, mengangguk pamit pada Lyra sebelum ia berbalik dan memungut sesuatu di tepi jalan. Lyra mengerutkan kening melihat telur-telur yang sudah pecah di dalam kantong plastik yang dipungut gadis itu.

Sepertinya gadis itu menjatuhkannya saat menyelamatkan Lyra tadi. Namun, Lyra dibuat heran karena alih-alih membuang telur yang sudah pecah itu, gadis itu justru memegangi plastiknya semakin erat.

Dia tidak akan membawa itu, kan? Dia tidak akan ...

Lyra sudah berbalik, memutuskan untuk tidak lagi peduli, tapi tubuhnya seolah menolak perintah otaknya. Alih-alih, ia mendapati kakinya melangkah di belakang gadis itu, mengikutinya.

Langkahnya terhenti tatkala seorang anak laki-laki, mungkin berusia sepuluh atau sebelas tahun, menghentikan kayuhan sepedanya tepat di depan gadis muda tadi.

"Kak Prita kok lama, sih? Aku udah lapar, nih. Keburu telat juga ke sekolahnya," keluh anak laki-laki itu.

"Maaf, maaf," gadis pemilik nama Prita itu berkata, terdengar merasa bersalah. "Habis yang udah buka tokonya adanya di pasar, sih. Lagian ini masih subuh gini, nggak bakal telat juga sih, Mar."

Anak laki-laki itu sudah hendak protes lagi, tapi kemudian matanya terarah pada kantong plastik berisi telur yang sudah pecah di tangan gadis muda itu.

"Telurnya pecah, Kak? Trus kita makan apa?" anak kecil itu terdengar cemas.

Itu hanya telur, pikir Lyra frustrasi, getir juga. Mereka tidak akan tidak makan hanya karena telurnya pecah, kan? Toh mereka bisa membeli lagi dan ...

"Nggak pa-pa. Nanti Kak Prita bersihin kulit telurnya, trus Kakak masakin telur kecap kesukaan kamu. Oke?" Gadis itu membujuk anak kecil yang tampaknya adalah adiknya itu.

Anak kecil itu mengangguk antusias. "Ya udah, buruan, Kak! Aku udah lapar!" seru anak itu bersemangat sembari memutar sepedanya, sempat menatap Lyra sekilas, sebelum mengayuh sepedanya dengan cepat ke arah ia datang tadi.

Lyra mendengar desahan berat dari gadis bernama Prita itu, dan entah kenapa, dada Lyra mendadak terasa sesak karenanya. Ia akhirnya berhenti mengikuti Prita ketika sepuluh meter kemudian, gadis itu berbelok masuk ke sebuah rumah kos dengan pintu gerbang hijau.

Lyra mencatat nomor rumah kos itu dalam kepalanya sebelum ia berbalik, dan akhirnya pergi dari sana. Namun kini, kepalanya penuh akan bayangan gadis itu. Sungguh, lebih dari apa pun juga, Lyra benci membuat orang lain menderita karenanya. Dan ia lebih benci lagi, ketika ia harus menerima bantuan dari orang lain.

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang