Bab 19 - Breakdown

1.6K 215 28
                                    

Bab 19 - Breakdown

Lyra menghela napas berat ketika menatap Prita yang tak sadarkan diri, dan Ryan yang tampak sama parahnya di sebelahnya. Ia beruntung karena sempat melihat Dera menyeret Dhika pergi tadi. Ryan mendapatkan kabar tentang Tasya setelah Dhika mengiriminya pesan singkat tadi. Itu menunjukkan satu hal;

Dhika juga tahu tentang perasaan Ryan pada Prita.

Lyra sempat menelepon Dhika saat pria itu masih di ruangan dokter yang memeriksa Tasya, dan menanyakan keadaan Tasya. Ia bahkan tak tahu bagaimana ia harus menyampaikan ini pada Prita nanti.

Melihat kondisi Prita saat ini, rasanya tidak mungkin Lyra mengatakan kemungkinan terburuk yang harus dihadapinya nanti. Tasya ternyata sudah sejak dua bulan terakhir ini tahu tentang penyakitnya, tapi tak mengatakan apa pun pada Prita, hingga menjadi separah ini.

Bagaimana Lyra bisa melewatkan itu? Seharusnya ia lebih memperhatikan Tasya. Mengingat adik-adik Prita itu adalah alasan kuat bagi Prita untuk bertahan sejauh ini. Lyra yang ceroboh, hingga melewatkan hal penting seperti itu. Ia juga sudah menghubungi Arman dan meminta bantuannya untuk mencari tahu tentang pengobatan di luar negeri, tapi dengan kondisi Tasya saat ini, itu akan sangat sulit.

Setidaknya mereka harus menunggu sampai Tasya sadar dari komanya, menunggu kondisi tubuhnya stabil dan memutuskan pengobatan macam apa yang paling bisa membantu memulihkannya. Seandainya Lyra tahu lebih awal, keadaannya tidak akan harus sampai separah ini. Seandainya ...

"Lyr." Panggilan pelan dari belakangnya itu menyentakkan Lyra dari pikiran muramnya. Ia berbalik dan mendapati Erlan sudah berada di sana. Lyra memang tadi memintanya untuk menyusul kemari. Tahu ini akan berat juga untuk Ryan, dan ada baiknya jika Erlan ada di sana.

"Gue mau ngecek keadaan Tasya dulu. Tolong lo jagain mereka," ia meminta.

Erlan mengangguk, tapi ketika Lyra hendak pergi, Erlan menahannya, membuatnya mengerutkan kening bingung ke arah pria itu.

"Semua bakal baik-baik aja. Lo nggak sendirian, Lyr," pria itu berkata, tidak meledeknya, tapi tulus di setiap katanya.

Lyra tak menjawab selain dengan anggukan. Namun, ketika ia melangkah meninggalkan ruangan itu, ia merasa sedikit lebih baik. Ya, ia tidak sendirian. Ketika Prita sedang jatuh, Ryan goyah karenanya, setidaknya masih ada Erlan yang bisa berpikir jernih di sini. Dan Dera ... yah, ia bisa memercayakan gadis itu pada Dhika.

Di depan ruang perawatan intensif tempat Tasya terbaring koma, Lyra hanya bisa menghela napas berat. Tasya hanya terlalu menyayangi Prita. Berpikir bahwa dengan menyembunyikan sakitnya, ia tidak akan membuat Prita cemas. Namun, gadis itu sama sekali tak menyadari, ketika semuanya menjadi sejauh ini, separah ini, ia menyeret tidak hanya Prita dalam kengerian ini.

Astaga, gadis itu bahkan masih sangat muda. Teringat kala gadis itu berucap terima kasih pada Lyra karena mau menjadi teman kakaknya, seolah kakaknya adalah anak TK yang baru masuk sekolah. Dan dia sangat berbakat. Bahkan beberapa saat lalu, Lyra mendapat kabar bahwa Tasya memenangkan lomba Karya Ilmiah Remaja yang diikutinya tadi. Bahkan kepada gadis itu, haruskah dunia menjadi sekejam ini?

Bayangan masa lalu seketika menggoyahkan Lyra. Ia selalu benci rumah sakit sejak kejadian itu. Ketika ia hanya bisa melihat mamanya dari jendela kaca, tak bisa menggenggam tangannya, tak bisa berbicara padanya, bahkan meminta maaf pun ia tak sempat.

Lyra mengepalkan tangan, amarah yang bertahun-tahun berusaha diredamnya kembali ke permukaan. Amarah yang membuatnya ingin membunuh penjahat yang menikam mamanya kala itu, hingga amarah yang tertuju pada dirinya sendiri, yang tidak cukup kuat untuk melindungi dirinya sendiri dan membuat mamanya terluka, hingga akhirnya pergi seperti itu.

Just Be You (End)Where stories live. Discover now