Bab 36 - The Truth Behind

1.8K 218 33
                                    

Bab 36 – The Truth Behind

Sabtu malam itu, karena Dera dan Lyra libur, mereka memutuskan untuk pergi jalan-jalan dengan Prita, Ryan dan Damar. Prita dan Ryan juga minggu itu masuk shift pagi, jadi mereki bisa pergi jalan-jalan malam itu.

"Akhirnya, keturutan juga jalan-jalan," kata Dera riang saat mereka memasuki Paragon Mall. "Tapi, aku sebenarnya pengen ke The Key, lho," Dera menyebutkan salah satu mall terbesar di kota itu, yang juga adalah milik perusahaan keluarganya.

Prita tersenyum geli. "Jauh ke sana. Ntar kamu kecapekan," ucapnya.

Dera manyun. "Nggak lah. Meski jauh, tapi kan kita naik mobil."

"Prita takut kamu nyasar kalau ke sana," Lyra menyahut. "Mana Dhika nggak ada. Repot ngawasin kamu sama Damar."

Dera dan Damar kompak menatap Lyra protes.

"Damar bukan anak kecil," sebut Damar, bersamaan dengan Dera,

"Aku bukan anak kecil."

Lyra hanya menanggapi dengan dengusan kecil. Bukan anak kecil, huh? Lihat, siapa yang sepanjang minggu mengamuk pada Dhika hanya karena Dhika mengabaikannya? Dera hanya tidak tahu, apa saja yang Dhika lakukan untuknya di belakangnya.

Karena Dera ingin belanja, mereka menuruti Dera dan menemani gadis itu berbelanja lebih dulu. Sementara Dera sibuk dengan Prita dan Damar, Lyra memanfaatkan kesempatan itu untuk membicarakan masalah Dhika dengan Ryan. Mereka tidak sempat membicarakannya di rumah karena tak ingin Prita semakin cemas karena Dera dan Dhika.

Sejak kejadian di Manahan dulu saja, Prita selalu mengingatkan Lyra untuk memastikan Dera tidak bersikap sejahat itu pada Dhika. Namun, Prita tidak tahu, ini memang yang diinginkan Dhika. Dan Prita tidak perlu tahu, atau dia akan semakin khawatir.

Lyra menceritakan dengan singkat apa yang terjadi selama seminggu kemarin. Ryan mengerutkan kening.

"Dhika ... beneran suka sama Dera? Sejauh itu?" Ryan memastikan.

"Dari yang gue lihat, sih," sahut Lyra santai. "I might not know that much about love or what so ever it is, but I learn to read people. Ilmu yang berguna kalau gue mau masuk ke perusahaan dan tahu apa yang orang-orang di sekitar gue pengen."

"Makanya, lo juga langsung tahu kalau Prita udah jadi tujuan gue," Ryan menyetujui. "Tapi gue penasaran, gimana lo bisa nggak tahu apa yang Erlan pengen?"

Lyra mendengus kasar. "Perusahaan, kan?"

Ryan mendecak simpati. "Lo tuh terlalu benci sama dia sampai penilaian lo ke dia nggak bisa objektif gitu."

Lyra menyipitkan mata kesal.

"Karena dari dulu lo ngerasa dia nyaingin lo?" sebut Ryan. "Jangan terlalu ngebenci Erlan, Lyr. Lo nggak tahu apa yang harus dia alami sebelum ini."

"Dan gue nggak mau tahu," tukas Lyra. "Kita tadi lagi ngomongin Dera sama Dhika. Mau dilanjutin atau nggak?" sinisnya.

Ryan mendesah berat, mengangguk.

"Lo harus ngomong sama Dhika, kalau dia terus ngedorong Dera kayak gini, dia bakal beneran kehilangan Dera," Lyra berkata. "Dera juga terluka karena sikapnya Dhika. Lebih dari yang dia pikir. Lo mungkin juga nggak tahu, Dera sempat cemburu pas lihat Dhika bantuin karyawan cewek lain. Tapi gue rasa, perasaan Dera belum sedalam itu. Jadi, kalau Dhika terus ngedorong Dera kayak gini, Dera bakal beneran pergi dan benci Dhika selamanya. Gitu nggak pa-pa?"

Ryan tentu saja terkejut mendengar uraian Lyra itu.

"Tentang perasaannya Dera itu ... lo yakin?" tanya Ryan ragu.

Just Be You (End)Where stories live. Discover now