Bab 10 - Penolong Rahasia

1.8K 235 7
                                    

Bab 10 - Penolong Rahasia

Dera awalnya menolak ketika Prita mengajaknya pergi ke kafe bersama Lyra, melihat bagaimana gadis itu tidak sedikit pun mau bersikap bersahabat dengannya. Namun, ketika Lyra akhirnya berkata, "Udah sih, ikut aja. Buruan. Kalau kamu nggak ikut, dia juga nggak bakal pergi, nih. Dan aku udah lapar."

Maka akhirnya, Dera mengikuti kedua gadis itu, atau lebih tepatnya, ia berjalan bersisian dengan Prita mengikuti Lyra. Namun kemudian, ponselnya berbunyi, tanda ada pesan masuk. Dera dengan cepat melihat isi pesannya. Raka. Mengingatkan tentang deadline-nya. Lebih tepatnya, pertemuan mereka minggu depan.

Dera mendengus pelan. Kakaknya pikir Dera akan menyerah semudah itu? Dia bisa melihat sendiri bahwa Dera baik-baik saja saat dia datang nanti. Sejauh ini, Dera melakukan pekerjaannya dengan cukup baik. Ia juga tidak membuat masalah dengan rekan kerjanya. Well, kecuali dengan pria dingin menyebalkan yang ...

Dera memekik kaget ketika ia menabrak seseorang dengan cukup keras hingga membuatnya terdorong ke belakang, nyaris terjungkal, dan ponselnya terlepas dari tangannya. Ia mendongak dan di depannya, Dhika sudah menangkap ponsel Dera dengan satu tangannya, dan tangan lainnya sudah memegangi lengan Dera, menyelamatkannya dari pendaratan menyakitkan, secara fisik dan mental, di lantai.

"Kamu tuh ..."

"Kalau jalan lihat-lihat." Kalimat dingin pria itu menyela kata-kata kesal Dera.

Dera mendengus kesal. Ia menarik lepas lengannya dari tangan pria itu. Ia sudah hendak membalas bahwa jika memang pria itu memperhatikan jalan juga, ia pasti akan menghindar dan tidak menabrak Dera, ketika pria itu tiba-tiba berjalan melewatinya, dan menyelipkan ponsel Dera ke tangannya sembari berlalu.

Dera memutar tubuhnya dan berteriak kesal, "Kamu!"

Namun, itu bahkan tidak menghentikan pria itu. Ia terus berjalan, benar-benar mengabaikan Dera. Sialan pria itu!

Sebuah jentikan jari di depan wajahnya kemudian menyentak Dera, mengalihkannya dari Dhika. Matanya melebar terkejut mendapati Ryan sudah berdiri di sebelahnya, tersenyum lebar padanya.

"Perasaan, kamu hobi banget berantem sama Dhika, ya? Udah tahu bakal dicuekin juga," pria itu berkata.

Dera merengut.

"Udah, jangan cemberut lagi. Udah bisa diikat kali tuh bibir. Tuh, udah ditungguin Lyra sama Prita. Dan Lyra udah kelaparan, tuh. Kalau nggak buru-buru diisi perutnya, ntar bisa-bisa kamu yang dimakan," Ryan berkata.

Mendengar nama Lyra, efektif membuat Dera kembali berbalik dan dilihatnya Lyra menatapnya dongkol, sementara Prita menatapnya keheranan.

"Sori," kata Dera seraya bergegas menjajari langkah Prita lagi. "Anak tadi tuh, nyebelin banget soalnya."

Prita hanya tersenyum mengerti, tapi di depannya, Lyra sudah mendengus.

"Kamunya kan, yang nggak hati-hati? Tuh, kalau nggak nabrak dia udah nabrak pintu, tahu." Lyra mengedik ke arah pintu kayu gudang yang terbuka.

Dera meringis. "Seenggaknya, pintunya nggak nyebelin," ia menjawab pelan.

Mengejutkannya, kali ini Lyra mendengus geli. Ia menatap Dera selama beberapa saat, tampak hendak mengatakan sesuatu, tapi kemudian menggeleng dan berbalik, melanjutkan jalannya.

"Yuk." Prita menarik Dera pelan untuk mengikuti Lyra.

Dera mengangguk. Namun kemudian, tatapannya jatuh ke ponselnya, lalu ia mengeratkan genggamannya di ponsel itu.

***

Lyra lagi-lagi menyebut Prita bodoh ketika ia membantu Dera menyelesaikan pekerjaannya. Prita bahkan tak ambil pusing dengan itu. Sementara di depannya, Dera tampak merasa bersalah. Gadis ini benar-benar polos. Tampaknya usianya masih sangat muda, tapi apa yang ia lakukan di sini?

Just Be You (End)Where stories live. Discover now