Bab 33 - Cemburu?

1.7K 225 19
                                    

Bab 33 - Cemburu?

Hari ini memang Dera akan menjalani hari dengan jam kerja yang normal. Masalahnya, pagi itu saat ia berangkat bekerja, ia masih sangat mengantuk. Meski malas, Dera tetap berangkat untuk bekerja. Namun, mungkin memang itu hari sialnya, hari itu mesinnya mendapat bagian packing yang sulit.

Ia hanya sempat tidur selama lima jam semalam. Lelah, mengantuk, kesal, semua bercampur jadi satu pagi itu. Seolah itu belum cukup, Dera membuat tangannya teriris cutter. Dera ingin menangis saat itu juga, tapi sekuat tenaga ia menahan diri.

"Jangan dipaksain, Ra," Lyra berkata. "Ntar aku bantuin."

Dera tak menjawab.

"Kamu beneran nggak pa-pa?" tanya Nuri cemas. Dera mengangguk, lalu ia pamit untuk mengobati tangannya lebih dulu.

Dera memasang plester untuk menutup lukanya lebih dulu sebelum kembali memasuki pabrik. Ia melangkah lambat, sementara pikirannya melayang. Mendadak teringat hari-hari santai yang ia lewati di rumah keluarganya. Dengan ketiga kakaknya. Mereka bahkan tak pernah membiarkan Dera mencuci satu sendok pun di rumah itu. Dera tak bisa membayangkan bagaimana reaksi mereka jika mereka melihat apa yang harus Dera lewati di sini.

Dera menghela napas berat ketika berjalan di koridor. Namun di tengah koridor, langkahnya terhenti saat dari ujung koridor dilihatnya Dhika berjalan ke arahnya. Dera menatap pria itu lekat, tapi saat melewatinya, Dhika bahkan tak sedikit pun menatapnya. Melirik pun tidak.

Dera mengernyit, merasa sengatan rasa sakit yang tak biasa di dadanya. Tangannya tergores cukup dalam sepertinya. Dera menunduk menatap jari telunjuknya, sebelum melanjutkan langkah tanpa menoleh ke belakang. Ia bahkan tak tahu kenapa ia tadi sampai berhenti di sana seperti orang bodoh.

Dera memasang senyum saat kembali ke mesinnya, mengatakan pada Nuri dan Lyra bahwa ia baik-baik saja. Ia melanjutkan bekerja, tapi karena mendapat bagian packing yang sulit, ia tak dapat menahan diri untuk mengeluh atau menggerutu kesal. Nuri berusaha menghiburnya dengan mengajaknya bercanda, berkali-kali.

Dera sedikit merasa lebih baik karenanya. Namun, ketika suasana pabrik terasa sangat panas menjelang jam istirahat, Dera benar-benar nyaris menyerah dan menelepon kakaknya saat itu juga. Tangannya terasa begitu sakit, dan panas di dalam sini membuatnya pusing.

"Lima belas menit lagi istirahat," Nuri berkata.

Dera tersenyum mendengarnya.

"Aku packing plastiknya dulu ke sak ya, Ra," pamit Nuri.

"Eh, biar ntar anak Umum aja," Dera berkata.

"Mereka masih pada repot, tuh," balas Nuri.

"Ya udah, biar aku aja yang ngepak. Mbak lanjutin aja di sini," Dera menawarkan diri.

"Nggak pa-pa kamu?" cemas Nuri.

Dera tersenyum dan mengangguk, lalu pergi ke meja di ujung mesin itu dan mulai menata ikatan plastik-plastik hasil kerjanya dan Nuri tadi ke dalam sak. Dera mengumpat beberapa kali ketika tangannya terasa sakit saat menyelipkan ikatan demi ikatan plastik ke dalam sak itu.

"Ka, Dhika!" Panggilan itu entah kenapa membuat Dera ikut menoleh ke arah Nuri, sebelum ia mengikuti arah pandang Nuri dan dilihatnya Dhika berdiri tepat di belakangnya. "Gantiin Dera, dong. Tangannya sakit, tuh," Nuri melanjutkan.

Dhika bahkan tak menatap Dera saat menjawab, "Aku juga masih repot."

Dera mengernyit, lagi-lagi sakit yang sama menyengat dadanya. Dera kembali menatap ke depan dan melanjutkan pekerjaannya tadi. Ia merasakan Dhika melangkah pergi dan Dera sempat menoleh untuk melihat pria itu berhenti di mesin di seberang Dera.

Just Be You (End)Where stories live. Discover now