16

4.9K 616 23
                                    

Maaf yaa lamaaa, iya ini karena kemarin banyak jalan-jalan jadi gak sempet nulis.

Makasih juga yang kemarin udah ikutan vote cover pesona sahara yang mau terbit. Jadi, pilihan jatuh pada nomor 1 ya. Moga nanti kalian juga mau melukin pasangan ini. hehehee

Udah lama juga nggak bikin GA, ditungguin aja yaaa


Niat hanya tinggal niat. Tara merutuki hatinya yang tidak mau kompromi. Dia sudah terjebak dalam sebuah kata. Nyaman. Kata itu benar-benar menghantuinya sekarang.

"Memikirkan apa, sih? Kelihatannya serius sekali." Leon menghentikan langkah, untuk kemudian tatapannya fokus pada Tara. Sejak siang tadi, Leon dapat menangkap keresahan pada gestur tubuh gadis itu.

Tara menggeleng lemah, "Tidak! Ini sudah sangat sore, memangnya kamu mau mengajakku ke mana?" tanya Tara dengan tidak lupa memberikan seulas senyum di atas bibirnya. Senyum yang tampak dipaksakan, di mata Leon.

"Apa ada yang membuatmu tidak nyaman?" tanya Leon tanpa mengalihkan tatapan, "Aku tidak memaksamu menerima perasaanku secepatnya. Aku tahu, kamu juga butuh waktu untuk memikirkan semua. Jangan merasa terbebani, oke?"

"Tapi kita mengawali hubungan ini dari sebuah kesalahan! Aku jadi merasa jika tidak seharusnya diriku di sini, bersamamu." Ibarat ranting kering yang terinjak seekor gajah, hati Tara telah menjadi patahan-patahan kecil sekarang.

Leon tiba-tiba menarik tubuh Tara, hingga gadis itu terjatuh ke dalam pelukannya. Tanpa banyak bicara, dia mendekap erat tubuh Tara. Tidak ada perlawanan. Tara yang keras kepala, sepenuhnya telah berada di dalam kendalinya.

Jika Leon harus jujur, maka dia akan mengakui kekalahan. Tubuh hangat dalam dekapannya, ibarat oase yang selama ini dicarinya. Dia tidak pernah merasakan senyaman ini. Bahkan lebih nyaman, dari meditasi yang selama ini dia tekuni. Bahkan dia mulai berpikir untuk meninggalkan rutinitas itu, dan menggantinya dengan mendekap Tara saja.

"Aku tidak suka jika kamu mulai menyinggung tentang status sosial, haru. Keluargaku tidak sekonservatif itu, bukan? Buktinya, ayah menerimamu dengan tangan terbuka. Itu hanya ketakutan yang tidak beralasan."

Sejak kapan hal itu begitu mempengaruhi pikirannya? Tara juga tidak tahu jelas. Biasanya dia tidak pernah semelankolis ini. Dia selalu menganggap mudah segala persoalan. Baru kali ini, dia merasakan takut yang berlebihan.

Apakah aku juga mulai menyukai lelaki ini?

Tubuh Leon yang padat, terasa begitu hangat menyelimuti dirinya. Begitu nyaman, seolah dia akan terlindung selamanya jika bertahan di sana.

"Tapi teror itu membuatku sedikit ngeri. Itu pasti akan terjadi lagi, jika aku telah kembali ke kehidupan normalku," kata Tara yang tak lagi malu-malu menyurukkan wajah. Dada Leon begitu bidang, hanya wanita bodoh yang akan membiarkannya begitu saja.

Tara mendengar Leon menghela napas, sebelum perkataannya membuat Tara menjauh, "Orangku telah menyelidiki ini sejak lama. Hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Dia sudah ditemukan!"

"Siapa?" tanya Tara tidak sabar. Kepalanya kembali dipenuhi dengan benda berlumuran darah di dalam kotak. Sekuat-kuatnya mental Tara, benda-benda itu tetap saja mempengaruhi jiwanya.

Leon menyandarkan diri pada salah satu batang pohon pinus, yang berjajar rapi di sepanjang kanan dan kiri jalan yang mereka lalui. Mulutnya masih terkunci, sementara Tara menunggu dengan tegang.

"Leon! Ini tidak lucu!" jerit Tara dengan bibir cemberut, "Jangan bilang aku harus menciummu dulu, agar kamu mau mengatakan siapa si peneror gelap itu!"

Semanis Cinta (Selesai)Where stories live. Discover now