⁰²⁷ bab dua puluh tujuh

3.6K 581 33
                                    

━━━━━━━

027

━━━━━━━

 Canda menarik ritsleting jaket Fabian hingga bagian teratas. Adiknya itu menggembungkan pipi, berusaha untuk mengeluarkan lehernya dari jaket dengan dengkusan napas keras. Tangannya yang agak chubby juga bergerak untuk menepis tangan Canda, yang mendapat protes dari cewek itu sebagai respons berupa teguran pelan yang nggak diindahkan.

"Panas! Nggak suka!"

"Iya, Kakak tahu. Kakak juga kepanasan. Emang kamu doang yang pakai jaket?" balas Canda. "Lihat nih, Kakak malah pakai masker juga! Kamu pilih pakai jaket atau pakai masker?"

Fabian bergidik. "Jaket!"

"Oke. Jangan ditarik ke bawah ritsletingnya."

"Hmm," angguk Fabian patuh, sebelum akhirnya ia berlari meninggalkan Canda untuk menunggu di ruang tamu.

Canda menarik maskernya naik hingga menutupi setengah bagian wajahnya. Lalu, setelah mengecek kalau kompor, gas, dan semua alat membahayakan lainnya dalam kondisi aman, cewek itu pun mengambil beberapa lembar uang dari dalam dompetnya untuk dijejalkan ke dalam saku hoodie.

Rambut Canda sudah terasa basah oleh keringat di dalam hoodie-nya begitu ia dan Fabian melangkah keluar dari rumah. Canda buru-buru membuka kunci mobil, membantu Fabian naik, sebelum akhirnya ia berlari menuju sisi mobil yang satunya lagi untuk duduk di bangku sopir.

Perjalanan mereka dihiasi oleh keheningan. Hanya terdengar melodi samar dari radio yang disetel dengan volume rendah, dan juga Fabian yang sibuk memainkan robot Lego-nya dengan wajah ceria — kelihatannya sudah lupa kalau tadi dia merengut terus karena harus memakai jaket.

Kasihan Fabian. Kalau saja Canda tahu bahan masakan di rumah sudah habis, dia bisa mampir di supermarket dahulu sebelum perjalanan pulang, tanpa harus membuat semuanya jadi runyam.

Tadi, begitu Canda sampai ke rumah — seperti biasa, tanpa salam ataupun peringatan apapun — jantung cewek itu rasanya hampir copot ketika matanya menangkap sosok Mama yang sedang duduk menunggunya di ruang tamu. Disusul oleh permohonan Mama untuk menjaga Fabian sampai ia ataupun papa Canda pulang, dan pesan: "Jangan lupa buat makan buat adik kamu, ya."

Dan, tentu saja, kulkas memutuskan untuk nggak menyediakan bahan apapun di dalamnya ketika Canda lagi butuh-butuhnya.

Saking jarangnya Mama ataupun Canda masak, nggak ada yang sadar kalau bahan masakan sudah habis. Jadi, sepertinya ini salah Canda juga.

Perjalanan ke supermarket nggak jauh-jauh amat, meskipun jaraknya agak lebih jauh dibandingkan minimarket di dalam kompleks. Tapi, daripada harus ke kembali ke supermarket lagi kalau barang minimarket kurang lengkap, Canda memutuskan untuk langsung pergi ke supermarket.

"Bian, ayo, turun," ucap Canda setelah mobilnya terparkir rapi. Cewek itu menjengukkan kepalanya ke luar jendela mobil untuk memastikan kalau rodanya sudah lurus, kemudian ia pun mengangguk puas dan segera mematikan mesin mobil setelah menarik kacanya naik.

Fabian sedang membuka seat belt-nya begitu Canda membuka pintu tempat adiknya itu duduk. Setelah menaikkan hoodie-nya dan Fabian hingga menutupi kepala masing-masing, ia membantu Fabian untuk melompat turun dari mobil, mengunci pintu sedannya tersebut, lalu menggandengnya menuju pintu masuk supermarket.

Canda menarik troli, lalu mendorongnya dengan sebelah tangan sementara tangan yang satunya lagi masih menggenggam erat tangan Fabian. Canda menunduk sebisa mungkin agar wajahnya nggak terlihat. Di sebelahnya, Fabian memperhatikan sekitar dengan ekspresi yang sulit diartikan, dan Canda juga merasakan pandangan orang-orang yang sejenak terfokuskan pada pasangan kakak-beradik itu.

Impulsif (on revision)Where stories live. Discover now