Bab 19

1.2K 85 4
                                    

Jehna's P.O.V

Perjalanan pulang tadi sangat menegangkan. Tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencairkan suasana. Arah tatapan mata Jack dan John sama yaitu ke depan. Ekspresi wajah mereka datar, tapi aku tahu, di dalamnya, mereka sedang berdebat dengan pikiran masing-masing. Aku ingin tau, apa yang sedang mereka pikirkan.

Sekarang, kami sedang berada di mobil. Jack yang membawanya dan John duduk di samping, aku duduk di belakang. Sesekali aku menatap Jack melewati kaca spion tengah itu.

Kali ini aku menatap kaca spion tengah itu dengan jantung yang berdetak dan wajah yang mulai memanas, Jack tengah membalas tatapanku. Dengan cepat ku alihkan pandanganku ke arah lain. Aku menghela nafas panjang untuk menstabilkan detak jantungku.

Saat aku ingin memutar kepalaku, aku menangkap sebuah cincin perak indah yang melingkari jari manis Jack. Cincin apa itu? Dan sejak kapan Jack memakai cincin seperti itu?

Kenapa aku merasa tidak senang dengan hal itu? Seperti ada yang menyangkut di hatiku. Aku merasa tidak terima.

Ah, hanya perasaan saja. Jehna! Jangan terlalu berlebihan dong, itukan hanya cincin perak, dan mungkin saja itu tidak ada artinya. Bisik hatiku sendiri.

Atau mungkin memang ada.

Ok. Sekarang, aku merasa tidak nyaman hanya gara-gara sebuah cincin perak.

***

Sesampai di rumah, aku disambut hangat oleh papa dan mamaku. Aku hanya membalas mereka dengan senyum tipis. Badanku sudah sangat capek, jadi aku pergi ke kamar dan merebahkan diri di atas kasur.

Aku bergeliat ke sana ke sini dengan tidak nyaman, mencoba untuk mencari posisi yang enak. Tapi tetap saja tidak bisa.

Sekarang, langit-langit kamar menjadi lebih menarik daripada yang lain. Sambil memandangi langit-langit kamar dengan damai, aku mengingat kembali kejadian kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi.

Tok. Tok. Tok.

Pintu kamarku terbuka tanpa izinku. Aku langsung berdiri dan siap mengomeli orang yang masuk ke dalam kamarku tanpa izin. Tapi aku hanya bisa berdiri mematung melihat siapa yang sedang berdiri di ambang pintu kamarku.

Seorang anak laki-laki kecil dengan rambut coklat yang agak panjang, bermata coklat terang, memakai baju kaos coklat dan jins gelap beserta gelang perak bermata kristal coklat di tengahnya, yang aku tau persis, itu milik siapa, sedang berdiri di sana sambil menatapku dengan ekspresi datar.

"Zach." Sebuah suara yang merdu, yang aku rindukan, memanggilnya pelan. Kemudian sosoknya pun menyusul, berjongkok untuk menyamai tinggi anak itu. "Kamu tidak mau memanggilnya?"

Anak kecil itu tersenyum tipis khas papanya, "Jehna." Panggilnya.

What? Jehna?! Enak aja! Seharusnya kan dia memanggilku dengan julukan kakak gitu, tapi kenapa dia hanya menyebut namaku saja?

Aku mengerucutkan bibirku pada Zoe, menatapnya dengan sebal. Ini pasti ulahnya! Siapa lagi kalau bukan dia?

Zoe tersenyum tipis padaku, yang mempunyai banyak arti.

"Gini ya... Adik kecil..." Aku berjongkok di depannya sambil memegang bahu anak kecil itu, "kamu kan lebih kecil dari aku, seharusnya adik kecil memanggil aku dengan panggilan kakak..."

"Tapi.." Mata bulat itu menatapku dengan polos, "papa bilang, Zach tidak boleh memanggil Jehna dengan sebutan kakak." Dia menarik nafas, "papa bilang, Zach harus memanggil kakak kalau orang itu cantik, sedangkan Jehna jelek."

Kurang ajar!!!

Aku melototi Zoe yang sedang membuang muka ke arah lain. Bahunya bergetar sedikit. Berani-beraninya dia menertawakan aku di saat situasi seperti ini!

Beautiful in Its Time (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang