Bab 17

1.2K 79 2
                                    

Dia masih tetap berjalan menuju cahaya itu, tetapi semakin ia berusaha untuk menjangkaunya, cahaya itu semakin menjauh. Ia merasa sudah seperti ratusan abad ia mengejar cahaya itu. Ia lelah.

Nafasnya sudah terengah-engah. Keringat sudah bercucuran melewati pelipisnya. Tenggorokannya kering. Kakinya pegal. Ia sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan perjalanan ini.

Ia jatuh terduduk. Tanpa suara, ia menangis.

"Aku mau pulang..."

***

Luvin's P.O.V

Sorot mata kepedihan itu menghantuiku setiap kali aku menutup mataku. Hatiku perih melihatnya, tapi, aku tidak mau tersakiti untuk kedua kalinya... Aku terpaksa.

Mungkin aneh saat kubilang bahwa sebelum aku menancapkan pisau itu, aku sudah menyesal. Seharusnya jika aku tau bahwa aku akan menyesal, aku tidak menancapkan pisau itu kan?

Aku bilang kepada Jehna, bahwa aku menyukai Bella. Well, itu hanyalah alasan. Sebenarnya aku masih menyukai Jehna. Aku terobsesi padanya. Tidak ada yang boleh menyentuhnya selain diriku, itulah yang aku tanamkan pada diriku waktu itu.

Sekarang aku sadar, bahwa aku ini adalah seorang psikopat. Aku tergila-gila pada Jehna, dan mungkin itu alasannya mengapa Jehna tidak bisa menyukaiku untuk kedua kalinya.

Jehna menyukai Jack. Bahkan mungkin sudah mencintai Jack. Adikku sendiri.

Hahaha.... Tawaku dengan miris. Dunia memang sempit ya?

Hubunganku dengan Jack dulu begitu damai dan kami saling menyayangi. Dan sekarang sudah hancur. Tidak mungkin bisa diperbaiki lagi, kalaupun bisa, hubungan kami tidak akan sama lagi seperti dulu. Sama seperti botol kaca. Jika pecah dan diperbaiki, bentuknya tidak akan sama seperti semula.

Dan ini hanya gara-gara masalah cinta.

Aku dulu seorang cowok yang tidak mempercayai cinta. Bagiku cinta adalah omong kosong. Dan sekarang, karma membalasku. Karma ingin aku tau cinta itu benar-benar ada. Karma ingin aku percaya bahwa dia itu ada.

Menyedihkan.

"Kau sedang memikirkan apa?"

Aku tersentak dari lamunanku. Kuedarkan pandanganku, mencari suara itu. Bella.

Aku tersenyum lemah, "memikirkan dirimu." Candaku.

Bella memalingkan wajahnya, dapat kulihat wajahnya merona merah. Aku menahan senyumku.

Ada yang aneh di sini... Tunggu... Bukannya Bella lupa ingatan?

"Bella, bukannya ka-"

"Ingatanku sudah kembali, Vin." Bella tersenyum tipis.

Aku hanya terdiam. Jika ingatannya sudah kembali, begitu juga dengan perasaannya terhadap diriku bukan?

"Kau... Kau mengenalku?"

"Tentu saja aku mengenalmu, dan aku sangat merindukanmu." Ujar Bella malu-malu. Aku hanya tersenyum. Dia masih mencintaiku. Aku merasa bersalah sekarang.

Haruskah aku melepaskan Jehna dan mulai mencari seseorang yang baru? Aku ingin Jehna bahagia, dan aku tidak akan bilang, aku bahagia jika melihat dia bahagia bersama orang lain. Aku tidak senaif itu. Aku ingin dia bahagia bersama diriku, bukan bersama orang lain. Tapi kenyataan memang menyakitkan... Jehna tidak bahagia saat berada di dekatku, melainkan bahagia saat bersama Jack.

Aku melirik Bella sekilas. Haruskah aku mulai belajar mencintai dirinya? Maksudku, yah, setidaknya aku bisa bebas dari kesengsaraan ini. Aku ingin bahagia juga. Kita hidup untuk mencari kebahagiaan bukan? Kalau ada hal yang membuat kita sengsara, untuk apa kita mempertahankan hal tersebut? Bukankah jika kita mempertahankan hal tersebut, kita bodoh?

Beautiful in Its Time (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang