Chapter 47

2.5K 73 2
                                    

HAI HAI, I'M HERE!!
how r u guys?? sorry its been a while since the last update ><"
the internship took away my energy :(
I hope you guys doing good.. Thank you for following me, comment vote and like.
I love reading your comments!
please enjoy this chapter and don't forget to VOTE,COMMENT, and like it, spread it..
thank you so much guys, thank you...
------------------------------------

Niall’s POV :

Sudah hampir sebulan sejak kepulanganku dan Charlotte dari Yunani, sudah tiga minggu sejak aku melamarnya dan menyatakan keinginanku untuk menikahinya. Oom Bruce sudah sangat setuju dengan rencanaku dan ia membantuku menyiapkan rencana pernikahanku dengan putrinya. Kedua orangtuaku juga sudah mengetahui hal ini dan menyetujuinya, mamaku memintaku untuk membawa Charlotte ke Mullingar agar bisa saling mengenal lebih jauh lagi, maklumlah selama ini Charlotte hanya berhubungan dengan keluargaku di Mullingar melalui telepon atau skype. Aku masih belum memberikan jawaban pasti mengenai hal itu kepada mama karena aku masih harus mengurus beberapa hal disini dan aku juga belum mendiskusikan hal ini dengan Charlotte. Berbicara mengenai Charlotte, sejak aku melamarnya, ia tampak sangat bahagia dan ceria – yang merupakan hal bagus – serta selalu tersenyum meskipun terkadang ia masih tampak cemas dan gelisah mengenai Harrold. Aku juga sebenarnya masih sedikit menyimpan rasa cemas akan Harrold muncul kembali dan membuat ulah karena ia sangat mencurigakan. Maksudku, ketika aku dan Charlotte sedang di kampus dan bertemu dengannya – bersama dengan gerombolannya – ia hanya memandang kami dengan tersenyum licik seolah sedang merencakan sesuatu. Sejauh ini ia juga tidak melakukan tindakan yang membahayakan Charlotte, tapi aku tetap tidak bisa tenang sebelum pernikahanku dan Charlotte berlangsung.

Kulihat ponselku bergetar, rupanya Charlotte meneleponku.
“Yes babe, ada apa?” tanyaku.
“Nope, just checking. Kamu lagi dimana? Tumben gak ke rumah,” ujarnya.
“Hmm… Aku di rumah sih, tadinya mau ke rumah kamu, tapi gak jadi,” jawabku.
“Ih kenapa? Kok gak jadi sih? Kamu gak lagi ngambek sama aku kan?” ia kembali bertanya.
“Hhahaha, ck… Jangan gitu dong, gak kenapa-kenapa kok. Aku cuma lagi pengen di rumah, atau gimana kalo kamu kesini aja, gantian,” ujarku.
“Huh, kirain kenapa. Hmm yaudah kalo gitu aku kesana deh, soalnya papa juga mau pergi. Paling aku minta dianterin kesana, wait for me ya darling,” katanya sambil menutup telepon.

Aku dengan segera bangun dari kasur dan bergegas mandi, meskipun sedang malas untuk beraktivitas, aku tidak mau tampak lusuh dan bau ketika Charlotte datang. Setelah mandi, kukenakan kaos dan celaa pendek, aku kemudian menuju ruang tamu dan menunggu kedatangannya disana. Selagi menunggu, kunyalakan musik jazz lembut yang cocok dengan suasana siang hari ini.

Tak lama kemudian, kudengar suara klakson dari depan rumah dan dengan segera aku keluar. Kulihat Charlotte sudah keluar dari mobil dan sedang melambaikan tangan kepada papanya, kulambaikan tangan juga dan tersenyum kemudian kulihat mobilnya menjauh dan menghilang. Charlotte berlari kearahku sambil tersenyum yang kemudian kusambut dengan pelukan, kupeluk badan mungilnya dan kucium keningnya. Ia balas memelukku dan mencium pipiku, kemudian tersenyum lebar, lalu kuajak ia masuk kedalam rumah dan bersantai.

“Hey Niall, what’s wrong?” ujarnya ketika kami sudah di dalam rumah.
“Nothing, I guess am just tired and nervous,” jawabku mengajaknya duduk di sofa.
“Hmm, tentang apa? Btw kamu udah makan belum? Aku bawain kamu sandwich, tadi aku bikin di rumah sebelum kesini,” ujarnya lagi.
“Belum nih, ugh you’re so sweet, thank you darling,” timpalku.
Kemudian ia mengeluarkan bungkusan dari dalam tasnya dan memberikannya padaku. Sandwich buatannya sangat enak dan aku menyukainya, tak sampai sepuluh menit, aku sudah melahap semua sandwich yang ia bawakan.

“Hmm enak banget, makasih ya babe,” ujarku.
“You’re welcome, aku seneng deh liat kamu masih doyan makan, hehe,” ia berkata.
“Yampun, meskipun aku lagi males gini, kalo urusan makan pasti semangat. Makasih ya sayang udah bela-belain kesini dan bawain aku sandwich,” ujarku sambil mencium pelan bibirnya.
“Hihihi, anything for you my food prince,” jawabnya sambil tersipu malu.
“Hmm, kamu mau tau nggak apa yang bikin aku jadi gini?” tawarku padanya.
“Hmm, yea I wanna know,” sahutnya.
“So, this is about us,” ujarku sambil menghela nafas.
“Ok, aku dengerin kok,” sahutnya dengan mimic muka serius.
“Jadi gini, aku mau ngajak kamu ke Mullingar karena mama bilang biar kamu bisa deket sama keluarga disana dan kurasa karena mama mau bertemu langsung sama kamu. Sebenarnya mama udah bilang dari seminggu yang lalu, tapi aku baru ngasih tau sekarang karena aku tau kamu pasti masih kangen sama papa kamu kan,” jelasku padanya.
“Astaga Niall, kenapa gak bilang dari kemarin? Uhm its okay you know, iya sih aku emang masih kangen sama papa, tapi aku mau kok ke Mullingar ketemu langsung sama mama kamu dan keluarga kamu disana. Jadi ini yang bikin kamu rada aneh hari ini?” ujarnya sambil menyandarkan kepalanya di pundakku.
“Serius kamu mau? Aku takut kamu nggak mau atau terpaksa. Kalo kamu emang mau, kita bisa pergi sebentar kesana, weekend aja biar lebih gampang. Uhm sebenarnya masih ada lagi sih yang mengganjal, tapi gak usah dipikirin deh, aku udah seneng ternyata kamu mau ikut sama aku ke Mullingar,” jawabku tersenyum.

Kami menghabiskan hari dengan bermalas-malasan dan menonton TV, Charlotte mengajakku untuk memasak sesuatu untuk makan siang, namun ketika membuka kulkasku ia mengeluh karena tidak ada apa-apa di dalamnya, hanya ada sekotak susu yang isinya tinggal setengah dan roti kering yang aku saja lupa kapan membelinya. Ia mengomel padaku – bercanda tentu saja – dan akhirnya kami memutuskan untuk pergi makan siang diluar. Ketika kami hendak pergi, tiba-tiba ponselku bergetar, ada telepon masuk dari temanku Ron. Setelah berbicara beberapa saat, aku menutup telepon dan berkata kepada Charlotte bahwa kita akan pergi ke suatu tempat.

“We’re so lucky,” ujarku.
“Eh kenapa?” tanyanya.
“Tadi Ron telepon, kita diajak pergi ke rumah temannya,” jawabku.
“Loh, emang ada apa? Kamu kenal sama temannya?” ia kembali bertanya.
“Katanya ada pesta, aku juga gak tau pesta apa siang-siang gini, mungkin cuma makan-makan, aku sih cuman kenal biasa aja sama temannya Ron, kalau gak salah namanya Dave deh. Gimana? Kalo gak mau aku telepon Ron dan bilang kalo kita gak ikutan,” ujarku lagi.
“Hmm gitu, boleh aja sih, lumayan kan. Lagian, sedikit pesta dan bertemu dengan teman-temanmu mungkin hal yang bagus. Kamu kan jarang ketemu dan kumpul sama mereka,” ia berkata sambil tersenyum.
“Aw babe, you’re too way sweet. Ok then, lets go, aku tau kok rumahnya Dave jadi kita langsung kesana aja,” ajakku.

***

Sesampainya disana, rumah Dave terlihat ramai dan meriah, rupanya memang sedang ada pesta atau semacamnya. Kutelepon Ron untuk mengabarkan bahwa kami sudah sampai di rumah Dave, lalu aku dan Charlotte masuk ke dalam rumah tersebut.

Ternyata banyak yang datang, rumah itu penuh orang, ada beberapa orang yang kukenal, kami menerobos kerumunan orang-orang dan mencari si tuan rumah dan sepanjang itu aku tidak melepaskan tanganku dari Charlotte. Akhirnya aku menemukan Dave, ia berada di halaman belakang sedang bersama sekelompok orang sedang mengobrol dan menghisap rokok. Kusapa ia dan menjabat tangannya sementara Charlotte terus berdiri di sampingku.

“Yo Dave, long time no see, how are you?” sapaku berbasa-basi.
“My man Horan, welcome. Thanks for coming, and am doing great. What about you? Oh and who is this? She looks pretty and lovely,” ujar Dave sambil bergerak kearah Charlotte.
“Haa am fine too. And this is Charlotte, my fiancé,” jawabku.
“Wow, that’s something new, hello Charlotte nice to meet you and congratulation both of you,” ujarnya.
“Thanks man, btw ada acara apa nih? Tumben siang-siang ngadain pesta?” tanyaku penasaran.
“Hahaha, nothing. Cuman mau ngerayain proyekku dan temanku yang berhasil masuk ke galeri pameran. Dia anak kampus kalian kok, kalian pasti kenal,” jawabnya.
“Hmm, ok. Siapa ya? Orangnya ada disini?” aku bertanya.
“Err kayaknya belum datang, mungkin sebentar lagi. Dia emang gitu, suka telat dan seenaknya sendiri. Kalian makan aja dulu sambil menunggu dia datang,” ujar Dave memepersilahkan kami menyantap hidangan yang tersedia.

Kemudian aku dan Charlotte memisahkan diri dari Dave dan teman-temannya, kami mencari makanan yang bisa disantap sambil mencari sosok Ron. Kami bertemu dengan Ron di tempat makan, rupanya ia sudah sampai daritadi dan langsung menuju tempat makan. Setelah selesai makan, aku dan Charlotte berkeliling rumah itu dan sesekali berhenti untuk menyapa orang yang kukenal dan kami menemukan hasil karya Dave dan temannya yang berhasil masuk ke pameran. Ternyata proyeknya adalah lukisan-lukisan kontemporer yang menurutku indah dan abstrak, ada beberapa lukisan yang dipajang dan semuanya bagus menurutku. Aku kemudian menoleh kearah Charlotte bermaksud untuk menanyakan pendapatnya mengenai semua lukisan ini, lalu kulihat wajahnya menjadi tegang dan ketika ia bertatapan denganku, aku bisa melihat matanya memancarkan ketakutan.

to be continued
--------------------------

how is it??
tell me! hope you like it :)
please comment, vote, like and spread this story.
thanks guys, without you all I can't make it :)
love ya! -cens-

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang