chapter 8

6K 88 4
                                    

hi! sorry, i've many thing to do. soooo this is the new chapter, hope you enjoy it guys!!
xxx
------------------------------

Niall POV:

"Welcome home Niall." aku mendengar sebuah suara di belakangku, ketika aku hendak menoleh, tiba-tiba orang tersebut memukul kepalaku, tidak cukup keras tapi cukup untuk membuatku lemah dan terjatuh. Aku berusaha bangkit, akan tetapi orang tersebut tidak memberikanku kesempatan, ia menendang tulang rusukku. Aku terbatuk. Aku mengerang kesakitan. Kemudian aku mencoba berdiri, berhasil dan aku melakukan serangan balasan. Aku meninju perut orang itu. Ia sedikit tersentak, saat itulah aku sadar, orang itu adalah Harrold.
Sebelum aku sempat meninjunya lagi, ia menyerangku, kali ini ia memukul wajahku dengan keras dan aku terhuyung lemah. Entah bagaimana, ia berhasil menghajarku hingga aku tidak bisa bergerak lagi.

"Harrold......"
"Suka dengan apa yang aku lakukan, Niall?"
"No. Shit! Stop punching me."
"Poor Niall, you can't defense yourself, gimana kamu mau melindungi bunheads?"
"What?! Don't you dare to hurt Charlotte or I..."
"Or you what Niall? Hah?! You'll kill me? Berdiri aja kamu nggak sanggup."
"Shit Harrold! What's your problem?!" *cough*
"Well, my problem is you Horan!" *once again punch Niall stomach*

Setelah berkata begitu, Harrold pergi meninggalkanku. Damn, my whole body is in pain. I'm worried about Charlotte. Aku berusaha bangkit kemudian mencari ponselku. Aku menghubungi Ann dan meminta agar ia datang segera.

"Wow Niall. Look at you, its horrible."
"Yeah it is. Can you help me Ann?"
"Of course. Is Harrold did this to you?"
"Yep."
"Okay, lets go inside and I'll help you. Kenapa kamu nggak telepon Lotty?"
"Uhm, I don't wanna make her worry Ann. Aku tahu dia bakalan panik dan melabrak Harrold."
"Well, you should tell her Niall."
"Ann, tapi gimana kalo nanti Charlotte dalam bahaya, dia kan bakalan sering banget ketemu Harrold. I'm worried about her."
"Oh Niall, thats sweet. Oke, tapi kamu harus jelasin ke Lotty tentang semua luka ini."
"Yeah, aku bakal pikirin kok. Thanks Ann."

 Ann mulai membantu mengobati lukaku dan membuat beberapa perban di bagian tubuhku yang cukup terluka parah. Untungnya mukaku tidak terlalu parah, hanya sedikit memar dan berdarah di sudut bibirku. Kuharap besok Charlotte tidak menyadarinya, aku benar-benar tidak ingin membuatnya khawatir dan panik.
Aku mengecek ponselku kembali, ada pesan masuk dari Charlotte.

Charlotte: Hey Ni, sleep already? Tiba-tiba aku merasa harus menghubungimu. Are you alright?
Niall: Uhm, hey! Not yet, kok kamu belum tidur? Yep, I'm alright. Kenapa kamu nanya gitu?
Charlotte: I don't know, tiba-tiba aja perasaanku nggak enak. Okay then if you're alright. See you tomorrow. x
Niall: Ok beautiful, please don't worry. Sleep tight and see you tomorrow xxx

Aku tersenyum dan menceritakannya kepada Ann. Ia semakin meyakinkanku untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Charlotte. Aku akan memikirkannya lagi. Ketika sudah selesai, Ann pamit pulang, aku mengucapkan terimakasih kepadanya.
Aku mengunci rumahku dan menuju kamarku, betapa luar biasanya malam ini. Aku harus lebih berhati-hati lagi terhadap Harrold. Aku semakin ingin mengutarakan perasaanku terhadap Charlotte. Kuharap waktunya segera datang. Aku mengganti bajuku kemudian tidur.

Charlotte POV:

Aku sedang mengerjakan tugasku dan tiba-tiba aku merasa harus menghubungi Niall. Perasaanku tidak enak.
Setelah menghubunginya, aku merasa sedikit lega, tapi aku juga merasa Niall tidak baik-baik saja. Aku akan mengetahuinya besok ketika ia menjemputku.
Kulanjutkan kembali pekerjaanku, kemudian papa masuk ke kamarku untuk mengucapkan selamat tidur. Aku mengucapkan selamat tidur kepadanya, mencium pipinya dan mengunci pintuku.
Tugasku sudah selesai tapi aku tidak bisa tidur. Aku masih memikirkan Niall. Akhir-akhir ini aku tidak bisa berhenti memikirkan Niall, ia begitu baik dan sangat memperhatikanku. Ia juga menjagaku dan melindungiku dari Harrold. Aku merasa nyaman dan aman bila berada di dekatnya. Tapi, aku masih sedikit ragu kepadanya. Aku takut ini hanyalah perasaan sesaat. Entah mengapa Niall dapat membuatku merasa "hidup" kembali. Aku merasa tidak sendirian lagi, terutama sejak kematian mama. Niall selalu menghiburku dan selalu ada untukku, aku tahu Ann juga selalu ada untukku, akan tetapi Niall berbeda. Ia bersikap seolah siap mati untukku, meskipun aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Niall spesial, ketika aku rindu akan sosok mama, ia bisa membuatku melupakan kesedihan dan kerinduanku, ia bisa membuatku belajar merelakan kepergian mama.
Aku hanya berguling tidak jelas di kasurku sambil memikirkan hal tersebut. Aku bingung harus bersikap bagaimana. Aku benar-benar tidak mau merusak hubungan dan persahabatan yang telah terjalin selama ini. Tiba-tiba aku merasakan angin dingin berhembus di kamarku, aku menoleh ke arah jendela, terbuka lebar. Seketika ketakutan melandaku, aku buru-buru bangkit hendak menutup jendelaku. Mendadak ada bayangan gelap muncul dan mencegahku untuk berjalan ke arah jendela. Ia menutup mulutku dengan tangannya dan melarangku berteriak.

"Don't scream or you'll get hurt."
*mengangguk tanda setuju*
"Hello bunheads."
"Harrold! What the hell are you doing in my room?!" *whispering*
"Well, aku datang untuk menemui kamu. Anyway, you look hot babe."

Aku hanya mengenakan hot pants dan kaos oblong. Ketika aku hendak menarik selimutku, Harrold menahannya. Aku sangat ketakutan, tapi aku tidak memperlihatkannya. Aku takut dengan apa yang akan Harrold lakukan.

"Get out now, my dad will kill you!"
"Relax, I just want to do some fun with you bunheads"
"Get off me!"
"Hmm stubborn girl. I like it."
"Harrold, go away."
"No. I'll stay here until morning."
"Hell no! Out now Harrold."

Ia tidak mengindahkanku, ia justru membuat dirinya nyaman di kamarku. Ia mulai membuka baju dan celananya, hanya tinggal boxer. Kemudian ia duduk di sebelahku, di kasurku. Aku bangkit hendak menuju pintu namun Harrold dengan segera memegang pergelangan tanganku.

"You're not going anywhere babe. Stay here or I.."
"Or you what Harrold?! This is my room and you shouldn't be here."
"Or I will do this."

Dia menarikku ke arahnya dan mulai menciumku. Aku melawan sekuat tenaga dan berusaha melepaskan diri. Semakin aku melawan, Harrold menjadi semakin kasar dan cengkramannya semakin kuat. Aku berhasil menendang perutnya dengan dengkulku, pegangannya sedikit lemah dan aku segera melepaskan diri. Tapi ternyata ia lebih sigap, ia menarikku lagi, kali ini ia mendekapku. Aku terus melawan, kemudian tiba-tiba benda dingin mengenai punggungku, aku tahu apa itu, sebuah pisau.

"You know babe, pisau ini tajam dan sanggup melukai kulitmu yang indah."
"Kamu nggak akan berani."
"Kamu menantangku?"

Harrold mulai menusukkan sedikit mata pisau ke punggungku, tidak sampai berdarah tapi cukup untuk membuatku merasa kesakitan dan berhenti memberontak. Aku tahu ia tidak main-main.

"Good girl. All I wanna do is sleep here right next to you."
"................."
"Okay lets sleep now."

Aku hanya menahan tangisku dan berharap ini hanyalah mimpi buruk.

***

Aku terbangun karena ponselku berbunyi. Aku hendak meraihnya dari meja di sebelah tempat tidurku, akan tetapi sebuah tangan besar lebih dulu menggapainya, Harrold. Ternyata ini bukan mimpi buruk.

"Give it back to me Harrold."
"Let see. Oh its Niall calling. Should I pick up for you?" *smirk*
"No way!Give it back now Harrold."
Ok, tapi jangan bilang bahwa aku ada disini, meskipun itu akan menjadi hal yang menyenangkan nantinya. Oh don't forget, I have this." *nunjukkin pisau*
"Ok."

Aku mengangkat telepon Niall dan berbincang sedikit dengannya. Untungnya ia tidak menanyakan mengapa aku lama sekali mengangkat telepon darinya. Harrold memainkan pisaunya, sambil menyeringai kepadaku. Aku segera mengakhiri teleponku dan mengusir Harrold keluar.

"You should go now. Aku udah nurutin apa yang kamu suruh. Leave now."
"Okay. I'm quite satisfied, meskipun sebenarnya kita bisa melakukannya lebih menarik lagi."
"You're  crazy. Leave now!"

Cara ia pergi sama seperti ia masuk, lewat jendela.
Setelah ia menghilang, aku mengunci jendelaku. I start crying, I wish I can tell Niall about this, andaikan aku punya keberanian, pasti hal aku tidak perlu menghadapi Harrold dan pisaunya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, I'm too afraid. Harrold bisa melakukan apa saja, ia bisa saja membahayakan papa, Niall bahkan Ann.
"Oh God, apa yang harus aku lakukan? Mama, I wish you were here, I need you." I said to myself.

"Charlotte, Niall is here." papa berteriak dari bawah.
"I'm not feeling good Dad!" balasku.

Kemudian ada suara ketukan di pintuku.

"Charlotte, are you okay? Can I come in? said Niall.
"I'm not feeling good Niall. Aku rasa aku nggak masuk kuliah deh." jawabku.
"Let me in now Charlotte, serious."

--- to be continued ---
 

so guys, this is the end, will continue in the next chapter..
sorry if too short :(
what do you think?? please vote, comment and like my story.
thanks dan love y'all!! xxx -cens- 

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang