Chapter 39

3.3K 98 10
                                    

HALOOO!
its been two weeks since my last update, sorry guys.
since now I have to do a lot of assignment and I don't have much time to write and do updates.
and I can only update during my day off :(
how r u guys? I miss you a lot, did you miss me or maybe Niall&Lotty? hihi..
thanks for everyone who red this story, followed me, vote and comment, am so happy.
this story will ended soon, should i make the sequel or just move on with new story??
Oh and about this chapter, what do you think? don't be hesitate to tell me. I love it when I know ur opinion :) it means a lot for me :)
so yeah, please enjoy this chapter~ love you xxx
---------------

Niall’s POV :

Kulingkarkan tanganku di pinggang mungilnya, tubuhnya yang mungil meringkuk dalam dekapanku. Oh andaikan aku bisa menghentikan waktu dan menikmati momen seperti ini bersamanya, aku begitu mencintainya dan ingin memilikinya, hanya untukku. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, yeah aku tidak bisa tidur dan kami akan kembali ke Inggris dalam beberapa jam lagi. Bisa kukatakan perasaanku campur aduk mengenai kepulangan kami ke Inggris, aku tidak tahu kenapa, yang jelas aku sangat gugup. Mungkin ini disebabkan oleh pembicaraanku dengan Oom Bruce sebelum keberangkatanku ke Yunani, pembicaraan mengenai aku menikahi Charlotte. Aku tahu Charlotte juga  mencintaiku dan ingin bersamaku, bahkan ketika aku memberinya kalung dan “melamarnya” secara tidak langsung, ia dengan tegas mengatakan ia ingin hidup bersamaku. Entahlah, aku merasa tidak aman dan takut – padahal seharusnya aku tidak perlu – mengenai apa yang akan terjadi, maksudku aku tidak tahu apakah ia akan benar-benar aman bersamaku, sudah dua kali ia mengalami hal buruk dan aku tidak bisa mencegahnya, aku juga tidak tahu apakah ia benar-benar bahagia bersamaku. Banyak sekali pikiranku kali ini, padahal tidak biasanya aku seperti ini, biasanya aku selalu yakin dengan keputusanku, hanya satu yang kuyakini bahwa aku tidak bisa hidup tanpa Charlotte dan aku sangat ingin bisa hidup bersamanya hingga akhir hayat.

Aku menggeliatkan badanku dan melonggarkan pelukanku agar Charlotte bisa leluasa bergerak, aku menatap wajahnya lekat-lekat, ia bagaikan malaikat bagiku, begitu mempesona dan rapuh, ia sudah menunjukkanku semua tentang dirinya. Ia sudah mengalami banyak kejadian buruk, ia pantas mendapatkan kebahagiaan dan aku ingin membuatnya bahagia. Kubelai lembut wajahnya, begitu damai dan lelap, aku begitu bahagia ia ada bersamaku. Kemudian aku mencoba tidur kembali karena perjalanan pulang akan menjadi perjalanan yang melelahkan bagi kami berdua.

***

Ketika aku membuka mataku, matahari sudah bersinar terang, aku menoleh ke sampingku dan Charlotte sudah tidak ada. Aku bangkit dari kasur dan mencarinya di kamar mandi, ia tidak ada, kupanggil namanya tapi ia tidak menyahut. Aku mengecek meja di samping tempat tidur dan aku melihat ponselnya tergeletak di sana yang berarti ia tidak membawanya. Panik dan cemas melanda diriku, kemana gerangan ia pergi tanpa kusadari. Buru-buru aku mencuci mukaku dan mengenakan bajuku lalu turun ke lobby hotel. Aku tidak menemukannya disana, kutanya pada petugas hotel apakah ia melihat Charlotte dan jawabannya tidak. Hatiku semakin gelisah dan jantungku berdegup kencang, dimanakah ia berada di saat-saat kami akan pulang ke rumah. Kucari ia di ruang makan yang ada di hotel, tapi tetap nihil. Kucari di taman, tapi aku tidak menemukannya, hanya ada beberapa orang – yang menginap di hotel juga – yang sedang bercengkrama. Kuakui aku sangat panik dan marah terhadap diriku sendiri, kenapa aku bisa tidak menyadari kepergiannya. Kemudian aku kembali ke lobby dan duduk disana agar bisa mengetahui orang yang keluar-masuk.

Kubaca koran yang tersedia di sana, namun pikiranku tidak bisa fokus, aku terlalu khawatir kepada Charlotte. Kulirik jam dinding yang ada di lobby, sudah sekitar tiga puluh menit sejak Charlotte pergi dan belum ada tanda-tanda darinya. Kukembalikan koran ke tempatnya semula dan aku menghampiri resepsionis hotel. Kembali kubertanya padanya, apakah ia benar-benar tidak melihat Charlotte keluar hotel, petugas resepsionis menggelengkan kepalanya dan menjelaskan kepadaku bahwa ia benar-benar tidak melihat Charlotte keluar, bahkan satpam pun tidak melihatnya dan itu membuatku jengkel.

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang