chapter 10

5.9K 81 6
                                    

so here we go, the next chapter :)
sorry it took so long hihi
thanks for your comment and vote :)
what will happen with Niall? Is he ok or die? haha
Charlotte, is she safe?
well, enjoy it xx
--------------------------------------------

Charlotte's POV:


Aku mendengar Niall berteriak kepada Harrold menyuruhnya pergi namun Harrold bersikeras ingin menemuiku. Mereka masih berbicara beberapa saat sebelum akhirnya aku mendengar Niall dan Harrold berkelahi. Aku mengintip dari jendela dan aku tidak bisa mempercayai penglihatanku, Niall menghajar Harrold tapi meleset dan Harrold balik menyerang Niall. Niall jatuh tersungkur dan tidak berdaya, aku yakin itu karena lukanya belum sembuh benar. Ketika Niall hendak bangkit, Harrold kembali meninjunya, aku tidak tahan lagi melihat itu semua dan segera keluar rumah.

 "Niall!!!"
Aku berteriak seraya berjalan ke arah Niall, ia jatuh dan kulihat darah menetes keluar dari hidung dan mulutnya. Harrold berdiri tidak jauh dari kami, ia hanya menyeringai dan berusaha untuk menendang Niall yang sudah tidak berdaya.

"Harrold stop it! You crazy, he's dying!!"
"Hahaha, oh bunheads, its so sweet. Tapi aku senang melihatnya sekarat, pantas baginya."
"Oh you freak! What is your problem hah? Niall gak ada hubungannya sama kamu!!"
"My problem is him, dia selalu ada di sisi kamu, kayak anjing penjaga, dan dia pernah ngehajar aku juga, so he deserved this." *bergerak mau nendang Niall*
"Kamu gila ya! He's not a dog you know! He is my boyfriend!!"

Begitu aku mengatakan bahwa Niall adalah pacarku, Harrold mendadak terdiam dan membisu, raut mukanya berubah tegang dan tangannya terkepal. Sorot matanya pun menyeramkan seperti hendak membunuh Niall. Ia mendekatiku dan Niall perlahan, kemudian ia melirik ke arah Niall yang sedang sekarat. Kemudian ia mendekatiku dan menyentuh pipiku sambil berbisik di telingaku.

"You're joking, right?"
"Nope, I'm not joking. Jadi, kamu nggak berhak lagi buat ganggu aku dan Niall."
"I don't think so. Justru ini bakal makin asyik dan menyenangkan."
"You sick Harrold! What do you want hah?! Leave us alone...!!!"
"I. Want. You. To. Be. Mine."
"HELL NO!!"

Tanpa berkata apa-apa lagi, Harrold langsung menarikku menjauh dari sisi Niall, ia menendang Niall dan kulihat Niall tidak sadarkan diri. Ketika aku hendak menghampiri Niall, Harrold menahan tanganku dan memaksaku pergi  dengannya.

"Let me go! What did you do Harrlod?!"
"Stay here and come with me now!"
"No way. Aku mau ke Niall, kamu udah berbuat jahat sama dia."
"Bunheads, I don't wanna hurt you, dan jangan paksa aku melakukannya."
"I don't care. Just lemme go Harrold!"

Aku berusaha melepaskan diri dari genggaman Harrold, namun genggamannya justru semakin kuat. Aku tidak menyerah, segala cara kulakukan agar bisa melepaskan diri, aku harus bisa.
Akhirnya aku berhasil melepaskan diri, aku menendang daerah sensitifnya, kemudian menggigit tangannya. Setelah berhasil, aku langsung berlari menuju Niall yang ternyata sudah tidak sadarkan diri. Aku mengeceknya, ia masih bernafas, aku sangat lega. Kemudian aku menghubungi ambulans dan Ann. Harrold terlihat sangat marah dan kembali berjalan ke arahku, matanya memancarkan kemarahan yang mendalam, ia memegang pisau di tangan kanannya.
Aku sangat takut, aku takut kalau ia membunuh Niall.

"Stop right there Harrold!"
"................................"
"Stop Harrold, kalau kamu berani mendekat, aku bakal ngubungin polisi!"
"............................."
"Harrold!!"

"............................."
"Harrold...."
"Shut the fcuk up bunheads, now you come with me and you will be alright. Kalau kamu menolak, kamu akan terluka."
"No Harrold, I don't want to."
"Stubborn girl! Okay, if you don't wanna come with me, mungkin sebaiknya aku menghabisi Niall."

Harrold berkata begitu sambil jongkok di samping Niall dan menyayat tangan Niall, tidak dalam tapi cukup membuat tangannya berdarah.

"Stop it!!"
"Tidak sampai kamu mau ikut denganku."

I have no choice, kalau aku tetap keras kepala, Niall bisa mati. Aku melirik ketakutan ke arah Niall yang tidak sadarkan diri.

"Okay I'll go with you. But please stop it."
"Good girl."

Ia berkata demikian sambil mengelap pisaunya dan memasukkannya kedalam kantong celananya. Setelah itu, ia menarikku menuju mobilnya, aku sebenarnya sangat enggan meninggalkan Niall terbaring disana sendiri. Setelah aku di dalam mobil Harrold, kulihat ambulans telah tiba. Aku begitu lega, lalu aku melihat mobil Ann datang. Aku hendak membuka kaca jendela namun Harrold menghalangiku.

"Bunheads, don't even think about it." he warn me.

Aku terpaksa mematuhi Harrold dan duduk diam di mobilnya. Ia membawaku pergi menjauh dari rumahku, sepanjang perjalanan aku hanya diam dan takut. Ponselku berkali-kali berbunyi, Ann terus meneleponku. Aku hendak mengangkatnya tapi Harrold lebih cepat. Ia mengambil ponselku dan melihat siap yang menelepon dan mematikannya.

"Kamu sebaiknya tidak usah memegang ponselmu."
"What? Kembaliin ponselku Harrold."
"No, because you will tell Annabeth and perhaps call your Dad. Aku nggak mau ambil resiko."

Ia memasukkan ponselku ke sakunya. Setelah itu kembali fokus menyetir, aku tidak tau mau dibawa kemana dan aku terlalu takut untuk bertanya. Aku terus memikirkan kondisi Niall, apakah ia baik-baik saja atau tidak.

*45 menit kemudian*

"Ok here we are. C'mon bunheads."

Ia turun dari mobil dan membukakan pintu untukku. Aku masih terdiam dan bingung berada di mana. Kami berada di sebuah rumah di pinggir hutan dan rumah itu hanyalah rumah satu-satunya. Aku masih terdiam dan kaget ketika Harrold membuka pintu mobilnya untukku. Aku turun dan mengamati sekitar, rumah itu cukup luas dan terlihat sepi, hanya ada hutan lebat di sekelilingnya.

-------

Niall's POV :

Ketika aku tersadar dan membuka mataku, aku berada di rumah sakit. Tangan kananku diperban begitu pula dengan leherku. Aku sendirian di kamar itu, kemudian aku lantas teringat dengan Charlotte, bagaimana ia dan dimana ia berada. Kuraih ponselku yang terletak di meja di samping kasurku, aku menelepon nomornya, tidak aktif. Aku sedikit panik dan cemas karena Charlotte tidak bisa dihubungi.
Tak lama kemudian, suster datang untuk mengecek kondisiku. Saat suster sedang memeriksaku, Ann datang. Rupanya ia tadi sedang berada di kafetaria rumah sakit. Aku langsung menanyakan bagaimana aku bisa sampai di rumah sakit dan menanyakan tentang Charlotte.

"Ann, where's Charlotte?"
"Wait Niall, you have to calm down first."
*sigh* "Ok, I'm cool now, just tell me."
"Ok but first, let me tell you that you're so lucky, kamu masih hidup Niall. Kedua, aku tidak tahu dimana Charlotte." *deep sigh*
"Yeah I'm so lucky. Wait, what do you mean you don't know? Last time I saw her is when Harrold kicked me dan aku nggak ingat apa yang terjadi setelahnya."
"Aku nggak tau Ni, tadi aku sempet telepon ponselnya, tapi nggak diangkat, aku coba lagi direject, trus terakhir kalinya aku coba, malah nggak bisa dihubungin."
".............................................." *muka Niall merah*
"Niall, are you ok?"
"Harrold."
"What? Kenapa Harrold? Aku tadi nyampe di rumah Lotty nggak liat Harrold."
"Harrold. Dia pasti bawa Charlotte. Dasar brengsek!"
"Wait Niall, how can he? Oh God.." *ceritanya Ann speechles*

Ann terdengar shock mendengar ceritaku dan bagaimana aku bisa mendapatkan semua luka ini. Ia sangat cemas dengan Charlotte, aku pun sama cemasnya dengan Ann. Aku juga tidak tahu harus berkata apa kepada papanya Charlotte.

*malam hari*

Aku kembali sendiri di kamar dan tidak bisa banyak bergerak, seluruh tubuhku remuk redam rasanya. Ann sedang keluar dari rumah sakit untuk menemui papanya Charlotte dan menyampaikan berita tidak enak ini. Setengah jam kemudian Ann kembali dan kali ini Om Bruce -papa Charlotte- ikut bersamanya. Om Bruce melihatku dan bersimpati atas kejadian yang aku alami dan kemudian bertanya mengenai Charlotte.

"Oh boy, so glad that you're alive."
"Makasih Om, aku hanya beruntung. Tapi tidak dengan Charlotte."
"Iya,  Om khawatir sekali dengannya, tadi sudah lapor polisi juga. Apakah bocah bernama Harrold yang menyebabkan ini semua, Niall?"
"Yup, that's right. Aku juga yakin banget kalau Charlotte sama dia. Harrold semacam terobsesi sama Charlotte."
"Oh poor her, Om sudah berusaha sebisa mungkin agar ia tidak sedih dan terkena musibah lagi, dia sudah melalui banyak penderitaan. And now, this Harrold is obssesed with her. I hope she's fine. Makasih ya Niall kamu sudah berusaha melindungi Charlotte."
"Iya Om, sama-sama. Maaf tidak bisa melindungi Charlotte."
"It's ok boy. Kalian pacaran nggak sih?"
"Iya Om, aku udah menyatakan perasaanku dan dia juga ternyata punya rasa yang sama. Terus Harrold datang dan ia semakin mengamuk ketika mengetahui bhawa kami berpacaran."
"He's crazy..." *papanya Charlotte dapet telepon*

Ketika Om Bruce menerima telepon, ia pergi keluar untuk mengangkatnya. Ann mendekat padaku dan mengucapkan selamat karena akhirnya aku dan Charlotte berpacaran. Aku dan Ann memikirkan dimana kemungkinan Charlotte berada, berusaha menebak kemana Harrold membawa Ann pergi.

Aku benci dengan diriku yang seperti sekarang, terkapar tidak berdaya sementara Charlotte terancam kondisinya. Ketika paginya dokter memeriksa keadaanku, aku bertanya apakah aku sudah bisa pulang, dokter menjawab belum. Dokter mengatakan aku harus tinggal dua hari lagi agar dokter bisa memantau kondisiku. Aku menghela nafas dan mengumpat, aku sudah tidak tahan lagi berada disini, aku ingin segera mencari Charlotte.

Ann datang setiap hari untuk memberitahuku mengenai perkembangan berita tentang keberadaan Charlotte. Ia belum menemukan petunjuk apa pun. Aku sudah menyuruh Ann untuk menanyakan kepada teman-teman sekelas Harrold tentang dimana Harrold tinggal, tapi ternyata mereka juga tidak tahu. Rupanya Harrold merupakan sosok yang misterius, meskipun ia banyak bergaul dengan teman-teman di kampus. Aku mencoba menghubungi temanku yang juga pernah bermain dengan Harrold, mencoba mengorek informasi tentang Harrold. Aku mendapatkan sedikit petunjuk, temanku mengatakan Harrold tinggal di perbatasan kota, namun ia tidak tahu dimana tepatnya. Aku berterimakasih kepada temanku dan menyampaikan berita bagus ini kepada Om Bruce dan Ann.

Tinggal sehari lagi aku bisa pulang ke rumah dan mulai mencari Charlotte. Perban di leherku sudah dicopot, tapi yang di tangan kananku belum. Tulang rusukku sudah membaik, rupanya tidak sampai patah, hanya masih meninggalkan sedikit memar. Kondisiku sudah mulai pulih dan aku sudah merasa lebih kuat. Om Bruce juga baikm ia setiap malam datang menjengukku bersama Ann. Om Bruce sudah minta tolong temannya yang di kepolisian untuk mencari informasi mengenai Harrold, ia juga sudah menyampaikan sedikit informasi dariku mengenai tempat tinggal Harrold.

Ketika kami sedang asyik membicarakan masalah ini, ponselku bergetar, ada pesan masuk dari nomor tidak dikenal.

"HELP ME"

-------------------------------

to be continued~
well, who is it?
what will happen next?
is Charlotte safe?
you guys like this chapter? tell me what's on your mind.
once again thanks for your comment and vote.
I'm so glad you guys like it :)
Any suggestion for the next chap? tell me, I will think about it :)
love you guys xxx -cens-
 

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang