42

8.9K 1K 89
                                    

Udara dingin tengah malam, menusuk sampai ke tulang, hal itu tak menjadi penghalang perdebatan pasangan suami istri di halaman rumah mereka.

Sang wanita duduk di atas lantai teras rumahnya, sedangkan sang pria berdiri membelakangi istrinya.

"Aku setuju Kara pergi ke asrama bukan karena mau pindah ke rumah yang lama selamanya. Tapi aku gak mau lihat kamu terus-terusan mukulin Kara," ucap Naira.

"Kita sampai pindah ke sini karena siapa? Karena anak itu! Dulu kita gak akan pindah kalau bukan karena Kara." bentak Banu menatap wajah istrinya dengan sangit.

"Kara gak salah, anak Kak Rani jatuh sendiri. Bukan salah Kara, mereka juga gak lagi main bareng. Kara main sendiri gitu juga sama Hazel, mereka berdua main sendiri-sendiri,"

"Aku gak perduli, kita tetap pindah ke rumah lama dan kita jual rumah ini," tegas Banu.

"Aku perduli karena bukan Kara yang salah, dengan kita balik lagi ke sana menandakan kita juga memihak mereka yang nyalahin Kara. Aku sama Anka tetap di sini,"

"Jangan cari masalah lagi Naira, kamu udah buat banyak masalah. Terutama anak kamu itu,"

"Dia anak kamu juga" ucap Naira bangkit dari duduknya, berjalan mendekati suaminya.

"Kalau aku salah kamu juga sama, aku gagal kamu juga sama. Kita sama-sama gagal buat anak-anak, mau itu Kara ataupun Anka,"

Banu tersenyum tipis mengusap rambut istrinya dengan lembut. "Kara bodoh karena mu yang tidak becus menjaga kandungan mu dulu. Coba kamu bandingkan dengan anak-anak Kakak dan adik ku, gak ada yang sebodoh Kara dan gak ada yang punya fisik lemah kaya Anka,"

"Dan yang terjadi sama Hazel itu karena Kara, beruntung Anka gak bodoh sama kaya Kara," sambungnya lagi.

Naira mengepalkan kedua tangannya dengan erat. "Aku gak mau kalau kita pindah ke rumah lama selamanya,"

"Di sini aku yang ngatur bukan kamu, nurut atau pergi selamanya?" Banu tersenyum mengusap pipi Naira dengan lembut.

"Pergi jangan bawa apapun termasuk mereka berdua," bisiknya di telinga Naira.

Naira menganggukkan kepalanya, mendongakkan kepalanya menatap Banu. "Aku ikut dengan mu"

"Apa yang kamu rencana lagi Naira? Jangan pikir aku ini bodoh, Kamu punya rencana apa sekarang? Otak kecil mu itu sedang memikirkan rencana apa lagi hmm?"

"Mempercepat Kara pergi ke asrama, karena kamu tau hasil ujian anak itu seperti apa benar bukan? Meminta Raka untuk membawanya cek up setiap bulan. Dan sekarang apa lagi?" tanya Banu dengan nada suara lembut.

"Dia selamat dari hukuman ku tapi kalau sampai dia gak lulus dalam waktu dua tahun, ucapkan selamat tinggal dengan anak mu itu," ancam Banu lalu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Naira di luar begitu saja.

"Ayah, Ayah baru pulang? aku dari tadi nungguin Ayah. Ada yang mau aku omongin sama Ayah" ucap Anka duduk di sofa ruang keluarga,  sejak tadi dia menunggu kedua orang tuanya pulang ke rumah.

"Jangan sekarang, besok aja ini udah malam waktunya tidur," ucap Banu mengusap rambut anaknya dengan lembut.

"Tapi ini sol Kara Yah, aku telpon Kara tadi kenapa yang angkat teleponnya Zian. Zain sama Kara gak satu asrama kan? Mereka gak mungkin sama-sama kan Yah?"

"Mungkin nama anak itu sama dengan nama Zain, ini udah malam sana tidur"

"Ibu mana?"

"Ada di depan lagi angkat telpon dari temannya, sebentar lagi masuk. Ayah ke kamar dulu" ujar Banu lalu pergi ke kamarnya.

...............

Pagi ini Kara dan Zain mendapatkan tugas untuk ikut pergi ke pasar tradisional tak jauh dari asrama, kedua tangan Zain penuh dengan sayur-sayuran sedangkan Kara hanya membawa satu buah semangka.

"Kita gak boleh jajan dulu di sini?" tanya Kara sambil menepuk-nepuk buah semangka yang di bawanya.

"Gak, minggu kemarin kamu udah jajan di luar banyak. Kata Bapak gak boleh beli makanan di luar lagi," ujar Zain mempercepat langkahnya.

Kara mengikuti langkah Zain. "Ngapain buru-buru masih pagi? Ini buat makan siang katanya"

"Berat tangan aku dah kebas, kita berhenti di depan situ sebentar biar gak panas banget," balas Zain berjalan menuju pohon besar di pinggir jalan menuju ke asrama.

"Makanya sini aku bantuin biar gak berat-berat banget, kan aku udah bilang bangi dua kamu gak bolehin" ucap Kara mendudukkan dirinya di atas rumput.

"Sebenarnya gak berat tapi panas, mana asrama masih lumayan jauh lagi. Oh ya, semalam Anka telpon kamu, tapi kamunya udah tidur jadi aku yang angkat teleponnya," ucap Zain mendudukkan dirinya di samping Kara.

"Kenapa dia telpon malam-malam? Tumben dia belum tidur,"

"Mana aku tau, tapi dia bilang mau main ke sini kalau ayah kamu ada waktu. Dia juga marah-marah pas dengar suara aku"

"Menurut aku Ayah gak bakalan datang ke sini, karena Ayah bilang aku harus lulus sekolah dulu baru bisa ketemu lagi. Kalau gak ya udah tinggal di asrama sampai lulus sekolah SMA,"

"Masa mereka gak kangen sama kamu? Biar gimana pun kan biasa tinggal satu rumah. Kalau jauh pasti kerasa sepinya,"

"Gak tau aku gak mikirin lagi, dulu aku pikir di luar tuh bakalan sendiri tapi ternyata lebih asik dari pada di rumah. Aku malah mikirnya mereka gak mau lagi kalau aku balik ke rumah. Sampai sekarang mereka gak pernah datang ke sini, Ibu gak pernah telpon, Ayah apa lagi. Jadi ya aku gak berharap lebih lagi sama mereka, terserah mau datang ke sini atau gak, udah gak berharap lagi" ucap Kara menyandarkan tubuhnya di batang pohon, menatap langit biru membayangkan keluarga yang jauh di sana.

"Nanti kalau aku lulus sekolah ya paling pulang sebentar, buat makan malam besoknya balik lagi ke sini. Lanjut sekolah sampai selesai," sambungnya lagi.

Zain menoleh ke arah Kara, tersenyum lembut mengusap rambut Kara."Kita bisa pulang ke rumah Bapak, makan malam bersama gak perlu nunggu kamu lulus. Liburan sekolah kita pulang, setiap malam makan malam bersama."

"Ayo balik, kita gak boleh lama-lama di luar asrama nanti di cariin. Di kira kita pergi main" ajak Zain bangkit dari duduknya.

Kara menganggukkan kepalanya, bangkit dari duduknya lalu mengambil beberapa kantong belanjaan yang ada di tangan Zian. "Aku bantuin biar gak terlalu berat,"

"Gak usah aku bisa sendiri-"

"Abang angkat mah beda sama Abang kandung" sela Kara lalu berjalan lebih dulu meninggal Zian yang masih berdiri di bawah pohon.

"Kara, ayolah masa gitu doang ngambek. Boleh nih bantuin bawa, nih sayur bayam kamu bawa tapi yang benar bawanya," ucap Zain mengejar Kara.

"Kara" panggil Zain lagi.

Kara menghentikan langkah ketika tiba-tiba ada mobil pajero berhenti di dekatnya, Zain yang melihat itu segera mendekati Kara. "Kamu gak pa-pa?" khawatirnya.

Kara menggelengkan kepalanya. "Aku gak pa-pa, mobilnya masih jauh. Lagian aku juga lihat-lihat dulu mau nyebrang" ucap Kara mengalihkan perhatiannya ketia seorang pria turun dari mobil itu.

"Permisi dek, mau tanya kalian tau asrama Nusantara?" tanya pria itu menunjukkan alamat yang tertulis di kertas.

"Dari sini ambil kirim, nanti ada gang masuk lurus terus nah itu asramanya." ucap Zain sambil menunjuk ke arah jalan menuju ke asrama.

"Terima kasih, kalian butuh bantuan?" tawar pria itu melihat banyaknya barang belanjaan milik mereka berdua.

"Terima kasih Pak, rumah kita udah dekat kok. Itu rumah kita, ayo dek kita pulang" ucap Zain asal menujuk rumah warga yang ada di sekitarnya.

"Oh, kalau begitu saya duluan. Sekali lagi terima kasih" ucap pria itu masuk ke dalam mobilnya.

"Padahal kita bisa nebeng sampai asrama, kan orang tadi mau ke asrama kita juga" ucap Kara menatap mobil pajero yang sudah semakin menjauh dari tempatnya berdiri.

"Gak boleh ikut orang sembarangan, kalau culik gimana? Mau di culik? Udah ayo pulang"

"Hmm" dehem Kara berjalan mengikuti langkah Zain dari belakang.

KARA Where stories live. Discover now