Awal

36.6K 1.4K 32
                                    

Dalam kehidupan seseorang tidak ada yang sempurna, termasuk diriku. Tapi bagaimana jika kedua orang tua mu yang menuntut mu untuk hidup seperti orang lain.

Seperti diriku, aku memiliki saudara kembar dia lahir lebih awal. Dia adalah Kakak ku, dia pintar dia baik dan penurut.

Berbanding terbalik dengan diriku yang tidak pintar, dan sedikit pembangkang. Aku dan dia di didik dengan cara yang berbeda, dia di didik dengan kelembutan dan penuh dengan kasih sayang sedangkan diriku dengan kekerasan.

Setiap hari ada saja yang di katakan kedua orang tuanya untuk membandingkan diriku dan saudara kembar ku, seperti malam ini. Aku terlambat turun ke bawah untuk makan malam bersama, sedangkan mereka sudah mulai makan.

Aku tersenyum menyapa mereka. "Selamat
malam" kata ku lalu duduk di kursi  meja makan.

Satu-satunya wanita di sana menatap ku dengan tajam. "Apa kamu gak liat jam berapa sekarang?"

"Maaf, tadi aku-"

"Sudah cukup! Alasan mu tidak pernah berubah, selalu aja sama. Belajar dan belajar tapi gak ada hasilnya, coba liat Anka. Sekali aja kamu contoh saudara kamu" sela Banu, lalu mereka melanjutkan makan malamnya dengan diam.

Kara hanya diam dan mulai menyantap makanannya yang sudah di siapkan di hadapannya.

Selesai makan malam mereka berkumpul di ruang keluarga, kedua anak kembar itu duduk berseberangan dengan kedua orang tuanya. Si sulung memberikan selembar kertas hasil ulangannya pada sang Ayah.

"Mana punya kamu?" tanya Banu menatap anak bungsunya.

"Mau yang mana dulu? seminggu ini aku ada dua ulangan" tanya Kara tersenyum tipis pada Ayah-nya.

"Semuanya" tegas Banu.

Kara menyerahkan dua lembar kertas hasil ulangannya di sekolah. "Yang satu ada peningkatan sedikit, yang satunya lagi sama aja kaya yang bulan lalu" lirihnya.

Banu menghela napasnya dengan kasar lalu menyobek kertas ulangan milik Kara membuangnya ke tempat sampah. "Aku sudah memberikan mu keringanan, sekolah di sekolah biasa. Jam pelajaran tambahan di luar juga sudah di kurangi, sekarang kamu punya alasan apa lagi untuk hasil ulangan ini?"

Kara hanya diam menundukkan kepalanya, yang bisa dia lakukan hanya membatin untuk menjawab setiap ucapan Ayah-nya. "Aku udah usaha semaksimal mungkin, kalau cuma dapat segitu ya mau gimana lagi" batin Kara.

"Mulai besok jam pelajaran tambahan di tambah, gak ada main di luar sama temen-temen kamu dan sebagai hukumannya seperti biasa, dan lakukan malam ini juga" tegas Banu lalu bangkit dari duduknya.

"Iya Yah" patuh Kara lalu mengikuti langkah Ayah-nya pergi keluar.

Di halaman rumah sudah di siapkan hukuman untuk Kara, tanpa membuang waktu lagi Kara masuk ke dalam kolam renang yang penuh dengan es batu. Hawa dingin mulai masuk sampai ke tulang-tulang, anak itu tetap berdiri di dalam kolam renang.

Setelah setengah jam dia keluar dari dalam kolam, Banu sudah siap dengan hukum berikutnya. Yaitu meminta Kara untuk berdiri dengan satu kaki selama satu jam, tanpa bantahan Kara pun melakukan apa yang di minta Ayah-nya.

"Adek kamu gak pernah kapok, mau di hukum dengan cara apa dia gak pernah mau berubah" ucap Naira yang memperhatikan anak bungsunya dari dalam rumah.

"Kemampuan dia cuma sampai di situ Bu, mau gimana pun cara dia belajar kalau kemampuan cuma di situ ya tetep aja hasilnya sama, jangan terus maksa dia" balas Anka.

Dia ingin membela adiknya dan minta Ayah-nya berhenti menuntut ini itu pada adiknya, namun ia tidak ingin nantinya adiknya akan mendapatkan hukuman lebih berat karena dirinya. Dulu dia pernah menggantikan hukum adiknya, alhasil adiknya mendapatkan hukuman dua kali lipat dari sang Ayah.

"Itu karena dia yang malas, coba kalau dia rajin sedikit aja. Pasti ada hasilnya" ucap Naira.

"Hasil ulangannya lumayan bagus, matematika dia dapat tujuan-"

"IPA dia dapat empat, itu bagus menurut kamu?" sela Naira menatap anak sulungnya. "Kamu jangan beliin adek kamu terus-terusan, ngelunjak dia lama-lama" sambungnya lalu pergi ke kamarnya.

...........

Di tengah malam Anka masuk ke dalam kamar adiknya, terlihat anak itu masih sibuk dengan buku-buku sekolahnya.

"Kara, ini udah tengah malem. Besok juga hari libur, tidur lanjut lagi besok" ucapnya berjalan mendekati adiknya.

"Besok gue mau pergi keluar, males di rumah terus" balas Kara tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Besok Ibu sama Ayah pergi ke luar kota, kamu bisa main keluar" ucap Anka mendudukkan dirinya di tepi ranjang adiknya.

"Mending lo keluar kalau gak bisa diem. Gue jadi gak bisa mikir karena lo berisik" ketus Kara menatap kesal saudara kembarnya.

"Aku ke sini cuma mau cek kamu, biasanya kalau habis di hukum Ayah berendam di air es kamu langsung demam"

"Udah kebal gue sama air es, tidur di salju aja sanggup gue"

Anka menganggukkan kepalanya, tersenyum lembut pada adiknya. "Aku mau pesen nasi goreng, kamu mau gak?" tawarnya.

"Gak doyan nasi goreng gue, kecuali lo mau beliin gue sate"

"Mau berapa?"

"Dua porsi, sekalian beliin gue kopi" balas Kara lalu kembali melanjutkan acara belajarnya.

"Jam segini gak ada yang jual kopi, nanti aku bikinin teh hangat aja mau gak?"

"Lo nawarin gak niat, udah sana keluar. Jangan ganggu gue" usir Kara bangkit dari duduknya lalu menarik tangan Anka keluar dari kamarnya.

"Setengah jam lagi gue turun ke bawah, teh sama satenya harus udah siap di meja makan" ucapnya lalu menutup pintu kamarnya.

"Oke, Abang siapin" balas Anka lalu segera turun ke bawah membuat teh hangat untuk adiknya.

"Abang? najis! Ogah gue manggil lo Abang, cuma beda lima detik aja minta di panggil Abang. Dih,.... gak akan pernah" monolog Kara lalu kembali duduk di meja belajarnya.

"Besok Ibu sama Ayah pergi ke luar kota, berati gue bisa dong malas-malasan di rumah seharian" ucapnya tersenyum tipis.

"Kapan ya mereka kalau mau pergi ke mana-mana pamit sama gue? apa tunggu gue sama kaya Anka, jadi jura sekolah, di kenal sebagai murid paling pinter dan yang pastinya kebanggaan kedua orang tuanya, lah gue masih jadi beban mereka"

Kara menutup bukunya lalu menyandarkan tubuhnya di kursinya, menatap langit-langit kamarnya. "Kalau Anka nakal kaya gue bakal di marahin juga gak ya? apa gue ajak aja dia pergi besok buat nyobain jadi anak nakal sehari" monolognya tersenyum membayangkan Anka yang di marahin Banu.

"Tapi kalau Banu tau gue yang ajak dia, gue yang di cekik sama Banu. Lah mampus gue jadinya"

KARA Where stories live. Discover now