38

8.9K 1.1K 66
                                    

Pagi ini di awali dengan hujan lebat, Kara yang baru saja keluar kamar sudah di kejutkan dengan kehadiran saudara kembarnya yang entah sejak kapan berdiri di depan pintu kamarnya.

"Mau ngapain lagi lo? Pagi-pagi gini udah di depan kamar gue," tanya Kara berjalan melewati Anka.

"Aku mau ngomong sama kamu, bilang sama Ayah kalau kamu gak mau ke asrama" ucap Anka menahan tangan adiknya.

"Gue gak mau, gue tetap mau pergi. Biar kalau lo sakit gak gue lagi yang di salahin" balas Kara menepis tangan Anka.

"Ayah sama Ibu cuma khawatir, gak ada maksud nyalahin kamu. Aku minta maaf untuk semua itu" Anka kembali meraih tangan adiknya.

"Khawatir lo bilang? Terus gue gimana? Posisi kita sama. Sama-sama di rawat di rumah sakit, mereka datang ke tempat gue cuma mau nyalahin gue, padahal lo sendiri yang salah" kesal Kara.

"Kalau kamu gak sama Zain ke sini aku bisa istirahat dengan tenang-"

"Kenapa lo nyalahin orang lain? Kamar lo sama gue beda. Zain juga gak gangguin lo, Zain ke sini main di kamar gue. Emang lo nya aja yang suka cari ribut sama orang lain" sela Kara lalu melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Anka.

Anka mengikuti langkah adiknya, turun ke bawah menuju ruang makan. "Aku udah bilang kalau aku gak suka kamu terlalu dekat sama Zain." ucap Anka.

"Gue gak perduli, lo mau suka, mau gak. Bukan urusan gue," ucap Anka sambil mengambil roti di sarapannya.

"Dia itu gak baik, kamu gak tau kan di luar dia kaya gimana?"

"Di sini yang baik cuma lo doang, yang lain jahat semua. Gue gak mau ribut sama lo pagi ini"

"Aku udah bilang sama Ayah kalau kamu gak akan pergi ke mana-mana, kita bakalan tetep sama-sama di sini" pungkas Anka mendudukkan dirinya di kursi meja makan.

"Aku gak masalah kamu mau berteman sama siapa aja, tapi bisa kan jangan sampai nginap di rumah orang lain sampai berhari-hari. Kamu kan punya rumah, punya orang tua juga"

Kara meletakkan roti sarapannya di atas piring, menatap Anka yang duduk di sebelahnya. "Gue harus gimana biar benar di mata lo? Semua yang gue lakuin salah. Lo bilang gue nginap di rumah Zain berhari-hari, itu cuma sekali dan itu pas lo pergi ke luar negeri. Kemarin gue gak nginap di rumah Zain, gue nginap di rumah sakit" marah Kara bangkit dari duduknya lalu pergi keluar.

Dia tidak perduli dengan hujan deras, dia hanya tidak ingin berdebat lagi dengan saudara kembarnya. Sejak semalam Anka memang mencari ribut dengan dirinya dan berakhir dirinya yang mendapatkan omelan dari Ayah-nya.

Dengan tubuh yang basah kuyup, Kara duduk di halte bus yang bisanya dia menunggu jemputan sekolah. "Gue juga gak mau nginap di rumah orang lain, tapi gue juga pengen punya teman. Gue di rumah sakit sampai dua hari, orang lain yang temenin gue. Keluarga gue datang cuma buat marahin gue, lo yang datang malah pulang duluan. Gak mau nungguin gue padahal kita sama-sama mau pulang." gumam Kara.

Tin tin tin

Suara klakson mobil mengalihkan perhatian Kara. Seseorang dari dalam mobil itu turun, menghampiri Kara.

"Kenapa kamu di sini? Kamu hujan-hujanan? Astaga, kan udah di bilangin aku bakalan jemput kamu di rumah gak usah keluar dulu kalau aku belum jemput, apa lagi hujan gini" Zain meraih tangan Kara lalu mengajaknya masuk ke dalam mobil.

"Kamu kenapa bisa hujan-hujanan gini? Baru pulang dari rumah sakit, nanti kamu sakit lagi mau di rawat lagi di rumah sakit?" ujar Zain dengan lembut dia mengeringkan rambut Kara dengan handuk kecil miliknya.

"Ganti baju dulu, biar gak kedinginan. Pake baju kamu dulu Zian. Kamu bawa baju ganti kan?" ucap Raka memarkirkan mobilnya agar tidak menggangu pengendara lain.

Zain mengambil baju dari dalam tas, memberikannya pada Kara. Mata Zain membulat sempurna ketika melihat luka baru di telapak tangan Kara.

"Tangan kamu kenapa? Perasaan semalam gak kenapa-kenapa" tanya Zain menatap Kara yang hanya diam.

"Semalam Ayah marah sama Anka, dia minta aku gak pergi ke asrama tapi Ayah tetap mau masukin aku ke asrama. Dia ribut sama Ayah pas kamu udah pulang, terus Ayah marah sama dia, Ayah banting gelas di kamar aku" ucap Kara tanpa melihat ke arah Zain.

"Terus lukanya dari mana?" tanya Raka menoleh ke arah belakang.

"Ya dari pecahan gelas lah Pak, kan gelasnya di banting Ayah." jawab Kara dengan santainya.

"Kamu yang ngelakuin?" tanya Zain.

"Gak, pecahan gelasnya yang kena tangan aku pas aku lagi bersihin semalam. Kena kaki juga pas Ayah banting gelasnya, tapi gak sakit kok" jelas Kara.

Semalam setelah Zain pulang, Anka datang ke kamarnya dan memintanya untuk tidak pergi ke asrama. Dan di saat itu juga, Ayah-nya menegaskan jika dirinya harus pergi ke asrama karena Ayah dan Ibu sudah mengurus semua pendaftarannya.

Kara setuju dengan ucapan Ayah-nya, tuh memang sudah ada perjanjian sebelumnya jadi dia tidak masalah. Justru itu akan menjadi kesempatannya untuk membuktikan jika dirinya layak di banggakan dan dirinya mampu sekolah di asrama dengan baik. Meskipun tak sampai seperti Anka setidaknya lebih baik dari sebelumnya.

Tapi tidak dengan Anka, Anka tidak setuju dengan ucapan Ayah. Terjadilah perdebatan di antara mereka, hingga membuat Banu begitu marah pada Anka. Banu yang memang tidak pernah menangani Anka pun memilih melampiaskan amarahnya dengan membanting gelas dan saat membanting gelas itu Banu melemparnya ke arah Kara.

Pecahan gelas itu melukai kaki Kara, tapi mereka tidak ada yang tahu. Karena Kara juga tidak mengatakan apapun pada mereka. Setelah membanting gelas Ayah-nya pergi meninggalkan kamar begitu pula dengan Anka.

Zain menghela napasnya, "Terus kamu ngapain pagi-pagi gini hujan-hujanan?"

"Aku gak tau kalau mau hujan, pas udah sampai tengah jalan baru hujan. Balikin lagi ke rumah kan lumayan jauhnya, yang mending terobos aja hujan air ini"

"Bohong dosa, kamu mau masuk neraka?" ucap Zain menatap Kara dengan curiga, ia yakin Kara tidak berkata jujur pada dirinya.

"Gak masalah paling kamu juga ikut, lagian di sana aku gak sendirian ada Anka juga. Dia kan punya banyak salah sama aku" balas Kara tersenyum pada Zain.

"Sambil ganti baju, Zain-"

"Mas dong jangan Zain, kan udah di bilangin Bapak ini pikun apa gimana?" protes Zain.

"Iya Mas, tolong itu jendelanya di tutup nanti air hujannya masuk mobil. Kita pulang dulu baru berangkat sekolah, telat didik gak pa-pa" ujar Raka lalu melajukan mobilnya menuju ke rumahnya. Untung rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah Kara.

"Lain kali kalau ada apa-apa kasih tau Bapak, kalau mereka berantem kamu bisa pergi ke rumah Bapak. Rumahnya kan dekat,  sebelah komplek rumah kamu" ucap Raka sekilas melihat Kara dari kaca spion.

"Udah biasa Pak, gak usah heran lagi. Mereka berantem cuma sebentar doang nanti juga Ayah minta maaf sama Anka selesai. Mereka balikan lagi"

"Kamu udah sarapan?" tanya Zain.

"Udah, tadi Ibu udah siapin sarapan" jawab Kara.

"Ayo kita turun dulu, kamu ganti baju baru kita berangkat sekolah. Baju seragamnya ada di kamar. Mandi sebentar pake air hangat" ucap Raka setelah menghentikan mobilnya di halaman rumah.

Mereka turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah. Kara melihat banyaknya kardus yang tersusun rapi di ruang tamu. Kursi, sofa yang ada di dalam sana juga sudah di bungkus rapi.

"Kalian mau pindah?" tanya Kara menoleh pada Raka.

"Rumah ini ngontrak katanya yang punya mau pake sendiri, rencananya Bapak mau beli rumah yang dekat sama tempat tinggal kamu. Udah dapet sih tapi masih belum rapi banget rumahnya. Jadi kita rapi-rapi yang di sini dulu" jawab Raka.

"Di mananya?" penasaran Kara.

"Di belakang, gak jauh paling lebih satu rumah dari tempat kamu. Udah sana ganti baju habis itu kita berangkat" ucap Raka mengusap rambut Kara.











KARA Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon